Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial bagi Perpustakaan dan Pemustaka

Media Indonesia
22/12/2024 13:35
Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial bagi Perpustakaan dan Pemustaka
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sejak 2018 melaksanakan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS).(Dok Perpusnas.)

PERPUSTAKAAN Nasional Republik Indonesia sejak 2018 melaksanakan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Program ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan literasi untuk terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas melalui strategi peningkatan layanan informasi, penyelenggaraan berbagai kegiatan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat, dan penguatan dukungan dari berbagai pihak untuk berkelanjutan. 

Untuk mengevaluasi pelaksanaan program TPBIS Tahun 2022 dan 2023, tahun ini Perpustakaan Nasional melakukan kajian dengan salah satu tujuannya mengetahui perubahan di perpustakaan dan indikasi perubahan di beberapa aspek kehidupan (sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan) yang dirasakan oleh pemustaka pengguna layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Lokus kajian ini meliputi 34 provinsi, 168 kabupaten/kota, dan 546 desa/kelurahan dengan metode pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif.

Untuk mengetahui perubahan di perpustakaan, dilakukan pengukuran peningkatan data sebelum dan sesudah intervensi program pada beberapa aspek sesuai dengan tujuan dan strategi utama program. Pada aspek koleksi buku cetak, sebanyak 81,55% perpustakaan kabupaten/kota mengalami peningkatan koleksi buku cetak dan sebanyak 87,91% perpustakaan desa/kelurahan bertambah koleksi buku cetaknya. 

Sementara untuk koleksi buku digital, sebanyak 47,62% kabupaten/kota mengalami peningkatan jumlah koleksi buku digital. Namun di tingkat desa/kelurahan, hanya 26,92% perpustakaan mitra program yang mengalami peningkatan jumlah koleksi buku digital. 

Selain menambah koleksi buku cetak dan buku digital, perpustakaan mitra program juga berupaya menambah komputer dan kapasitas kecepatan/bandwith internet agar masyarakat dapat mengakses informasi dengan lebih mudah dan cepat. Sebanyak 74,4% perpustakaan kabupaten/kota dan 85,71% perpustakaan desa/kelurahan mengalami penambahan jumlah komputer. Sebanyak 41,67% perpustakaan kabupaten/kota dan 55,68% perpustakaan desa/kelurahan mengalami penambahan rata-rata bandwidth internetnya.

Hasil tersebut menunjukkan perubahan positif atau peningkatan jumlah semua layanan informasi yang ada di perpustakaan kabupaten/kota. Jumlah buku cetak dan digital meningkat, demikian halnya dengan komputer dan kapasitas internet.

Selain peningkatan di aspek layanan informasi, peningkatan jumlah kegiatan perpustakaan juga terjadi baik di perpustakaan kabupaten/kota (77,98%) maupun di perpustakaan desa/kelurahan (83,52%). Program ini membuka persepsi perpustakaan bukan hanya sebagai tempat baca dan pinjam buku, tetapi juga sebagai tempat masyarakat untuk berkegiatan. 

Peningkatan jumlah kunjungan ke perpustakaan terjadi di 84,52% perpustakaan kabupaten/kota dan 84,98% perpustakaan desa/kelurahan. Hal ini dipengaruhi oleh kehadiran komputer dan internet yang menjadi daya tarik tersendiri karena membuat akses informasi menjadi lebih cepat dan mudah. Ragam kegiatan pelatihan terkait teknologi informasi dan komunikasi di perpustakaan juga mendorong minat masyarakat untuk menggunakan layanan internet di perpustakaan.

Sementara itu, kajian pemustaka menunjukkan bahwa pengunjung perpustakaan didominasi oleh masyarakat dengan pendidikan terakhir SMA (43,9%) dan sekitar 25,7% dengan pendidikan terakhir Sarjana S1/D4. Jika dilihat dari status pekerjaan, pengunjung perpustakaan sebanyak 53,5% ialah pekerja dan 22,8% ialah mahasiswa dan pelajar. 

Hal ini menunjukkan bahwa di desa/kelurahan, perpustakaan tidak hanya dikunjungi oleh pelajar, tetapi juga oleh mereka yang sudah bekerja. Sebagian besar responden merupakan wirausahawan (75,4%) dan selebihnya ialah pegawai pemerintah (12,7%), pekerja paruh waktu (7,5%), dan pegawai swasta (4,5%). 

Hal ini menjadi indikasi bahwa pendekatan inklusi sudah diterapkan oleh perpustakaan didukung dengan ragam kegiatan untuk berbagai kalangan masyarakat, seperti kelompok ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, sampai anak-anak, bahkan kelompok disabilitas. Pada kajian ini ada 6,6% responden merupakan kelompok disabilitas.

Dampak yang dirasakan oleh pemustaka antara lain 81,6% prestasi akademik meningkat, 89,7% keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) meningkat, 72,8% mendapatkan tawaran pekerjaan, 85,86 % kesehatan meningkat setelah mengakses informasi di perpustakaan, 85,6 % terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan, 75% dapat berkomunikasi jarak jauh dengan keluarga dan teman, 83,5% dapat menghemat waktu dengan mengakses layanan pemerintah menggunakan teknologi di perpustakaan. 

Hal menarik dari pemanfaatan perpustakaan oleh pemustaka ini ialah dampak yang berkelanjutan. Tidak hanya berhenti pada pemustaka, manfaat berkunjung ke perpustakaan juga dirasakan oleh teman-teman dan anggota keluarga pemustaka. Salah satu contohnya ialah peningkatan pengetahuan tentang kewirausahaan juga dirasakan manfaatnya oleh anggota keluarga lain yang turut merasakan ekonomi mereka membaik.

Secara garis besar, pemustaka baik yang berkunjung ke perpustakaan kabupaten/kota maupun perpustakaan desa/kelurahan menganggap bahwa perpustakaan berperan sebagai tempat untuk belajar atau menambah wawasan dan keterampilan. Peran ini dianggap penting dalam fungsi perpustakaan sebagai tempat pembangunan literasi karena masyarakat mendapatkan akses lebih mudah ke informasi dan layanan digital yang tidak semua masyarakat memilikinya. (RO/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya