Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) atau RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan disepakati untuk disahkan dalam Rapat Pembahasan Tingkat II Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (4/6).
Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menjelaskan pentingnya kehadiran peran ayah dan Ibu dalam pengasuhan anak khususnya pada 1.000 hari pertama. Menurutnya kondisi pengasuhan yang ideal dari kedua orang tua akan berpengaruh kepada kesejahteraan keluarga serta dapat membentuk pribadi anak yang baik di dalam lingkungan sosial di masa depan.
“Di fase awal kelahiran tentunya seorang ibu butuh bantuan untuk merawat bayi lalu pada bersamaan dengan pemulihan pasca persalinan. Ketika anak sudah masuk fase bisa berinteraksi dengan lingkungannya, peran ayah dan ibu juga harus saling mengisi. Ibu berperan memelihara, ayah berperan melindungi. Peran ini tentunya saling melengkapi dan membentuk karakter yang utuh di dalam diri sang anak,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Rabu (5/6).
Baca juga : DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Puan: Untuk Indonesia Emas 2045
Menurut Rissalwan, lahirnya UU KIA merupakan langkah progresif untuk memajukan indeks kesetaraan gender di Indonesia. Menurutnya, kondisi pengasuhan anak pasca melahirkan di Indonesia masih didominasi oleh Ibu, sedangkan ayah jarang terlibat, bahkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan kondisi tanpa peran ayah (fatherless) tertinggi di dunia.
“Indonesia masih dominan dipengaruhi oleh budaya patriarki yang menganggap urusan rumah sebagai urusan istri, sementara suami harus fokus di luar rumah untuk mencari nafkah. Namun semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat dan meluasnya informasi melalui internet tentang pentingnya peran ayah dalam tumbuh kembang anak sejak masa neonatal, tentunya meningkatkan kesadaran dan praktik kehadiran ayah di masa persalinan hingga neonatal. Hal ini kemudian diperkuat dengan keluarnya UU KIA,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, RUU KIA merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul dapat kita diwujudkan bersama.
Baca juga : RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Disahkan, Puan: untuk Indonesia Emas 2045
“Kita perlu menata pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan secara lebih komprehensif, terukur, terpantau, dan terencana dengan baik,” ujar Bintang.
Menurut Bintang, fakta dan data memperlihatkan, ibu dan anak masih bergulat mencapai kesejahteraan. Tingginya kematian ibu melahirkan, kematian bayi, dan tengkes merupakan persoalan besar hingga saat ini. Sementara berbagai kebijakan kesejahteraan ibu dan anak masih tersebar di berbagai peraturan dan belum mengakomodasi dinamika kebutuhan hukum masyarakat.
“Sedangkan kebijakan kesejahteraan ibu dan anak masih tersebar di berbagai peraturan dan belum mengakomodasi dinamika kebutuhan hukum masyarakat. Kita perlu menata pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan secara lebih komprehensif, terukur, terpantau, dan terencana dengan baik,” tutur Menteri PPPA.
Baca juga : Molor 3 Bulan, RUU KIA Akhirnya Disahkan Jadi Undang-Undang
Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan, secara substansial RUU ini menjamin hak-hak anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, sekaligus menetapkan kewajiban ayah, ibu, dan keluarga. Menurutnya, kesejahteraan ibu dan anak merupakan tanggung jawab bersama. Selain itu, seorang ibu juga memerlukan ruang untuk tetap berdaya selama anak dalam fase seribu hari pertama kehidupan.
“Oleh karenanya, suami wajib memberikan kesehatan, gizi, dukungan pemberian air susu ibu, dan memastikan istri dan anak mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi. Meringankan beban ibu dan terciptanya lingkungan yang ramah ibu dan anak, baik di keluarga, di tempat kerja, maupun di ruang publik merupakan prasyarat penting kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan,” tegas Menteri PPPA.
RUU tentang KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan terdiri atas 9 (sembilan) bab dan 46 pasal yang di antaranya mengatur hak dan kewajiban, tugas dan wewenang, penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan, dan partisipasi masyarakat. (Z-10)
Lulus SMA, gadis itu melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia dan University of Groningen di Negeri Belanda.
Pentingnya posyandu harus mandiri, untuk memberikan contoh makanan tambahan kepada warga sebagai bagian dari edukasi.
Ayep Zaki meresmikan Jalan Pemukiman RW 01 Desa Purwasari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Netralitas ASN menjadi salah satu hal yang terus diawasi pada konteks kepemiluan.
Terdapat dua opsi yang dipertimbangkan oleh Kementerian PUPR untuk menyelesaikan perbaikan Tol Bocimi.
Ada empat peraturan turunan yang diamanatkan oleh UU KIA.
Undang-Undang (UU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan bertujuan untuk melindungi hak perempuan sebagai ibu
Meski ada berbagai gejolak mengenai UU KIA, namun pihaknya dapat memastikan bahwa isi aturan tersebut bertujuan untuk melindungi peran ibu pekerja
Pakar Keluarga IPB University, Prof Euis Sunarti, merespons pengesahan UU KIA karena menjadi angin segar bagi para perempuan yang ingin berkiprah di dunia kerja.
Pemberi Kerja harusnya melihat UU KIA sebagai investasi, ini adalah salah satu bentuk dari investasi SDM. Tetapi kalau kita sudah melihat biayanya dulu, itu pasti akan terasa menjadi beban
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved