Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
ALIANSI Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan telah berhasil memetakan luas wilayah adat seluas 265 ribu hektare lebih yang tersebar di delapan kabupaten di Provinsi Kalsel. Peta wilayah adat ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah guna percepatan pengakuan masyarakat adat di Kalsel.
Hal ini diungkapkan Ketua AMAN Kalsel, Rubi di sela-sela kegiatan Seminar Nasional bertema Dinamika dan Tantangan Masyarakat Adat di Kalimantan Selatan, Sabtu (2/11) di Banjarmasin. "AMAN bersama Walhi telah berhasil memetakan luas wilayah adat yang tersebar di delapan kabupaten dengan luas lebih dari 265 ribu hektare. Ini nantinya kita harapkan dapat menjadi acuan pemerintah terkait pengakuan wilayah adat di Kalsel," ungkapnya.
265 ribu hektare wilayah adat ini termuat dalam 53 peta wilayah yang di dalamnya ada 270 komunitas adat. Sementara luas hutan adat di Kalsel mencapai 66.347 hektare. "Kita terus mendorong agar pemerintah mengakui adanya masyarakat adat di Kalsel, termasuk hak-hak masyarakat adat yang harus dilindungi," ujar Rubi.
Seminar terkait masyarakat adat ini diselenggarakan AMAN Kalsel berkerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. Terkait seminar ini, Rubi mengatakan pentingnya pemahaman dan peran masyarakat adat di daerah dalam memperkuat hubungan dengan pemerintah, mencari solusi atas masalah dihadapi masyarakat adat selama ini.
"Kita menginginkan adanya kebijakan inklusif yang berpihak pada masyarakat adat, kelestarian alam terutama pegunungan meratus. Lewat seminar ini kita menyediakan platform bagi akademisi dan aktivis untuk melakukan penelitian, serta memberi motivasi bagi generasi muda untuk lebih peduli pada lingkungan dan hak-hak masyarakat adat," kata Rubi.
Seminar ini diikuti ratusan peserta yang berasal dari mahasiswa ULM, organisasi lingkungan dan perwakilan masyarakat adat dari berbagai daerah. Prof Mirza Satria Buana, Ketua Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang menjadi salah satu pemateri dalam seminar tersebut memaparkan tentang "hak atas pembangunan bagi masyarakat adat" yang selama ini belum menjadi perhatian pemerintah.
Menurutnya persoalan yang dihadapi masyarakat adat ini terjadi di banyak negara. "Awal mula diskriminasi masyarakat adat ini sudah terjadi sejak jaman kolonialisme. Bahkan ada asumsi untuk pembangunan dan kepentingan yang lebih besar masyarakat adat harus dipinggirkan," ujar Mirza.
Lebih jauh dikatannya berdasarkan Kovenan Hak Sipil Politik, diatur tentang hak masyarakat adat dalam menentukan nasibnya sendiri dan berpartisipasi. Kemudian hak minoritas dimana setiap minoritas berhak menikmati budaya, menjalankan dan mempraktekkan agama dan bahasa lokal, tidak boleh ada didiskriminasi seperti ulayat. Termasuk hak mengelola SDA, memanfaatkan dan menikmati secara penuh SDA yang ada di wilayah adat. (H-2)
Aksi unjuk rasa berlangsung di kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru, Jumat (15/8).
Acara bersejarah ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan sebuah pernyataan politis dan kultural yang akan menegaskan kembali relevansi hukum adat.
SEBANYAK 400 ribu hektare telah ditetapkan sebagai Hutan Adat oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Hal itu dilakukan sebagai upaya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat.
"Pengakuan adalah pondasi penting dari upaya perlindungan dan pemajuan hak Masyarakat Adat,"
Koordinator aksi Arifin sangaji dalam orasinya, menyebut aktivitas perusahaan tersebut telah menimbulkan dampak lingkungan, merampas tanah adat, dan memicu kriminalisasi terhadap warga.
DOSEN Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menjelaskan ada beberapa negara yang sudah menerapkan regulasi tentang masyarakat adat seperti di Filipina hingga Australia.
WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah masih bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar persoalan.
Kegiatan industri ekstraktif seperti pertambangan dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan apalagi jika dibarengi dengan hilangnya kekayaan biodiversitas.
"Karena Pulau Gag masuk dalam kategori pulau kecil, kegiatan penambangan bukan kegiatan yang diprioritaskan, serta dilarang sebagaimana Pasal 1 angka 3, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf K,"
Walhi sebut pertambangan, baik yang berizin maupun tidak akan berdampak pada manusia dan lingkungan. Hal itu disampaikan merespons tambang nikel di Raja Ampat
MANAJER Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Walhi, Uli Artha Siagian, mengatakan bahwa tambang di Raja Ampat merupakan gambaran dari sebagian besar pulau-pulau kecil dan pesisir.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan juga terindikasi melakukan korupsi sumber daya alam (SDA) ke Kejaksaan Agung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved