Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mengapa Balita Sering Jadi Korban Over Medication? Begini Kata Para Ahli

Gana Buana
01/8/2024 17:36
Mengapa Balita Sering Jadi Korban Over Medication? Begini Kata Para Ahli
Over medication dan over treatment pada balita(Freepik)

TERLEPAS dari kemajuan dalam sektor kesehatan, masalah over treatment atau perawatan berlebihan tetap menjadi isu signifikan di Indonesia.

Menurut studi pola peresepan yang dilakukan oleh Yayasan Optimalisasi Pengobatan (YOP) dari 2003 hingga 2023, belum terlihat adanya perubahan yang berarti dalam praktik over medication dan over treatment, terutama pada penyakit infeksi yang sering menyerang bayi dan balita.

Peneliti dari YOP yang juga merupakan dokter spesialis anak Purnamawati Sujud mengungkapkan bahwa perawatan yang tidak perlu masih sering ditemui, yang justru membawa lebih banyak risiko daripada manfaat bagi pasien.

Baca juga : Ini Beda Penanganan Covid-19 pada Masa Pandemi dan Endemi

“Studi kami menunjukkan adanya kecenderungan perawatan berlebihan yang tidak diperlukan. Edukasi yang kami lakukan menekankan bahwa terapi tidak hanya sebatas obat, tetapi juga mencakup nasehat profesional, terapi non-obat, rujukan atau second opinion, serta kombinasi dari semua metode tersebut,” ujar Wati dalam diskusi Investortrust Power Talk bertema Pentingnya Layanan Kesehatan yang Layak dan Tepat bagi Publik di Jakarta kemarin.

Menurut Wati, semua orang berhak mendapatkan layanan kesehatan terbaik sesuai ketentuan WHO.

"Layanan kesehatan yang berkualitas adalah ketika pasien menerima perawatan yang sesuai dengan kebutuhan medis mereka, dalam dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang memadai, dengan informasi akurat, dan biaya yang serendah mungkin," tegas Wati.

Baca juga : Cara Mengatasi Infeksi Cacing Parasit pada Manusia

Sepakat dengan  Wati, praktisi medis dari Yayasan Orang Tua Peduli Emira E. Oepangat menyampaikan bahwa layanan berbasis bukti (evidence-based medicine) akan memastikan kualitas dan keamanan layanan kesehatan.

"Layanan berbasis bukti mencakup rekam medis yang lengkap dan akurat, transparansi, manajemen kasus, serta jalur klinis yang dirancang untuk meningkatkan kualitas perawatan, efisiensi, dan koordinasi antar penyedia layanan kesehatan. EBM membantu dalam pengendalian biaya, mencegah penipuan dan pemborosan, serta mendukung interoperabilitas untuk pertukaran data yang lancar dan transparan," ujar Emira.

Pentingnya menerapkan prinsip evidence-based medicine dalam sistem layanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi praktik over treatment dan memastikan pelayanan yang lebih efektif serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

Baca juga : Penularan Tuberkulosis Masih Tinggi, Dilaporkan 282.281 Kasus hingga Juni 2024

Menanggapi masalah ini, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta agar tenaga layanan kesehatan dan fasilitas kesehatan kembali fokus pada tujuan utama dari penyediaan layanan kesehatan.

“Penting bagi tenaga layanan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya melalui upaya kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif yang berdampak langsung kepada individu,” jelas Rahmad.

Rahmad juga mengingatkan bahwa over treatment bisa menimbulkan implikasi hukum bagi pelaku industri layanan kesehatan yang sengaja memberikan pelayanan melebihi standar yang seharusnya diterima pasien.

Baca juga : 5,8 Juta Balita Alami Masalah Gizi

“Harus ada efek jera. Over treatment, termasuk tindakan dari petugas layanan kesehatan yang bekerja sama dengan industri farmasi saat memberikan layanan, bisa dipidanakan. Kasus tenaga medis yang menerima gratifikasi dari perusahaan farmasi harus diwaspadai dan bisa dikenakan sanksi hukum,” tegas Rahmad.

Upaya pencegahan dan penanganan over treatment menjadi sangat penting untuk menjaga kualitas layanan kesehatan dan melindungi hak serta keselamatan pasien.

Dengan adanya studi dan perhatian dari pihak terkait, diharapkan ke depannya praktik perawatan berlebihan dapat diminimalisir dan layanan kesehatan dapat lebih efektif serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

Pahami Rekomendasi Medis

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyampaikan, pasien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk mempertanyakan atau memahami rekomendasi medis yang diberikan oleh dokter.

"Sehingga mereka cenderung menerima semua tindakan yang disarankan tanpa mempertimbangkan apakah tindakan tersebut benar-benar diperlukan," ungkap Agus.

Chief Executive Officer PT Investortrust Indonesia Sejahtera Primus Dorimulu menambahkan bahwa masalah over treatment semakin menjadi concern banyak pihak, terutama setelah temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai kecurangan (fraud) terhadap jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh tiga rumah sakit swasta di Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

Kecurangan ini telah merugikan keuangan negara melalui BPJS Kesehatan hingga Rp 35 miliar.

"Fraud yang ditemukan KPK semakin menguatkan dugaan publik mengenai praktik over utilitas atau over treatment yang dilakukan pihak rumah sakit. Beberapa kalangan bahkan menduga fenomena ini terjadi secara sistemik untuk menutup biaya investasi pengadaan alat kesehatan yang relatif tinggi," jelas Primus. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya