Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
SAMPAH antariksa (Space debris) menjadi isu strategis yang memerlukan perhatian serius karena berpotensi membahayakan lingkungan antariksa dan keselamatan masyarakat di Bumi.
Kondisi ini mendorong pengembangan sistem pemantauan dan peringatan dini terkait jatuhnya objek antariksa yang melintasi atau berpotensi jatuh di wilayah Indonesia.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Antariksa (PRA) aktif melakukan pemantauan dan mitigasi dampak sampah antariksa. Pemantauan ini telah dilakukan sejak 2001, memanfaatkan berbagai perangkat lunak dan data, hingga pada 2024 BRIN mengembangkan sistem pelacakan otomatis menggunakan teleskop berdiameter 50 cm.
Berkaitan dengan itu, delegasi dari Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH), Kyoto University dan Space Weather Company (SWxC) berkunjung ke PRA BRIN. Rombongan yang dipimpin Director of RISH sekaligus Deputy Leader SWxC, Mamoru Yamamoto, disambut langsung oleh Kepala PRA BRIN, Emmanuel Sungging Mumpuni, beserta jajaran.
Diskusi dilakukan secara hybrid dengan melibatkan peneliti PRA, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN, serta Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN.
“Kami sangat senang bisa berkunjung ke Indonesia dan bertemu para peneliti di PRA BRIN. Kehadiran kami untuk mendiskusikan peluang kerja sama dalam pengembangan sistem pemantauan dan mitigasi risiko sampah antariksa,” ujar Yamamoto dilansir dari laman resmi BRIN.
Dalam pertemuan tersebut, Yamamoto menawarkan inovasi teknis berupa radar berkinerja super tinggi untuk pemantauan space debris. Radar ini mampu meningkatkan sensitivitas deteksi melalui integrasi koheren, memungkinkan pendeteksian puing antariksa yang belum diketahui, bahkan yang orbitnya belum teridentifikasi.
Selain itu, radar ini dapat meningkatkan akurasi pelacakan melalui interferometri domain dan frekuensi, serta dapat difungsikan sebagai Multistatic Lateration Radar (MLR).
“Teknologi ini bekerja dengan mendeteksi dan melacak sampah antariksa serta satelit di orbit menggunakan radar atau teleskop dari darat. Kami menyebutnya Space Situational Awareness (SSA),” jelas Yamamoto.
Menanggapi hal ini, Kepala PRA BRIN menyampaikan bahwa riset pemantauan sampah antariksa menjadi prioritas mengingat semakin padatnya orbit Bumi oleh objek antariksa, yang kini menjadi isu global dan memerlukan langkah antisipatif sejak dini.
“Pemantauan dan mitigasi ini tidak hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga menjadi bagian dari kerja sama internasional dalam mengatasi risiko sampah antariksa terhadap sistem teknologi dan keamanan ruang angkasa global. Kami terbuka terhadap peluang kolaborasi, baik nasional maupun internasional, melalui tahapan dan skema program BRIN,” ujar Sungging.
Ia menambahkan, pembahasan lebih lanjut akan dilakukan bersama Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) BRIN untuk menentukan ruang lingkup, strategi, dan teknis kerja sama. “Sesuai arahan Kepala BRIN, kerja sama ini selanjutnya akan dikoordinasikan oleh Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) BRIN,” tambahnya.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan belum secara spesifik mendefinisikan sampah antariksa. Namun, pada bagian penanganan bencana akibat kegiatan keantariksaan, terdapat ketentuan yang secara tidak langsung mencakup permasalahan sampah antariksa. (H-2)
Wahana antariksa Kosmos 482 milik Uni Soviet jatuh ke Bumi pada 10 Mei 2025 setelah lebih dari 50 tahun mengorbit.
Sampah antariksa merupakan benda buatan manusia yang berada di orbit luar angkasa, tetapi sudah tidak lagi memiliki fungsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved