Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tantangan Pendidikan Hadapi Fenomena LGBT

Media Indonesia
17/2/2025 16:28
Tantangan Pendidikan Hadapi Fenomena LGBT
Webinar bertajuk Fenomena LGBT di Kalangan Generasi Muda, Tantangan dan Peran Pendidikan, Senin (17/2).(Dok KGSB)

FENOMENA LGBT merupakan isu sensitif, tetapi tidak bisa diabaikan. Survei internal yang dilakukan KGSB pada 3-11 Februari 2025 terhadap 200 responden dari 30 provinsi menunjukkan keberagaman pandangan guru. Sebagian besar menunjukkan sikap penolakan, tetapi juga terdapat sikap yang netral dan sedikit penerimaan.

"Hasil survei menunjukkan bahwa 56,5% sekolah telah melakukan sosialisasi terkait fenomena LGBT dalam berbagai bentuk. Mayoritas sosialisasi dilakukan melalui layanan Bimbingan Konseling (BK) dan pendekatan berbasis agama. Sementara 43,5% sekolah lain belum memiliki program sosialisasi khusus, umumnya karena menunggu arahan dari pemerintah atau hanya menyisipkan materi dalam pembelajaran lain seperti pacaran sehat atau kesehatan reproduksi," ujar Founder Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) Ruth Adriani dalam webinar bertajuk Fenomena LGBT di Kalangan Generasi Muda, Tantangan dan Peran Pendidikan, Senin (17/2).

Sekolah yang telah melakukan sosialisasi menerapkan berbagai metode, seperti diskusi kelompok dalam layanan BK, seminar dengan narasumber eksternal seperti psikolog dan lembaga perlindungan anak, serta penyuluhan dalam bentuk ceramah dan debat di kelas. Beberapa sekolah juga mengintegrasikan materi penyuluhan mengenai fenomena LGBT dalam mata pelajaran seperti kesehatan reproduksi dan kajian agama, sementara sebagian lainnya mengandalkan media kampanye seperti poster, pamflet, dan video edukatif.

"Perbedaan pendekatan ini mencerminkan perlu standar kebijakan yang lebih jelas bagi sekolah dalam menangani isu LGBT,"  ujar Ruth memberi penegasan.

Dalam paparannya, Widyaiswara di PPSDM Kemdikdasmen RI, Ana Susanti, menjelaskan bahwa fenomena LGBT di kalangan generasi muda semakin meningkat akibat berbagai faktor seperti perubahan norma sosial, eksposur media, dan faktor psikologis. Ia menegaskan pentingnya memahami penyebab dan dampaknya agar pendidik dan orangtua dapat memberikan bimbingan yang tepat.

Mengutip berbagai referensi, menurutnya, ada beberapa faktor yang memengaruhi kecenderungan LGBT pada individu. Antara lain ketidakseimbangan hormon dalam tubuh, lingkungan sosial dan pergaulan yang memberikan pengaruh terhadap orientasi seksual, serta pengalaman traumatis seperti kekerasan atau pelecehan yang dapat menjadi pemicu.

Psikolog Ulifa Rahma menjelaskan bahwa orientasi seksual dan identitas gender dipengaruhi oleh interaksi faktor yang kompleks, termasuk aspek biologis, psikologis, dan sosial. Faktor sosial yang berperan mencakup pola asuh keluarga, dinamika lingkungan, serta tingkat dukungan emosional yang diterima individu. Ia juga menyoroti pentingnya peran guru dan orangtua dalam memahami serta mendukung perkembangan psikososial anak. 

Beberapa tanda yang dapat dikenali meliputi perubahan dalam interaksi sosial yang mencerminkan eksplorasi identitas diri, tingkat kecemasan atau tekanan emosional yang meningkat, serta keterlibatan terhadap komunitas tersebut. Namun, tanda-tanda ini tidak bersifat universal dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor individu serta lingkungan sosial.

Ana Susanti juga menyoroti dampak yang dapat timbul akibat paparan LGBT pada siswa. Antara lain terganggunya kesehatan mental individu, penurunan prestasi akademik akibat tekanan psikologis. Selain itu, risiko menerima diskriminasi dan isolasi sosial juga dapat dialami oleh mereka yang teridentifikasi sebagai LGBT.

Strategi menyikapi fenomena LGBT

Sebagai garda terdepan dalam pendidikan, guru dan sekolah, dengan dukungan dan peran dari orangtua, memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan LGBT di kalangan generasi muda. Ana Susanti menegaskan bahwa meskipun fenomena ini menjadi tantangan, dunia pendidikan dapat mengambil peran strategis dalam memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa, guru, maupun orangtua.

Salah satu langkah yang bisa diterapkan ialah menanamkan nilai-nilai agama dan moral dalam kehidupan sehari-hari. Juga mendorong kebersamaan dan interaksi sosial yang sehat melalui gotong royong, serta membangun sikap saling menghargai tanpa diskriminasi, tetapi tetap dalam koridor norma yang berlaku.

Selain itu, guru dan sekolah memiliki peran penting dalam memberikan pendampingan kepada siswa dengan membangun komunikasi yang baik. Juga mencegah diskriminasi di lingkungan sekolah, melibatkan guru BK dalam proses bimbingan, serta menyediakan layanan konseling bagi siswa yang membutuhkan bimbingan lebih lanjut.

Ulifa Rahma menekankan bahwa orangtua memiliki peran krusial dalam membentuk pemahaman anak terhadap identitas diri sejak dini. Dukungan dapat diberikan melalui pengawasan yang bijak tanpa tekanan berlebihan, komunikasi dua arah, pola asuh otoritatif, penciptaan lingkungan keluarga yang harmonis, serta pencegahan kekerasan dalam rumah tangga yang berpotensi merugikan kondisi psikologis anak.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat berperan penting. Program edukasi dari puskesmas, kegiatan sekolah, kerja sama aktif antara orangtua dan komunitas dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, sehingga remaja dapat memahami identitas mereka dengan sehat dan positif.

Sebagai rekomendasi, KGSB mengusulkan beberapa langkah strategis dalam menghadapi kerasnya fenomena LGBT. Antara lain standarisasi sosialisasi tentang fenomena LGBT agar sekolah memiliki panduan yang jelas, penerapan pendekatan multidisipliner yang mencakup aspek psikologi, akademik, dan sosial, serta pelatihan bagi guru agar mereka memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang strategi komunikasi dan pendampingan siswa.

Selain itu, perlu ada keseimbangan antara pendekatan inklusif dan budaya lokal agar kebijakan yang diterapkan lebih efektif dan dapat diterima di berbagai lingkungan sekolah. Webinar ini juga diharapkan menjadi langkah awal dalam perancangan modul edukatif yang bisa digunakan oleh guru, konselor, dan orangtua. (RO/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya