Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Abaikan Kepentingan Perempuan, DPR Punya Catatan Buruk Legislasi termasuk RUU PPRT

M Iqbal Al Machmudi
21/8/2024 19:24
Abaikan Kepentingan Perempuan, DPR Punya Catatan Buruk Legislasi termasuk RUU PPRT
Koalisi Sipil untuk UU PRT menggelar aksi teatrikal di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta, Rabu (1/2/2023)(MI/SUSANTO)

PENELITI Pusat Riset Politik BRIN, Mouliza K Donna Sweinstani menyinggung DPR RI terkait sulitnya melegislasi aturan terkait kepentingan perempuan. Jika dikilas balik RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) butuh waktu 10 tahun untuk disahkan, RUU Kesetaraan Gender, RUU Ketahanan Keluarga, hingga RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang masih belum disahkan.

"RUU tersebut memiliki nafas berpihak pada perempuan sayangnya bernasib tragis termasuk RUU PPRT yang menunggu 20 tahun masih belum ada kejelasan. Padahal RUU PPRT sangat penting karena kebanyakan pekerja sektor rumah tangga adalah perempuan, sehingga meninggalkan pertanyaan," kata Donna dalam Forum Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (21/8).

RUU PPRT merupakan RUU yang telah disusun sejak 2004 dan bertujuan untuk memberi perlindungan hukum dan hak-hak bagi pekerja rumah tangga di Indonesia. Diketahui jumlah pekerja sektor rumah tangga di Indonesia mencapai 5 juta penduduk dengan dominasi oleh perempuan.

Baca juga : Selama RUU PPRT Disandera DPR, Praktik Perbudakan Modern akan Langgeng di Indonesia

RUU tersebut sangat penting setelah banyak terjadi kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga lebih dari 3.300 kasus, masalah upah, hingga jam Kerja.

Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menghitung dalam setahun sedikitnya ada 600 kasus yang menimpa pekerja rumah tangga, mulai dari tak diberi makan, mengalami kekerasan, pelecehan dan penyiksaan, bahkan ada kasus sampai bakar diri karena tak tahan menghadapi penyiksaan.

"Eksekutif dan legislatif lebih mengutamakan isu lain sehingga isu terkait perlindungan kepada perempuan jarang terbaca," ucapnya.

Baca juga : Kartini dan Emansipasi bagi PRT

Menurutnya titik pangkal berlarutnya pengesahan RUU PPRT adalah kurang adanya perspektif pemberdayaan. Relasi antara laki-laki dan perempuan dalam pemberdayaan tidak dibahas, banyak yang beranggapan pekerja rumah tangga yang terpenting diupah dan adanya lapangan pekerjaan sehingga RUU PPRT bisa ditunda.

"Sehingga adanya kesalahan perspektif seharusnya perempuan ada dalam pembangunan ekonomi dalam sebuah negara," kata Donna.

Di kesempatan yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Ketua DPP Partai NasDem Bidang Legislatif Atang Irawan menjelaskan dalam pengesahan RUU ke depan harus ada formulasi dalam klasifikasi RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (prolegnas).

Baca juga : Tersisa Waktu 6 Bulan, Nasib RUU PPRT Masih Terus Digantung Ketua DPR

"Seharusnya RUU Prolegnas harus berlandaskan tujuan bernegara, masyarakat, terkait kesejahteraan, pendidikan, dan ketertiban dunia, itu yang sering luput. Padahal dengan adanya formulasi klasifikasi lebih enak membangun skala prioritas dalam membangun klasifikasi," jelas Atang.

Ia menilai RUU PPRT yang lamban diakselerasi karena dinilai tidak memiliki efek elektoral sehingga tidak merangsang politik DPR.

"Dari terminologi RUU PPRT sudah mengalami nuansa diskriminatif, sadar tidak sadar bahwa bangsa ini melihat pekerja rumah tangga bukan sebagai pekerja melainkan helpers (pembantu) sehingga sangat menyakitkan," pungkasnya. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya