Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
SEORANG perempuan asal pesisir Kota Bontang, Kalimantan Timur, mengabdikan diri untuk menjaga ekosistem laut dengan caranya sendiri. Namanya adalah Suryani Ino. Dia menceritakan bahwa sedari kecil, dia merasa bangga dengan ekosistem laut yang ada di daerahnya.
“Sebagian anak pesisir saya sangat bangga karena pesisir kita itu sangat kaya banget. Dari kecil saya tinggal di laut Kota Bontang, laut sudah menjadi rumah bagi saya. Tempat saya bermain sejak kecil, saya memancing bersama teman-teman, mencari ikan, kepiting, udang, sudah biasa melihat keberagaman yang ada di bawah laut,” ungkapnya dalam acara .Youth Conservation Fest 2024' di Taman Wisata Alam Angke, Jakarta, Selasa (1/10)
Lebih lanjut, founder Srikandi Konservasi, komunitas perempuan yang melestarikan lingkungan tersebut menambahkan bahwa sayangnya saat ini kondisi lautan Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Baca juga : KM Soneta Tenggelam, Penyebabnya Hantaman Gelombang Laut Setinggi Dua Meter
“Ketika hari ini kita datang ke laut Indonesia apa yang kita temukan? Yang kita temukan adalah sampah. Dulu pas saya kecil enggak ada sampah itu. Sampai dewasa semakin banyak sampahnya. Dari mana sumbernya? Sudah pasti sumbernya adalah dari kita,” kata Suryani.
“Bahkan sampai hari ini kita sebagai manusia belum mampu membersihkan laut kita dan sampai hari ini kita belum bisa menanggulangi sampah yang masih bertebaran di mana-mana. Merusak ekosistem laut kita, mengotori ekosistem laut kita, dan sampah plastik ini sangat berbahaya. Dia tidak bisa hilang, dia hanya bisa terurai menjadi mikro plastik, butiran-butiran kecil yang ada di laut dan itu termakan oleh ikan,” sambungnya.
Alumni Green Leadership Indonesia tersebut juga menegaskan bahwa sebagai anak pesisir yang setiap hari makan ikan laut, di dalam perutnya kini sudah terkandung sampah plastik. Dia juga telah meneliti bahwa ikan di Bontang sudah terkontaminasi sampah plastik.
Baca juga : Tim SAR Evakuasi Tiga Nelayan Aceh yang Terapung 14 Hari di Samudera Hindia
Tidak hanya itu, terumbu karang juga sudah rusak dan hancur. Hal ini membuatnya harus mendatangi kampung nelayan yang bernama Kampung Salona untuk menanyakan kondisi terumbu karang ini.
“Mereka itu dengan jujur menjelaskan bahwa itu terjadi karena kesalahan mereka. Para nelayan ingin mencari ikan sebanyak-banyaknya dengan mudah dan melakukan ilegal fishing. Mereka bom ikan, memakai potassium, pukat harimau dan tinggal dilempar ke laut, ikan akan naik ke permukaan laut,” tegas Suryani.
“Tapi saya bersyukur masih ada segelintir nelayan yang masih peduli dengan kelestarian laut,” lanjutnya.
Baca juga : Potensi Gelombang Laut 2 Meter, Nelayan, dan Pelaku Kegiatan Wisata Bahari Diminta Waspada
Berhenti bekerja
Kecintaannya terhadap kondisi laut di Bontang juga membuat Suryani memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya agar dapat fokus untuk melindungi keanekaragaman laut di kota kelahirannya tersebut.
Untuk itu, dia membuat ekowisata di Kampung Salona dengan menyediakan 3 wisata. Yaitu wisata kapal telusur, snorkling, dan diving. Di wisata kapal telusur, dirinya mengajak wisatawan untuk berkeliling bahari laut Kota Bontang yang diselingi dengan edukasi kelautan.
Tujuan yang pada awalnya untuk mengampanyekan tentang kelestarian laut kepada masyarakat luas melalui wisatawan, rupanya juga memberikan berkah tersendiri bagi para nelayan. “Akhirnya yang tadinya nelayan kesusahan mencari ikan karena terumbu karang di tempat mereka rusak, mereka mendapatkan tambahan penghasilan baru dengan ekowisata. Jadi saya merasa bangga dapat membantu masyarakat nelayan mendapatkan penghasilan tambahan itu,” tandas Suryani. (S-1)
KOTA Surabaya akan menjadi lokasi pertama proyek kemitraan pemerintah Indonesia dan UEA dalam penanganan sampah plastik sungai untuk mencegah kebocoran di perairan laut.
DATA Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan total luas terumbu karang di Indonesia mencapai 2,5 juta hektar. Namun, sekitar 70% atau 1,75 juta hektar dalam kondisi rusak
Perubahan iklim dapat mengganggu ketahanan dan hasil tangkapan ikan, serta memengaruhi komunitas pesisir, karena dapat menurunkan produktivitas perairan.
Upaya menjaga kelestarian kawasan konservasi Gili Matra ini tidak hanya bergantung pada masyarakat setempat, tetapi juga hasil dari sinergi dengan berbagai pihak, termasuk BRI.
Pentingnya pengembangan kapal induk otonom sebagai solusi modern untuk menjaga keamanan laut Nusantara.
Paus tidak hanya berperan sebagai predator besar di lautan, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam siklus nutrisi laut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved