Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kualitas Data Survei Gizi Faktor Penting dalam Pembuatan Kebijakan

Despian Nurhidayat
21/8/2024 11:58
Kualitas Data Survei Gizi Faktor Penting dalam Pembuatan Kebijakan
Petugas Posyandu menimbang berat badan anak saat evaluasi Bulan Timbang Balita dan Bulan Vitamin A di Madiun, Jawa Timur, Selasa (6/8/2024)(ANTARA/SISWOWIDODO)

PLT. Kepala Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dwi Puspasari mengatakan bahwa Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) itu merupakan amanah dari Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan maksud untuk melihat status gizi balita baik prevalensi stunting, wasting (gizi buruk), underweight (kekurangan berat badan), dan overweight (obesitas).

“Kemudian juga untuk mengukur indikator yang telah ditetapkan Perpres 72/2021 di mana terdapat 5 indikator sasaran intervensi spesifik yaitu ibu hami dapat TTD minimal 90 tab, ASI eksklusif (0-5 bulan), MPASI (6-23 bulan), balita dipantau tumbuh kembangnya, dan balita dapat IDL (imunisasi dasar lengkap). Sementara 6 indikator sensitif adalah KB pascasalin, akses air minum layak, akses sanitasi layak, kepemilikan JKN (PBI), keluarga risiko stunting dapat pendampingan, dan sasaran paham tentang stunting. Hal itu akan ada di dalam SSGI 2024,” ungkapnya dalam sesi diskusi Kick Off Meeting Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 di Kantor Kemenkes, Jakarta, Selasa (20/8).

Lebih lanjut, dalam pelaksanaan SSGI 2024, pihaknya melakukan survei dengan blok sensus sebanyak 34.500 dengan jumlah rumah tangga balita 345 ribu. Data yang dikumpulkan di antaranya adalag wawancara terhadap reponden dan juga pengukuran antropometri atau mengukur tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas terhadap balita.

Baca juga : Cegah Wasting sebelum Jadi Stunting, Berikan Makanan Tambahan Ini

“Lokasinya di 38 provinsi, 514 kabupaten atau kota,” kata Puspa.

Di tempat yang sama, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri, TB. Chaerul Dwi Sapta menambahkan bahwa angka penurunan stunting Indonesia di 2023 belum maksimal atau masih di angka 21%. Sesuai kesepakatan pasa 2024 ini, dengan Perpres 72/2021, angka stunting Indonesia ditargetkan mencapai 13,5% dengan ambang batas sebesar 14%.

“Semoga ini bisa tercapai di 2024 dan sisa beberapa bulan lagi. Tidak ada yang tidak mungkin. Inovasi dari daerah perlu didorong untuk penurunan stunting dari hasil SSGI. Ini mudah-mudahan datanya semakin valid dan tidak ada lagi perbedaan data yang akan mendukung kebijakan kita,” ujar Chaerul.

Baca juga : Cak Imin: Rakyat Makan Mi Instan akan Lahir Pemimpin Instan

Sementara itu, Tim Pakar SSGI 2024, Iwan Ariawan menegaskan, kualitas data akan sangat penting untuk hasil SSGI ini. Karena jika data yang dimiliki dengan kualitas yang tidak baik, tidak akan ada gunanya untuk dianalisis.

“Makanya perlu ada bukti foto dan video dalam pelaksanaan survei supaya terlihat bener diukur. Kemudian juga akan dilakukan cleaning data setiap harinya. Kita juga akan memeriksa apakah yang dimasukan ke entry data itu masuk akal atau tidak. Kita juga akan cek preferensi dan juga validitas. Semua ini akan didokumentasikan secara baik, bahkan harus lebih baik dibanding tahun lalu,” ujar Iwan.

Setelah data terkumpul, sebelum analisis dimulai, karena SSGI menitikberatkan pada pengukuran status gizi, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap antropometri balita berdasarkan pedoman dari WHO dan UNICEF.

Baca juga : Perbaikan Gizi Anak Bisa Dimulai di Usia Sekolah Dasar

“Ini akan kita lihat sebelum menentukan prevalensi stunting, underweight, wasting dan lainnya,” jelasnya.

Menurutnya, hal yang akan dianalisis di SSGI 2024 dan yang akan menjadi primadona adalah prevalensi stunting, berat badan kurang dan gizi kurang pada balita. Harus diingat bahwa semua ini adalah indikator kesehatan masyarakat.

“Artinya kalau prevalensi stunting tinggi, kita masih punya masalah dengan gizi kronis. Karena stunting adalah masalah gizi kronis, turunnya enggak bisa cepat. Jadi kita tidak bisa mengharapkan stunting itu turun dengan cepat misalnya tutun 5% dalam satu tahun, itu enggak mungkin. Paling turun kita akan sekitar 20,3% sampai 20,9%. Sekitar itu,” urai Iwan.

Baca juga : Andien: Pengentasan Stunting Tanggung Jawab Semua Pihak

“Kalau turun jauh itu malah aneh. Kalau turun cepat itu saya malah takut. Artinya banyak anak stunting yang mati. Stunting tidak bisa turun cepat karena denominatornya adalah balita. Jadi anak stunting yang tahun lalu umur 1 tahun, sampai tahun ini masih terbawa. Ingat juga begitu anak terjadi stunting, itu tidak akan mudah diubah menjadi tidak stunting. Sehingga dia akan ke bawa 4 tahun ke depan,” sambungnya.

Menurutnya, hal yang tidak boleh dilupakan adalah masalah gizi bukan hanya stunting saja. Dia mencontohkan dalam SSGI 2023, ada kurang lebih 1,8 juta bayi berisiko stunting.

“Jadi mereka wasting dan underweight. Kalau mereka ini tidak ditangani, separuh dari mereka pasti akan stunting. Jadi sebetulnya prevalensi stunting kita di SSGI 2024 juga bergantung pada bagaimana kita menangani anak-anak ini,” pungkas Iwan. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya