Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ORANG dengan aphantasia tidak dapat membayangkan gambar yang jelas dalam "mata batin" mereka. Namun, mereka tidak dapat memvisualisasikannya, cetak biru untuk gambar-gambar imajiner tersebut mungkin tetap tersimpan di otak mereka, menurut sebuah studi baru.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology membukti awal bahwa otak orang dengan aphantasia dapat menunjukkan aktivitas seolah-olah sedang menghasilkan gambaran mental di korteks visual primer—bagian utama otak yang bertanggung jawab untuk memproses informasi visual. Namun, sinyal-sinyal ini tampaknya mengalami distorsi dalam prosesnya.
Penelitian ini menunjukkan sinyal tersebut "melengkung atau meregang" sebelum dapat disadari secara sadar oleh individu dengan aphantasia, ujar Joel Pearson, profesor psikologi di University of New South Wales, Australia. "Kami belum tahu dari data ini bagaimana perbedaannya, tetapi yang jelas perbedaannya cukup signifikan," katanya.
Temuan ini menambah bukti yang semakin berkembang bahwa orang dengan aphantasia "tampaknya melibatkan korteks visual mereka dengan cara yang berbeda saat mencoba membayangkan sesuatu dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki aphantasia," ujar Nadine Dijkstra, peneliti senior di Wellcome Centre for Human Neuroimaging, University College London, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, Pearson dan timnya merekrut 14 orang dengan aphantasia dan 18 orang tanpa kondisi tersebut. Mereka menggunakan metode bernama "binocular rivalry," yang melibatkan penayangan dua pola garis dengan warna berbeda di depan mata peserta.
Biasanya, otak akan menggabungkan informasi visual dari mata kiri dan kanan untuk membentuk satu gambar yang utuh. Namun, dalam situasi ini, otak kesulitan memproses dua pola yang bertentangan, sehingga peserta mengalami ilusi visual di mana pola-pola tersebut tampak bergantian mendominasi selama beberapa detik.
Bagi orang yang dapat membayangkan sesuatu dalam mata batinnya, membayangkan salah satu pola dapat mempengaruhi pola mana yang pertama kali mereka lihat. Namun, orang dengan aphantasia cenderung jauh lebih sedikit terpengaruh oleh bias ini. "Semakin kuat gambaran mental seseorang, semakin besar kemungkinan itu mempengaruhi bagaimana mereka melihat pola binocular rivalry," jelas Pearson.
Pearson dan timnya sebelumnya memperkenalkan metode ini untuk menguji aphantasia dalam penelitian terdahulu. Pendekatan ini lebih objektif dibandingkan hanya mengandalkan kuesioner, menurut Dijkstra.
Para peneliti menggunakan pemindaian fMRI (functional MRI) untuk melacak aliran darah beroksigen di otak, yang menunjukkan area otak yang aktif.
Hasilnya menunjukkan baik peserta dengan maupun tanpa aphantasia mengalami peningkatan aktivitas di korteks visual primer selama eksperimen, baik saat melihat pola garis secara langsung (perception) maupun saat diminta membayangkan pola tersebut (imagery).
Namun, aktivitas otak pada orang dengan aphantasia sedikit lebih lemah selama proses persepsi dibandingkan mereka yang tidak memiliki kondisi ini. Hal ini menunjukkan adanya "perbedaan tingkat atau jenis pemrosesan" saat mereka mengamati gambar secara langsung, kata Pearson.
Penemuan yang lebih mengejutkan adalah biasanya, pola yang terlihat di sisi kanan bidang penglihatan diproses oleh bagian kiri otak, dan sebaliknya. Namun, pada orang dengan aphantasia, pola pemrosesan ini tampaknya berlawanan, yang mengisyaratkan bahwa mereka mungkin memiliki "kabel otak" yang berbeda, tambahnya.
Untuk menyelidiki lebih jauh, para ilmuwan melatih algoritma komputer untuk mengenali pola aktivitas otak yang muncul selama eksperimen ini. Berdasarkan aktivitas otak saja, algoritma ini berhasil mengidentifikasi pola visual yang sedang dilihat atau coba dibayangkan oleh peserta. Hal ini berlaku pada kedua kelompok, menunjukkan ada sinyal yang konsisten di korteks visual primer, bahkan pada orang dengan aphantasia.
Namun, ketika para peneliti menguji seberapa baik algoritma dapat cross-decode sinyal ini hasilnya berbeda. Pada orang tanpa aphantasia, sinyalnya sangat mirip dan bahkan cukup tumpang tindih sehingga algoritma dapat mengacaukannya. Namun, pada orang dengan aphantasia, tidak ditemukan cross-decoding sama sekali, yang menunjukkan bahwa proses yang terjadi mungkin benar-benar berbeda.
Temuan ini belum dapat menjelaskan mengapa orang dengan aphantasia tidak dapat melihat gambar dalam pikiran mereka, meskipun sel-sel otak mereka tetap aktif. Pearson berencana melakukan eksperimen lebih lanjut untuk menyelidiki pertanyaan ini.
"Ini seperti misteri pembunuhan atau sesuatu. Saya sangat penasaran," katanya. "Saya harus mencari tahu representasi ini dan mengapa itu tetap tidak disadari?"
Dijkstra memperingatkan ukuran sampel dalam penelitian ini masih kecil, dan hasilnya "sedikit bertentangan" dengan penelitian lain di bidang ini. Namun, ia mengakui bahwa temuan ini menunjukkan bahwa keterlibatan korteks visual berbeda pada orang dengan aphantasia, yang mungkin menjelaskan kurangnya gambaran mental yang mereka alami.
"Ini adalah bidang penelitian yang masih sangat baru," tambahnya, "yang berarti masih banyak pertanyaan yang belum terjawab." (Live Science/Z-3)
Selama ini diyakini neuron hanya tumbuh saat kecil, namun penelitian baru menunjukkan otak orang dewasa mungkin masih bisa menumbuhkan sel otak baru.
Peneliti menemukan otak perempuan mengalami perubahan signifikan selama pubertas, kehamilan, dan perimenopause akibat fluktuasi hormon.
Saat teh celup dengan kantong teh yang terbuat dari kertas dimasukan ke air panas, sifat kertas ialah menyerap air dan akan robek saat teh diseduh atau dicelupkan di air panas.
Durasi tidur yang dibutuhkan oleh anak per harinya berbeda-beda tergantung dari usia masing-masing.
Penelitian dari MLU menemukan stimulasi listrik ringan melalui metode tDCS dapat memengaruhi kecepatan dan fleksibilitas seseorang dalam mengambil keputusan.
Kurkumin diyakini dapat meningkatkan faktor neurotropik yang berasal dari otak (BDNF).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved