Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

BMKG: Waspada, Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai di Periode Peralihan Musim

Atalya Puspa
27/4/2024 15:59
BMKG: Waspada, Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai di Periode Peralihan Musim
Sejumlah warga menyaksikan banjir lahar dingin menerjang kawasan pemukiman di Nagari Bukik Batabuah, Sumatera Barat(ANTARA FOTO/Al Fatah)

DEPUTI Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengungkapkan bahwa dalam sepekan ke depan BMKG mengidentifikasi masih adanya potensi peningkatan curah hujan secara signifikan, yakni di sebagian besar Sumatra, Jawa bagian barat dan tengah, sebagian Kalimantan dan Sulawesi, Maluku dan Sebagian besar Papua.

"Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia," kata Guswanto di Jakarta, Sabtu (27/4).

Hal ini tentu saja dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah di Indonesia. Adapun, ia menyatakan bahwa BMKG pun memonitor masih terjadinya hujan intensitas sangat lebat hingga ekstrem sejak tanggal 22 April 2024 di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain di Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), dan Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur). Kondisi tersebut turut memicu terjadinya bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah.

Baca juga : Cuaca Ekstrem Diprakirakan Landa Sumbar Sepekan ke Depan

“Berdasarkan informasi perkembangan musim BMKG, diketahui bahwa sekitar 63% wilayah Zona Musim diprediksi mengalami Awal Musim Kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024, dan untuk saat ini di periode pertengahan April beberapa wilayah masih cukup basah dan terjadi hujan,” beber Guswanto.

Selain potensi hujan, awal pekan ini terpantau gelombang panas (heat wave) melanda berbagai negara Asia dan Asia Tenggara, seperti Thailand yang berada dekat dengan Indonesia dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Di Indonesia sendiri suhu udara maksimum diatas 36.5°C tercatat di beberapa wilayah, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatra utara mencapai suhu maksimum 37.0°C, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8°C serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tenggah mencapai 36.8°C.

Guswanto juga menjelaskan terkait dengan fenomena suhu panas di Indonesia, bahwa hal tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa dan menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari.

Baca juga : Waspada! Cuaca Ekstrem Masih Berpotensi Terjadi Hingga Awal Pekan Depan

“Fenomena suhu panas di Indonesia bukan merupakan heat wave (gelombang panas), karena memiliki karakteristik fenomena yang berbeda, di mana hanya dipicu oleh faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu matahari sehingga dapat terjadi berulang dalam setiap tahun,” ungkapnya.

April Jadi Periode Peralihan Musim 

Sementara itu Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia, sehingga masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.

Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.

Baca juga : BMKG: Indonesia Masuk Musim Pancaroba, Waspadai Cuaca Ekstrem

“Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan,” jelas Andri.

Ia menjelaskan, karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat. Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es.

“Dalam dua hingga tiga hari kedepan, potensi labilitas Lokal Kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di hampir sebagian besar wilayah Indonesia,” imbuhnya.

Andri mengimbau masyarakat agar tetap tenang meski perlu tetap waspada terhadap potensi bencana terutama banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi, mengenali potensi bencana di lingkungan masing-masing khususnya di daerah rawan bencana, serta dengan langkah-langkah sederhana salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya. "Pantau terus informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail," pungkas Andri. (Ata/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya