Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tanpa Payung Hukum, Penghancuran Ruang Hidup Masyarakat Adat Terus Terjadi 

Ihfa Firdausya
11/10/2024 18:21
Tanpa Payung Hukum, Penghancuran Ruang Hidup Masyarakat Adat Terus Terjadi 
Massa dari berbagai adat dan suku nusantara yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (GERAK MASA) berunjuka rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (11/10/2024).(MI/Usman Iskandar.)

 

PENELITI Sajogyo Institute Eko Cahyono menuturkan bahwa penghancuran terhadap ruang hidup masyarakat adat terus-menerus terjadi. Ia menilai salah satu akar masalahnya ialah ketiadakan payung hukum yang secara khusus melindungi masyarakat adat. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat tidak kunjung dibahas dan disahkan oleh pembuat undang-undang. 

Pria yang juga Mahasiswa Doktoral Soiologi Pedesaan IPB University itu menuturkan RUU Masyarakat Adat memiliki peran krusial sebagai bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan wilayah adat serta beragam pengetahuan lokal arif terkait kelestarian dan konservasi alam adat yang telah diakui sebagai jawaban atas beragam krisis ekologisme global. 

Baca juga : Desak Sahkan RUU Masyarakat Adat, AMAN: Setiap Saat Tanah Kami Dirampas

"Jika tanpa penyelamatan serius, melalui pengakuan negara secara menyeluruh potensi itu akan hilang dan rusak untuk masa depan," kata Eko kepada Media Indonesia, Jumat (11/10).

Ketiadaan payung hukum, sambungnya, membuat masyarakat adat pada posisi rentan dalam konflik agraria. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat hingga akhir 2023 konflik agraria di era Jokowi lebih tinggi dua kali lipat dengan 2.939 kasus dibanding era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 1.354 kasus.

Eko mencontohkan bahwa konflik agraria, khususnya akibat dari ekspansi kebijakan proyek strategis nasional (PSN) banyak yang berbenturan dengan wilayah adat, seperti kasus Rempang, IKN, Wisata Premium Labuhan Bajo, Danau Toba, dan lain-lain.

Baca juga : 20 Tahun Tak Kunjung Rampung, RUU Masyarakat Hukum Adat Mendesak Disahkan

"Sehingga jika ada pengakuan yang lebih menyeluruh atas wilayah masyarakat adat, potensi konflik agrarian bisa dicegah lebih dini," kata dia.

Menurutnya, akar konflik agraria di wilayah adat dimulai dari asumsi bahwa wilayah adat adalah kosong (tak berpenghuni) sebab masyarakat adat belum diakui negara.

"Tak heran jika pemerintah/negara bisa sewenang-wenang memberikan izin dan konsesi ke perusahaan (nasional dan swasta) di wilaya merkea. RUU Masyarakat Adat penting sebab di dalamnya memuat kepastian hak masyarakat adat atas tanah dan alamnya," pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya