Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
BADAN Pusat Statistik menyebut biaya pendidikan jadi penyumbang utama inflasi Agustus 2024. Tren inflasi tertinggi terjadi pada biaya sekolah dasar yang sebesar 1,59 persen, diikuti oleh biaya sekolah menengah pertama sebesar 0,78 persen, biaya akademi/perguruan tinggi 0,46 persen, serta biaya sekolah menengah atas 0,36 persen.
Kasus di Jakarta misalnya menunjukkan, ternyata banyak lembaga pendidikan, khususnya sekolah dasar di daerah ini menaikkan iuran sekolah sehingga memicu inflasi pada Agustus 2024. Dilihat dari kelompok pendidikan, komoditas utama penyebab inflasi pada Agustus 2024 adalah biaya iuran SD dan SMP. Hal senada juga terjadi di Jawa Timur. Pada Juli 2024 inflasi mencapai 2,13 persen, dengan penghitungan pengeluaran terbesar di biaya pendidikan.
“Ini kenyataan aneh. Bagaimana bisa, pendidikan dasar yang mestinya wajib dibiayai dan ditanggung oleh pemerintah kok malah jadi penyumbang inflasi terbesar. Tarif biaya sekolah yang terus meroket ini menunjukkan bahwa pemerintah belum melaksanakan amanah konstitusional pasal 31 UUD 1945 soal kewajiban pemerintah dalam pembiayaan pendidikan bagi setiap warga negara,” kata Kornas Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji dalamketerangan resmi, Selasa (3/9).
Baca juga : Kenaikan Anggaran Belum Dibarengi Komitmen Wujudkan Pendidikan Berkualitas dan Berkeadilan
Pendidikan di Indonesia ternyata masih saja jadi barang mewah yang mahal. Berdasarkan data survei HSBC pada 2018, Indoesia termasuk dalam 15 besar negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia. Rata-rata nasional, dari jenjang SD sampai Sarjana, membutuhkan biaya sejumlah US$18.422 atau sekitar Rp287 juta. Jumlah biaya ini tergolong lebih tinggi dari negara Perancis yang mencapai 17.708 atau sekitar Rp260 juta.
“Karena biaya pendidikan dasar yang masih tinggi, maka masih ditemukan jutaan anak-anak tidak bisa sekolah. Hal ini jelas berdampak pada keberlanjutan anak untuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Puncak kesenjangan dan ketimpangan akan kian terlihat nyata di jenjang pendidikan tinggi,” kata Ubaid.
Berdasarkan hasil Survei Sosiekonomi Nasional (Susenas) 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hanya 10,15 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengenyam pendidikan tinggi.
Baca juga : Lebih dari 800 Sekolah Telah Bergabung dalam AIA Healthiest School
Menurut Ubaid, hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh tiga faktor utama. Pertama, lemahnya political will dari pemerintah. Dalam mengurusi pendidikan, hingga kini pemerintah tidak punya peta jalan yang jelas mau dibawa kemana pendidikan kita ini.
Tiap presiden punya agenda baru, pun menteri pendidikan baru punya program prioritas baru. Ini menyebabkan problem utama soal ketimpangan akses dan kesenjangan kualitas pendidikan menjadi problem warisan turun-temurun yang tak terselesaikan.
Bahkan, pemerintah juga belum bisa mengelola dana pendidikan dengan baik. “Jangankan sesuai sasaran dan tujuan, menyerap saja pemerintah masih kewalahan. Tahun 2023, ditemukan Rp 111 trilliun anggaran pendidikan tak terserap. Hingga kini masih belum jelas, apa saja dan mengapa bisa terjadi,” kata Ubaid.
Baca juga : Sekolah Satu Atap Kota Bogor Diharap Jadi Solusi Masalah PPDB
Kedua, alokasi anggaran pendidikan yang salah sasaran. Anggaran pendidikan tiap tahun selalu naik. Namun, hal itu belum juga menyelesaikan masalah dasar pendidikan soal kemudahan akses sekolah bagi semua anak, tanpa terkecuali.
“Anggaran pendidikan yang diwajibkan oleh konstitusi untuk pelaksanaan program wajib belajar dengan bebas biaya saja, tidak mampu dipenuhi. Yang ada malah sebagian besar anggaran pendidikan disunat oleh belanja pegawai dan juga belanja kementerian dan lembaga lain yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Tahun depan, anggaran pendidikan juga kembali akan disunat oleh agenda makan bergizi gratis. Sampai kapan penganggaran yang salah sasaran ini akan diteruskan?” kata Ubaid.
Ketiga, kebijakan komersialisasi dan privatisasi pendidikan. Agenda komersialisasi dan privatisasi pendidikan ini begitu nyata dirasakan oleh masyarakat. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka peran pemerintah semakin kecil sementara peran swasta kian besar.
Peran pemerintah semakin hari semakin menciut, sementara peran swasta dalam pendidikan kian dominan. Hal ini bisa dilihat secara sederhana dari sisi jumlah lembaga pendidikan. Di jenjang pendidikan dasar jumlah SDN mencapai 75%, SMPN 42%, SMAN/SMKN 33%, dan PTN hanya 9% (BPS 2023).
“Tentu ini sangat merepotkan masyarakat golongan kelas menengah dan bawah. Mereka akan kesulitas akses ke jenjang pendidikan lebih tinggi karena harus memenuhi tarif biaya pendidikan yang tambah mahal,” kata Ubaid. (H-2)
Presiden menjelaskan bahwa lembaga pendidikan merupakan penentu apakah suatu bangsa akan berhasil atau tidak.
JPPI menyebut anggaran pendidikan nasional cukup untuk mengimplementasikan sekolah gratis jenjang SD-SMP negeri dan swasta.
MK menetapkan bahwa pendidikan dasar mencakup jenjang SD dan SMP wajib diselenggarakan secara gratis. Kekhawatiran muncul menyangkut pembiayaan operasional sekolah swasta.
Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi menyoroti ketidaktepatan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN.
Meski pemerintah berkomitmen tidak akan menaikkan UKT, Agus pun menilai pemangkasan bisa memaksa PTN untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).
ANGGOTA Komisi XIII DPR RI, Yan Mandenas mengatakan aspirasi soal pendidikan gratis menjadi masukan bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap alokasi dana Otsus.
Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan penambahan 100 lokasi baru untuk Sekolah Rakyat yang akan mulai dibuka pada Agustus hingga September 2025.
Membangun rutinitas yang konsisten mulai dari bangun tidur hingga kemandirian anak untuk mengurus dirinya sendiri sudah harus menjadi perhatian orangtua sebelum anak masuk sekolah.
Aspek perkembangan kognitif serta perkembangan motorik kasar dan halus menjadi penilaian yang bisa diperhatikan untuk anak siap sekolah.
Dedi mengajak masyarakat Jawa Barat bersama-sama mengembangkan pendidikan menuju pendidikan yang memiliki karakter.
Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) saat ini masih memiliki masalah dari sisi daya tampung.
Ribuan calon siswa SMA/SMK yang tereliminasi tahap pendaftaran dimulai Sabtu (14/6) in karena tidak melakukan verifikasi akun hingga hingga batas akhir yang ditentukan pada Jumat (13/6).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved