Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Efisiensi Anggaran Pendidikan, Ancam Masa Depan Mahasiswa

Atalya Puspa
14/2/2025 19:01
Efisiensi Anggaran Pendidikan, Ancam Masa Depan Mahasiswa
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji.(Dok. Antara)

EFISIENSI anggaran pendidikan kembali menjadi sorotan publik setelah tanda Peringatan Darurat dengan Garuda merah dan tagar #SaveKIPKuliah serta #DaruratPendidikan ramai diperbincangkan di media sosial. Kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah dinilai dapat mengancam masa depan mahasiswa, terutama bagi penerima beasiswa dan bantuan pendidikan.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan anggaran pendidikan tahun 2025. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai pemotongan anggaran bukan hanya bermasalah pada nominalnya, tetapi juga pada perencanaan dan distribusinya.

"Ini jelas menunjukkan lemahnya visi Presiden terkait pendidikan. Bisa jadi, pendidikan memang tidak menjadi prioritas utama dalam pemerintahan saat ini. Lalu, sebenarnya ke mana arah pendidikan kita?" ujar Ubaid.

Dari total anggaran pendidikan sebesar Rp724 triliun, Kemendikdasmen hanya mendapat alokasi 4,63% atau sekitar Rp33,5 triliun. Ironisnya, dari jumlah tersebut masih ada pemotongan sebesar Rp7,2 triliun dengan alasan efisiensi. Hal ini memicu pertanyaan besar mengingat Kemendikdasmen bertanggung jawab atas pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

Selain itu, JPPI juga menyoroti pernyataan pemerintah yang dinilai kontradiktif. Dalam rapat dengan Komisi X DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa tidak ada efisiensi anggaran untuk beasiswa dan KIP-Kuliah.

Namun, data Kemendiktisaintek menunjukkan bahwa dari 844.174 mahasiswa penerima KIP Kuliah yang masih aktif, sebanyak 663.821 mahasiswa tidak akan menerima dana KIP-Kuliah pada 2025. Hal ini berpotensi menyebabkan banyak mahasiswa putus kuliah akibat tidak adanya pendanaan.

Ketidakkonsistenan serupa juga terlihat di Kemendikdasmen. Saat rapat dengan DPR, disebutkan bahwa beberapa program beasiswa seperti Beasiswa Unggulan, Beasiswa Darmasiswa, dan Beasiswa Indonesia Maju juga terkena dampak pemotongan anggaran.

"Tampaknya antar kementerian belum memiliki kesepahaman yang jelas. Akibatnya, masyarakat semakin bingung. Pemerintah seharusnya transparan dan tidak menutupi fakta. Ini membuktikan bahwa tata kelola anggaran pendidikan kita masih semrawut dan tidak terkoordinasi dengan baik," tegas Ubaid.

Dampak lain dari kebijakan ini adalah berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan. Data Kemendikdasmen menunjukkan bahwa jumlah penerima Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2025 turun menjadi 17,9 juta siswa dari sebelumnya 18,6 juta siswa pada tahun 2024.

"Meski pemerintah mengklaim tidak ada pemotongan dana PIP, tetapi mengapa jumlah penerimanya berkurang dibanding tahun lalu? Ini tentu meresahkan masyarakat, apalagi masih banyak kasus penghentian bantuan PIP serta penyalahgunaan dana," kata Ubaid.

Melihat kondisi ini, JPPI mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan anggaran pendidikan agar lebih berpihak kepada sektor yang benar-benar membutuhkan, memastikan transparansi dan konsistensi informasi terkait anggaran, serta menjamin tidak adanya pemangkasan bantuan pendidikan seperti PIP dan KIP Kuliah.

"Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa. Jangan biarkan anak-anak dan mahasiswa Indonesia menjadi korban kebijakan yang tidak berpihak pada mereka," pungkas Ubaid. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya