Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga Jadi Fenomena. Ada Apa?

Atalya Puspa
13/12/2023 16:19
Kasus Bunuh Diri Satu Keluarga Jadi Fenomena. Ada Apa?
Ilustrasi(Istimewa)

BEBERAPA waktu ke belakang telah terjadi kasus bunuh diri yang dilakukan satu keluarga. Setelah kematian empat anak di Jagakarsa, Jaksel, satu keluarga yang berisi ayah, ibu dan anak di wilayah Malang, Jawa Timur juga tewas dan diindikasikan melakukan bunuh diri. 

Psikolog dari Universitas Indonesia Dicky Paluppesy menilai, maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan satu keluarga belum bisa dikatakan sebagai suicide epidemic atau epidemi. 

“Belum sejauh itu. Karena suicide epidemic kan sebuah kasus bunuh diri yang banyak dilakukan masyarakat di satu wilayah. Dan kita belum tahu apakah kasus-kasus ini saling berkaitan,” kata Dicky saat dihubungi, Rabu (13/12).

Baca juga : Orang yang Ingin Bunuh Diri Bisa Dikenali dari Perilakunya

Menurut Dicky, ada beberapa hal yang menjadi penyebab dari maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh keluarga. 

Dalam ranah psikologi, ada hal yang disebut sebagai imitasi, di mana masyarakat memiliki hasrat untuk mengikuti perilaku orang lain. 

Terlebih, saat ini banyak berita mengenai kasus bunuh diri yang tersebar di media konvensional maupun sosial media.

Baca juga : Hindari Sifat Pamer dengan Menjadi Orang yang Sederhana

“Ini sebenarnya seperti dua sisi koin. Di satu sisi berita itu bisa menjadi pendorong atau bahkan inspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama, yang dianggap sebagai jalan keluar dari masalah. Namun di sisi lain berita mengenai hal tersebut bisa menjadi edukasi bagi masyarakat terkait dengan bahaya dan dampak dari perilaku bunuh diri,” beber dia.

Ikatan masyarakat renggang

Lebih jauh dari itu, Dicky menilai perlu ditelisik mengenai masalah yang terjadi di masyarakat. Ia menilai, ikatan antarmasyarakat saat ini jadi merenggang. Sehingga, masyarakat tidak terlalu aware dengan kondisi satu sama lain. Selain itu, masyarakat cenderung tidak percaya dengan satu sama lain.

“Mengapa akhirnya perilaku bunuh diri dilakukan oleh satu keluarga, ini berarti ada yang tidak beres dari ikatan masyarakat komunikasi yang terjalin antara satu sama lain tidak terjadi secara semestinya. Apalagi dengan adanya media sosial jadi menjauhkan yang dekat. Karenanya tidak aware dengan masalah satu sama lain,” beber Dicky.

Baca juga : Dengan Komunikasi Tanpa Tekanan, Masalah Keluarga Mudah Diatasi

Agar tidak terjadi kasus serupa, menurut dia perlu perbaikan dari ikatan antarmasyarakat. Hal itu dilakukan agar ada deteksi dini ketika melihat perilaku yang menyimpang dan mengindikasikan tanda depresi. 

“Ikatan masyarakat perlu diperkuat agar kasus seperti itu bisa dideteksi sejak awal dan bisa ditangani oleh pihak yang berkompeten,” pungkasnya. (Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya