Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Masyarakat Adat di Halmahera Timur Terancam, Mahasiswa Berdemo di Kejagung

Putri Anisa Yuliani
08/8/2025 20:41
Masyarakat Adat di Halmahera Timur Terancam, Mahasiswa Berdemo di Kejagung
Aksi demo di depan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung.(Dok FORMAT-PRAGA)

SEJUMLAH mahasiswa Maluku Utara yang tergabung dalam Front Mahasiswa Maluku Utara Pro Warga Maba Sangaji (FORMAT-PRAGA) menggelar aksi di depan Gedung Kejaksaan Agung RI dan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (8/8).

Mahasiswa yang datang dengan menggunakan sedikitnya 20 mikrolet, menuntut Kejagung segera mengirimkan tim investigasi ke Halmahera Timur untuk melakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas perusahaan tambang yang dinilai merugikan warga adat Maba Sangaji.

Koordinator aksi Arifin sangaji dalam orasinya, menyebut aktivitas perusahaan tersebut telah menimbulkan dampak lingkungan, merampas tanah adat, dan memicu kriminalisasi terhadap warga.

Mahasiswa menegaskan bahwa tuntutan mereka bukan sekadar reaksi spontan, melainkan bentuk solidaritas terhadap warga adat Maba Sangaji yang saat ini sebagian warganya masih menjalani proses hukum.

Menurut mereka, keberadaan tambang tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga memicu konflik sosial yang berkepanjangan.

“PT ini sudah terlalu lama beroperasi tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan dan hak-hak masyarakat adat. Kami minta ini dihentikan,” ujar Arifin dalam keterangannya.

Minta Pengawalan Persidangan

Selain mendesak audit dan pencabutan izin, massa juga meminta Kejaksaan Agung melakukan supervisi langsung terhadap persidangan kasus warga adat Maba Sangaji yang berlangsung di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan.

Mereka berharap proses hukum berjalan transparan, tanpa intervensi, dan berpihak pada keadilan substantif.

“Kami minta Kejagung hadir mengawal langsung sidang di PN Soasio agar semua prosesnya adil dan tidak ada permainan hukum," pinta Arifin.

Aksi yang berlangsung damai itu ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap dan penyerahan dokumen tuntutan kepada perwakilan Kejaksaan Agung.

"Kami juga mendesak Kejaksaan Agung dan Mabes Polri untuk mengusut potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai hampir Rp10 triliun akibat aktivitas tambang ini. Kasus ini adalah cerminan dari fenomena state capture ketika kebijakan negara dikendalikan oleh segelintir elit ekonomi dan politik," tegasnya.

"Warga yang mempertahankan ruang hidup diperlakukan sebagai ancaman, sementara korporasi perusak lingkungan justru dilindungi sebagai investor. Inilah saat ketika hukum berhenti menjadi alat keadilan, dan berubah menjadi instrumen kekuasaan yang membungkam rakyat. Tindakan aparat dalam kasus ini jelas tidak mencerminkan prinsip keadilan. Pertanyaannya, mengapa dugaan pelanggaran hukum oleh PT ini tidak diusut oleh Mabes Polri?," pungkasnya. (E-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya