Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Masalah Kesehatan Mental Anak Muda Kerap Dipicu Ekspektasi Eksternal

Basuki Eka Purnama
30/1/2024 08:15
Masalah Kesehatan Mental Anak Muda Kerap Dipicu Ekspektasi Eksternal
Ilustrasi(Freepik)

DIREKTUR Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr H Marzoeki Mahdi (PKJN RSMM), Nova Riyanti Yusuf menemukan bahwa ekspektasi eksternal menjadi pemicu maraknya kasus kesehatan mental generasi muda.

"Ketika saya meneliti stressor (pemicu) psikososial di DKI Jakarta, mereka merasa bahwa prestasi mereka tidak sesuai dengan ekspektasi. Masalahnya ekspektasi siapa? Kebanyakan dikte eksternal," kata Nova, dikutip Selasa (30/1).

Nova menyebut ekspektasi eksternal atau tuntutan sosial tersebut membangun sebuah standar semu akan sebuah keberhasilan seseorang. Media sosial juga berperan besar dalam kasus tersebut.

Baca juga: Instagram Batasi Konten Berbahaya untuk Pengguna Remaja

Dikte eksternal yang tersebar di media sosial saat ini, jelas Nova, membuat generasi muda berjarak dengan dirinya sendiri dan tanpa sadar lupa untuk memiliki mimpi yang benar-benar diinginkan.

"Ini adalah faktor pemicu yang paling tinggi, sangat tinggi, yang akhirnya berhubungan pada kekecewaan," ujar Nova.

Nova melakukan penelitian tersebut pada generasi Z di DKI Jakarta, yang lahir pada rentang 1997 hingga 2012 (menurut laman Kementerian Keuangan RI).

Baca juga: Mencegah Depresi Pascamelahirkan Bisa Dimulai Sejak Awal Kehamilan

Merujuk pada data American Psychological Association, gen Z merupakan kelompok masyarakat yang paling mau mengakui bahwa mereka memiliki masalah dengan kesehatan jiwa.

Nova menjelaskan, gen Z juga merupakan generasi paling rajin mencari bantuan dan sangat peduli tentang kesehatan mental dan kehidupan secara keseluruhan, berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.

"Mereka lebih memikirkan tentang kemapanan salah satunya," imbuh Nova.

Meski gen Z dinyatakan lebih terbuka soal isu kesehatan mental dan lebih rajin untuk mencari pertolongan, angka kasus bunuh diri di kalangan gen Z justru meningkat drastis dalam empat tahun terakhir.

Di Jakarta, penelitian 2019 terhadap 910 remaja usia 14 sampai 19 tahun menyatakan 13,8% berisiko bunuh diri di kemudian hari.

Sementara, baru-baru ini, pada 2023, Nova mengatakan angka risiko tersebut telah naik di atas 50%. Penelitian kedua ini dilakukan terhadap 612 mahasiswa di Jakarta.

"Ide untuk bunuh diri lebih banyak dialami pada perempuan, namun pada saat eksekusi atau benar-benar melakukan mayoritas jenis kelamin laki-laki," pungkas Nova. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya