Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
CONFERENCE Of the Parties (COP) 29 UNFCCC yang tengah berlangsung di Baku, Azerbaijan saat ini merupakan momen penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmen sejati terhadap masa depan yang bebas dari fosil dan mengedepankan energi terbarukan. Hal itu diungkapkan oleh Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu.
“Sebagai negara berkembang dengan potensi energi terbarukan yang sangat besar, Indonesia perlu menunjukkan kepemimpinan dalam komitmen iklim di COP29,” kata Bondan saat dihubungi, Minggu (10/11).
Menurut dia, dalam forum itu, Indonesia perlu menegaskan komitmennya untuk menghapuskan penggunaan batu bara dan gas secara bertahap, serta menghentikan pembangunan PLTU captive yang hanya menguntungkan korporasi besar dan pengusaha batu bara.
“Indonesia juga harus menunjukkan penguatan energi terbarukan. Indonesia harus meningkatkan target kapasitas energi terbarukan dengan rencana implementasi yang transparan dan ambisius, melibatkan masyarakat dan mendukung inovasi serta investasi di sektor ini,” beber dia.
Selain itu, Indonesia harus memastikan bahwa transisi energi tidak hanya mengungtungkan sektor industri, tapi juga membawa manfaat nyata bagi masyarakat lokal.
Yang tak kalah penting, dalam COP29, Indonesia juga harus memastikan bahwa setiap dana yang diperoleh dalam rangka iklim digunakan secara transparan untuk mendukung proyek energi terbarukan, dan bukan untuk energi fosil terselubung.
“Dengan mengambil langkah-langkah ini, Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam upaya transisi energi berkeadilan, tanpa bergantung pada solusi palsu yang justru memperpanjang dan memperparah krisis iklim,” pungkas Bondan. (H-2)
Indonesia memiliki potensi besar dengan carbon credit sebesar 570 juta ton yang telah diverifikasi, dan ada tambahan 600 juta ton yang akan ditawarkan ke pasar internasional.
Aturan yang jelas dalam penerapan pasar karbon diperkirakan akan menghasilkan aliran keuangan sebesar USD1 triliun per tahun pada 2050 secara global.
Korban terbesar dari perubahan iklim adalah negara miskin atau negara yang wilayahnya rentan terhadap naiknya permukaan air laut. Belum lagi dampak keamanan pangan (food security).
Negara-negara berkembang akan membutuhkan USD 1,1 triliun setiap tahunnya untuk pendanaan iklim.
PRESIDENSI COP29 meluncurkan Digitalisation Day pertama dalam konferensi global dengan dukungan lebih dari 90 pemerintah dan lebih dari 1.000 anggota komunitas teknologi digital
Pembicara yang terdiri dari delapan pemuda dari berbagai negara serta lima pembicara senior sebagai perwakilan PBB, lembaga pemerintah, swasta dan non-profit organizations.
Kemah pengkaderan ini juga mengangkat persoalan-persoalan lingkungan, seperti perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam.
"Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus menjadi vektor utama. Keberadaan dan penyebarannya yang meluas menjadikan arbovirus sebagai ancaman serius,”
Fenomena salju langka menyelimuti Gurun Atacama, wilayah terkering di dunia, menghentikan sementara aktivitas observatorium ALMA.
Dalam serangkaian lokakarya yang digelar selama lima hari tersebut, para musisi membahas akar penyebab krisis iklim, peran seni dan budaya dalam mendorong perubahan nyata.
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Masuknya genangan rob tak hanya ke permukiman warga di pesisir pantai, tapi sudah meluap sampai ke jalan raya
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved