Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Masyarakat Adat Kolontobo Siap Tunjukkan Kekuatan Kearifan Lokal dalam Menjaga Laut

Alexader P. Taum
11/8/2025 22:22
Masyarakat Adat Kolontobo Siap Tunjukkan Kekuatan Kearifan Lokal dalam Menjaga Laut
Panorama pantai di Lembata, Lestari karena Muro.(MI/Alexander)

SEBELAS Agustus 2025, Desa Kolontobo, kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur bakal menjadi pusat perhatian saat  Festival Muro perdana bertajuk ‘Pau Ribu Gota Ratu’ digelar pada 22-23 Agustus 2025 mendatang.

Acara bersejarah ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan sebuah pernyataan politis dan kultural yang akan menegaskan kembali relevansi hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan. 

Momen sakral pembukaan zona laut Muro, yang telah ditutup selama satu tahun penuh, akan disaksikan secara langsung oleh Gubernur NTT, segenap anggota Komisi II DPRD NTT, serta delegasi pemerintah dan pimpinan LSM dari Jakarta.

Festival ini akan menandai puncak dari pengabdian kolektif masyarakat Desa Kolontobo yang menjaga laut mereka melalui sistem Muro. Muro bukan hanya sistem tutup-buka area penangkapan ikan, melainkan tatanan adat yang menyatukan nilai spiritual, sosial, dan ekologis. Selama masa penutupan, lembaga adat memegang kendali penuh, memastikan laut diberi waktu untuk pulih tanpa campur tangan dan tanpa imbalan finansial.

“Festival ‘Pau Ribu Gota Ratu’ adalah syukuran kami kepada alam dan para leluhur. Ini juga akan menjadi panggung kami untuk menunjukkan kepada para pemimpin di tingkat Provinsi dan Nasional bahwa cara kami menjaga laut ini nyata dan berhasil,” ujar Lambertus Nuho, Kepala Desa Kolontobo.

“Kami tidak akan menggelar pesta pora, melainkan sebuah ritual sakral yang terbuka. Kehadiran Bapak Gubernur dan para pejabat adalah kehormatan, dan kami berharap ini menjadi langkah awal untuk lahirnya pengakuan hukum yang permanen bagi wilayah adat kami,” sambungnya.

Acara ini secara khusus dirancang untuk mendorong lahirnya regulasi formal, baik di tingkat desa (Perdes) maupun provinsi (Perda Provinsi NTT), yang melindungi praktik kearifan lokal seperti Muro. Kehadiran para pemangku kebijakan diharapkan dapat membangun komitmen bersama untuk mendukung pelestarian laut yang berbasis pada pengetahuan komunitas adat.

Direktur LSM Barakat, Benediktus Pureklolong, selaku mitra pendamping masyarakat, menambahkan, “Apa yang dilakukan masyarakat Kolontobo adalah solusi nyata untuk tantangan zaman, termasuk perubahan iklim. Muro adalah bukti bahwa konservasi paling efektif adalah yang lahir dan dijaga oleh komunitas itu sendiri.

Festival ini adalah jembatan untuk menghubungkan pengetahuan adat dengan kebijakan modern, memastikan warisan ini tidak hanya hidup, tetapi juga dilindungi oleh negara. (H-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya