Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KINI semua perhatian dunia tertuju ke Tiongkok. Khususnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Banyak kekhawatiran tentang membludaknya pasien di beberapa rumah sakit di negara Tirai Bambu itu. Ada apa? Infeksi saluran napas (ISN) yang mirip flu, diberitakan merebak. Mayoritas yang terpapar adalah anak-anak dan lansia. Otoritas setempat menyatakan, ada dua jenis virus sebagai biang penyebabnya. Masing-masing adalah Influenza A dan human metapneumovirus (HMPV). Disinyalir melonjaknya insiden penyakit saluran napas itu, ada hubungannya dengan musim dingin yang sedang melanda sebagian negeri Panda.
Tidak hanya rakyat Tiongkok, masyarakat dunia pun masih trauma dengan pandemi COVID-19. Pasalnya, awal merebaknya COVID-19 juga berasal dari Tiongkok. Tepatnya di kota Wuhan, Provinsi Hubei. Kejadiannya juga musim dingin, bulan Desember tahun 2019.
Sejatinya melonjaknya kasus ISN yang berat, bukan kali ini saja terjadi di Tiongkok. Pada tahun 2023 terjadi hal serupa. Peristiwanya dimulai pada pertengahan Oktober, saat musim dingin baru dimulai. Kala itu menimbulkan kecemasan di berbagai negara, karena sempat diberi label “pneumonia misterius”. Pangkal masalahnya dipicu oleh dua jenis mikroba. Masing-masing adalah Respiratory syncytial virus (RSV) dan bakteri Mycoplasma pneumonia (MP).
Tiongkok memang negara super padat penduduk. Kondisi lingkungan demikian, sangat memudahkan persebaran mikroba penyebab ISN. Apalagi pada musim dingin, saat seluruh anggota keluarga cenderung berkumpul bersama di rumah.
Mengapa ISN, khususnya influenza, acap kali melanda Tiongkok? Ada suatu penjelasan anekdotal. Apabila sistem kesehatan mampu mendeteksi dan merespons kejadian secara dini, maka segera dapat mengidentifikasi penyebabnya. Namun jika tidak ada upaya tanggap darurat yang adekuat, dikatakan tidak menemukan kasusnya. Nah, sampai suatu saat bila insidennya telah meningkat, baru dilakukan tindakan untuk meresponsnya. Tentu saja sudah terlambat.
Pengalaman pahit beberapa kali dilanda wabah, membuat Tiongkok jadi sangat waspada. Kini negara tersebut memiliki kapasitas global yang terkemuka, dalam mitigasi influenza.
Influenza sering dianggap sama dengan selesma. Padahal mikroba penyebab kedua penyakit itu sangat berbeda. Meski gejalanya mirip, influenza berpotensi lebih berat dan berbahaya.
Ada terminologi yang mungkin tidak terlalu dipahami awam, tetapi penting untuk diketahui. Virus influenza memiliki banyak struktur. Namun yang krusial dan berdampak langsung pada manifestasi penyakit, diberi kode H/HA (hemaglutinin) dan N/NA (Neuramidase). Hingga kini setidaknya ada 16 subtipe H dan sembilan subtipe N. Virus influenza memiliki tingkat evolusi tertinggi, di antara semua mikroba. Artinya setiap saat mampu bertukar materi genetik di antara subtipe H dan N. Contoh yang paling fenomenal adalah virus influenza A subtipe H1N1. Virus tersebut bertanggung jawab atas pandemi flu Spanyol tahun 1918. Kala itu diperkirakan menyebabkan 20-100 juta kematian penduduk dunia.
Lagi-lagi virus influenza A H1N1 menimbulkan wabah pada tahun 2009. Meski diberi kode tipe A H1N1, tetapi sedikit berbeda dengan virus “nenek moyangnya” yang asli (virus flu Spanyol). Virus “keturunan” itu, disebut dengan strain virus H1N1/pdm09 yang bersumber dari babi. Pdm 09 mengartikan pandemi tahun 2009. Oleh karena itu, peristiwanya lebih dikenal dengan pandemi flu babi. Angka kematian resmi yang dilaporkan, sekitar 284 ribu penduduk dunia. Realita di lapangan, disinyalir jauh melampaui angka tersebut.
Galur virus yang bersumber dari unggas/burung, disebut H5N1. Jenis flu tersebut, pernah terjadi di Indonesia. Pada tahun 2005 tercatat sedikitnya 20 kasus dengan kematian sebanyak 13 orang. Kejadian terakhir kalinya pada tahun 2017. Ada 200 kasus, dengan kematian sebanyak 168 orang.
Masih banyak subtipe virus influenza lainnya. Misalnya H2N2 (flu Asia), H3N2 (flu Hongkong), H7N7, H1N2, dan sebagainya.
Virus influenza terdiri dari tiga “marga” (genus), yaitu influenza A,B, dan C. Di antara ketiganya, virus influenza A paling ganas bila menginfeksi manusia. Namun juga bisa menyerang hewan, khususnya unggas dan babi. Genus B secara eksklusif hanya menyerang manusia, sedangkan genus C bisa menginfeksi manusia, anjing, dan babi. Infeksi oleh genus C sangat jarang terjadi. Biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak.
Sejauh ini, inang paling ideal untuk virus influenza adalah manusia, unggas (terutama burung liar), dan babi. Virus influenza yang menyerang babi, mendapatkan perhatian khusus. Potensi bahayanya sangat tinggi, bila ada dua jenis virus menyerang secara bersamaan. “Perkawinan” keduanya pada babi, bisa “melahirkan” virus influenza jenis baru yang berbeda dengan kedua “induknya”. Perubahannya bisa hanya sebagian, tetapi bisa juga total. Virus “keturunan” baru inilah yang bisa berbahaya dan berpotensi memicu terjadinya pandemi.
HMPV dan RSV relatif lebih sering menyerang anak balita, khususnya di bawah usia satu tahun. Namun juga dapat menyerang orang dewasa, terutama lansia. Antara HMPV, RSV, dan influenza, ketiganya cenderung bersifat musiman. Artinya menimbulkan peningkatan kasus pada musim tertentu, khususnya musim dingin dan semi.
Gejala yang diakibatkan ketiga macam virus tersebut relatif sama, seperti gejala influenza pada umumnya. Prinsipnya, penyakit-penyakit tersebut dapat sembuh sendiri (self limiting disease). Sistem imunitas yang kompeten pada seseorang, mampu mengeliminasinya. Namun pada individu dengan gangguan imunitas (immunocompromised), berisiko mengakibatkan penyakit yang berat, bahkan fatal. Misalnya pada perempuan hamil, balita, lansia, dan individu yang memiliki komorbid atau penyakit kronis.
Sejatinya mayoritas penduduk dunia sudah pernah terpapar oleh ketiga macam virus tersebut. Hal itu bisa dibuktikan dengan terdeteksinya antibodi masing-masing. Namun pada influenza, bisa memiliki makna yang berbeda. Apabila "lahir” jenis virus influenza strain baru, antibodi yang sudah terbentuk tidak mampu mengenalinya lagi. Akibatnya berisiko memantik pandemi.
Seperti halnya COVID-19, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) efektif mencegah ketiga macam penyakit virus di atas. Pencegahan spesifik berupa vaksin influenza, bisa diindikasikan terutama pada individu immunocompromised. Vaksin influenza trivalen (mengandung komponen dari dua galur subtipe A dan satu galur subtipe B), efektif mencegah influenza musiman. Karena potensi evolusinya tinggi, vaksin influenza harus diperbarui setiap tahun.
(Z-9)
Virus HMPV kini menjadi sorotan di dunia medis. Setelah melewati pandemi covid-19, keberadaan virus HMPV mulai terdeteksi di China dan bahkan sudah ditemukan di Indonesia.
HUMAN Metapneumovirus (HMPV) yang baru saja menjadi perbincangan hangat di negara China dan sudah merebak di negara tersebut, kali ini ditemukan di Indonesia.
Virus HMPV ini merupakan virus RNA untai tunggal negatif yang memiliki panjang genomnya sekitar 13.000 nukleotida.
Berkumur dengan air bersih setelah beraktivitas di luar ternyata bukan hanya sekadar kebiasaan. Tetapi juga langkah sederhana yang dapat melindungi tubuh dari ancaman virus berbahaya
Suhu udara yang lembap dan dingin menciptakan lingkungan ideal bagi virus dan mikroba untuk berkembang biak, termasuk Human Metapneumovirus (HMPV).
PENELITI Ahli Madya Pusat Riset Kedokteran Praklinis dan Klinis BRIN Telly Purnamasari Agus menyampaikan, virus Human Metapneumovirus (HMPV) lebih ringan dari covid-19.
PENELITI Ahli Madya Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Telly Purnamasari Agus menyampaikan hingga saat ini Indonesia belum mengembangkan vaksin HMPV.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta menemukan sebanyak 214 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang diakibatkan oleh virus HMPV.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan penyakit Human metapneumovirus (HMPV) belum menjadi penyakit yang luar biasa atau wabah (outbreak) di Indonesia.
KETUA Satgas Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan mengungkapkan bahwa human metapneumovirus atau HMPV tidak berpotensi menjadi pandemi seperti yang terjadi pada covid-19.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved