Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Membedah 3 Buku Sejarah Demokrasi Indonesia Pada Pemilu 2024 yang Buruk Rupa

 Lina Herlina
13/12/2024 07:14
Membedah 3 Buku Sejarah Demokrasi Indonesia Pada Pemilu 2024 yang Buruk Rupa
Ilustrasi(MI/LINA HERLINA)

TIGA buku terkait Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2024 diluncurkan secara serentak di lima kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Padang, Surabaya dan Makassar sendiri, Kamis (12/12). Buku tersebut karta pengacara Todung Mulya Lubis dan beberapa orang lainnya, dan dihadiri Presiden RI ke-5 Megawati Soekarno Putri sebagai pembicara kunci.

Buku-buku tersebut, mencatatkan dinamika politik yang signifikan dalam sejarah demokrasi Indonesia. Di tengah perdebatan hukum, etika, dan psikologi, publik turut berperan dengan menyuarakan aspirasi melalui amicus curiae alias sahabat pengadilan. 

Menawarkan analisis mendalam mengenai lika-liku sengketa Pilpres 2024, menyajikan berbagai perspektif, termasuk kajian hukum, refleksi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan suara publik selama proses sengketa.

Ketiga buku tersebut berjudul, Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024. Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis 
terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024, dan Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK.

Khusus di Kota Makassar, hadir dua narasumber yang membedah buku tersebut, yaitu Fajlurrahman Jurdi, Akademisi Hukum dan Tata Negara Universitas Hasanuddin, dan Hasrullah, yang juga akademisi dari Unhas membahas dari sisi sosial dan politik.

Jurdi berpendapat, ketiga buku tersebut punya materi serupa, tapi konten yang berbeda. "Ketiga buku tersebut sangat kritis sekaligus menunjukkan progresif buruk rupa Pemilu 2024, yang tidak hanya dilakukan oleh satu institusi tapi hampir semua lembaga. Dan ini menjadi ancaman demokrasi, yang membuat kita digiring ke tiang gantungan," katanya.

Bahkan katanya, buku tersebut menggambarkan sebuah cara culas dan licik memperoleh kekuasaan. "Tiga buka itu, bagaimana mereka (Penguasa) ditunggangi kepentingan penguasa, sehingga lahir suatu negeri yang penuh buruk rupa demokrasi, karena bagaiman abuse of power terkoordinasi, sehingga terjadi nepotisme yang membajak hukum serta aturan negara," lanjut Jurdi.

Sementara Hasrullah lebih mengkaji bahwa tiga buku tersebut mejadi gambaran fakta dan opini yang terbentuk pada prosesi Pilpres 2024, terjawab secar komprehensif, karena bisa dilihat dari sudut pandang hukum, politik, maupun etis, serta dari sisi psikologis.

"Peluncuran buku ini dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu aspek konstruksi dan aspek sosial. Sehingga ke depan buku ini bukan untuk menghakimi, melainkan untuk dijadikan pembelajaran ke depannya, agar tidak terjadi hal serupa," pungkas Hasrullah.

Secar umum, buku pertama yang berjudul  Antara Hukum dan Politik: Membedah Permohonan dan Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024, menyajikan perdebatan komprehensif tentang pelaksanaan Pilpres 2024 yang tidak hanya dilihat dari aspek hukum, tetapi juga politik, etika, dan psikologi. Buku ini, mengupas dinamika persidangan hingga Putusan MK, lengkap dengan argumentasi para pakar dan hakim konstitusi. Buku yang menggugah kesadaran akan pentingnya integritas demokrasi, karya ini menjadi referensi penting bagi praktisi hukum dan akademisi, dengan semangat utama "Melawan TSM, Menegakkan Konstitusi."

Buku kedua, Keadilan Elektoral di Mahkamah Konstitusi: Tanggapan Beberapa Penulis terhadap Putusan MK soal Hasil Pilpres 2024, membahas mengenai Putusan MK No. 2.PHPU.PRES-XXII/2024 yang memutus terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Para ahli yang terlibat menyusun analisis dari lima tema utama, yaitu kewenangan MK, solusi alternatif yang dapat diadopsi oleh MK, dilema keadilan prosedural dan substantif, beban pembuktian dalam Pemilihan Umum, serta dampak putusan MK terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum berikutnya. 

Buku ini menawarkan analisis mendalam bagi pembaca yang ingin memahami kompleksitas hukum elektoral di Indonesia.

Lalu buku ketiga, Suara Publik Bergaung di MK: Kepedulian dan Perhatian Masyarakat pada MK. Buku itu,  mengabadikan suara publik dan dinamika persidangan selama sengketa Pemilihan Presiden 2024 di MK. Melalui amicus curiae dari berbagai pihak, seperti akademisi, organisasi advokat, dan seniman, buku ini mencerminkan partisipasi masyarakat dalam proses hukum. 

Buku ini menyoroti bagaimana kegelisahan publik terhadap proses demokrasi yang menjadi suara kolektif dan mempengaruhi tekanan perjalanan persidangan. "Ketiga buku ini menjadi catatan penting untuk memahami tantangan dan kompleksitas penyelenggaraan demokrasi Indonesia pada saat Pilpres 2024 serta bagaimana peran hukum, politik, dan masyarakat saling berinteraksi dalam menjaga keadilan dan demokrasi," tanda Todung sebagai penulis utama buku.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya