Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
JUMLAH perempuan yang akan menjadi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 mencapai hampir setengah total pemilih secara nasional. Namun, belum banyak narasi terkait kebutuhan atau peran perempuan dalam visi, misi dan program para paslon yang disuguhkan di berbagai daerah pemilihan.
Dewan Pembina Perludem sekaligus Pengajar Hukum Pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengajak para perempuan untuk lebih kritis dan bijak dalam menentukan pilihannya pada Pilkada Serentak pada 27 November mendatang. Menurutnya, para perempuan harus mengenali kebutuhannya sebagai seorang pemilih.
“Kenali dulu apa yang menjadi persoalan di lingkungan kita (perempuan), lalu apa yang kita butuhkan kemudian dikaitkan dengan seperti apa solusi yang ditawarkan dari para calon. Jadi kita kenali dulu kebutuhan kita sebagai pemilih,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Senin (9/9).
Baca juga : Golkar : PAW Caleg Terpilih Dipicu Pilkada
Persoalan dan kebutuhan yang dimaksud Titi merupakan berbagai bentuk permasalahan dari lingkungan terkecil mulai dari tingkat keluarga hingga lingkungan sekitar. Melalui identifikasi permasalahan tersebut, para pemilih perempuan bisa merelevansikannya pada visi, misi, dan program para calon yang berkontestasi.
“Dengan kita mampu mengidentifikasi dan mengenali apa yang menjadi persoalan di sekitar kita, maka kemudian kita ikuti langkah kedua yaitu cermati visi, misi, program atau gagasan yang ditawarkan oleh para calon. Apakah program dan gagasan yang mereka tawarkan itu mencerminkan solusi atau kemudian tawaran kebijakan untuk menyelesaikan persoalan yang kita dan lingkungan sedang hadapi?” tuturnya.
Kendati demikian, Titi mengungkapkan dokumen mengenai gagasan dan program yang disusun bersama para ahli itu bisa saja dibuat secara komprehensif dengan menyuguhkan janji-janji semata, sehingga pemilih tidak bisa berhenti hanya pada melihat dan mencermati gagasan serta program yang ada.
Baca juga : Pilkada Ulang Diusulkan Maksimal satu Tahun
“Bahwa yang paling penting adalah mencermati rekam jejak dan latar belakang calon. Supaya untuk mengecek, mengkonfirmasi, mengklarifikasi, misalnya apakah tawaran program dan gagasan itu didukung oleh rekam jejak yang mumpuni atau terukur? Bahwa dia memang bisa memenuhi apa yang menjadi janji politiknya,” ungkapnya.
Menurut Titi, para pemilih khususnya perempuan harus bisa memeriksa dan menilai kapabilitas para calon yang ada. Sebab sering kali, program dan gagasan yang ditawarkan tersebut bertentangan dengan rekam jejaknya sehingga akan menjadi sebuah paradoks.
“Bisa saja begini, dia punya program terkait peningkatan pemberdayaan perempuan dan menekan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga melalui penciptaan upaya lapangan kerja yang lebih inklusif. Tapi ternyata, rekam jejaknya menunjukkan bahwa dia pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Itu berarti apa yang menjadi tawaran kebijakan tidak didukung oleh rekam jejak,” imbuhnya.
Baca juga : Bawaslu Tidak Bisa Menindak Kandidat yang Curi Start Kampanye
Titi menilai, perempuan adalah pemilih yang loyal sehingga akan lebih mudah untuk menjadi sasaran dari praktik jual beli suara hingga kasus politik uang. Selain itu, relasi patriarkis juga mengakibatkan perempuan mengalami pemaksaan pilihan.
“Karena dia lebih loyal untuk datang ke TPS dan cenderung lebih amanah. Jadi, kalau disuruh pilih A, ya akan pilih A. Maka kemudian dia lebih rentan menjadi sasaran jual-beli suara. Perempuan atau anak perempuan itu lebih rentan dieksploitasi karena relasi kuasa atau hubungan yang sifatnya patriarki,” jelasnya.
Tantangan lain bagi perempuan pemilih lanjut Titi, yaitu adanya beban ganda yang membuat perempuan bisa semakin tereksklusi atau terpinggirkan ketika informasi dan pendidikan kepemiluan tidak tersampaikan secara aksesibel dan komprehensif.
Baca juga : Gunakan Suket Pengganti Ijazah, Bacabup Manokwari Selatan Diminta Beri Penjelasan ke Publik
“Tentu kita mencermati program-program yang nanti akan ditawarkan, apakah visi- visinya akan menjawab isu perempuan dan anak khususnya di daerah pilihannya. Kemudian komitmen politiknya nanti, jadi mengawalnya tidak hanya pada saat kampanye, tapi juga apakah nanti ada implementasi dari program dan visi-misi yang mereka tawarkan,” ungkapnya.
Pada Pemilu 2024, KPU menetapkan total Daftar Pemilih Tetap (DPT) termasuk di luar negeri sebanyak 204.807.222 pemilih. Pemilih laki-laki 101.467.243, pemilih perempuan 101.589.505 dengan jumlah pemilih dalam negeri Pemilu 2024 se-Indonesia sebanyak 203.056.748.
“Jadi perempuan cenderung lebih loyal untuk menggunakan hak pilih karena perempuan lebih banyak di rumah. Sementara TPS itu di dekat rumah, jadi itu juga yang membuat mereka lebih tertib untuk datang ke TPS. Tapi kenapa justru jumlah keterpilihan calon perempuan masih saja rendah? Karena belum banyak narasi terkait kebutuhan atau peran perempuan dalam visi, misi, dan program,” tandasnya. (Z-9)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) memberikan perhatian khusus kepada segmen pemilih perempuan dalam Pemilihan Kepala Daerah Pilkada Sumbar 2024.
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Hasil Mahkamah Partai, terbukti bahwa Tia melakukan pergeseran jumlah suara. Hal ini dilakukan supaya memperoleh suara tertinggi di daerah pemilihannya yaitu Banten I.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved