Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SETIAP tiga detik, satu orang di dunia mengalami demensia. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendaian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti.
Eva membeberkan, berdasarkan data global ada sebanyak 55 juta orang dengan dimensia di dunia, di mana ada sebanyak 10 juta kasus baru tiap tahunnya. Adapun 60% kasus demensia terjadi di negara low middle income country. Serta 60% kematian akibat demensia terjadi pada perempuan.
Ia menjelaskan, dimensia merupakan sindrom berupa kumpulan gejala, penurunan progresif fungsi kognitif yang dapat disertai dengan gangguan perilaku kepribadian yang pada akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari.
Baca juga: Tony Bennett Sempat Didiagnosis Alzheimer sebelum Tutup Usia
“Demensia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan cedera yang secara langsung maupun tak langsung merusak otak, yaitu alzheimer, demensia vaskular, dimensia lewy body dan dimensia frontotemporal,”kata Eva dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/9).
Ia menyebut, sebanyak 60% sampai 70% kasus dimensia disebabkan oleh alzheimer. Dimensia merupakan penyakit progresif dan kecepatan perburukan individu dapat berbeda-beda. Perubahan mood dan perilaku kadang terjadi lebih dulu dibanding masalah ingatan.
Baca juga: Penderita Kolesterol Tinggi dan Hipertensi Berisiko Alami Alzheimer
Beberapa gejala dimensia antara lain perubahan kepribadian, pelupa akan barang atau hal yang baru terjadi, kehilangan dan salah meletakkan barang, tersasara saat berjalan dan berkendara, kebingungan di tempat yang familiar, lupa waktu dan kesulitan melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan.
“Dimensia paling banyak terjadi pada lansia, tapi tidak semua lansia mengalami dimensia,” imbuh dia.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko dimensia seperti usia (65 tahun ke atas), obesitas, kurang aktivitas fisik, hipertensi, merokok, kurang bersosialsaisi, diabetes, konsumsi alkohol dan depresi.
Saat ini, berbagai upaya dilakukan oleh Kemenkes untuk mencegah penyakit dimensia. Eva menegaskan, salah satu cara yang digencarkan untuk mencegah penyakit tidak menular ialah mengubah perilaku dan mindset masyarakat agar melakukan pola hidup bersih, sehat, dan banyak melakukan aktivitas fisik. Selain itu, mengurangi kebiasaan buruk seperti merokok, mengkonsumsi gula, garam dan lemak yang tinggi.
“Kita berupaya agar masyarakat menerapkan pola hidup sehat dengan makan buah dan sayur beraktivitas fisik dan lainnya yang diberikan Kemenkes lewat media sosial, chatbot, dan WhatsApp,” ucap Eva.
Pada kesempatan itu, Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan Muhammad Cucu Zakaria membeberkan, setiap tahunnya, jumlah peserta dengan diagnosa dimensia dan alzhemier di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) terus meningkat. Dari tahun 2019 hingga 2022 terdapat peningkatan sebanyak 4.831 peserta JKN dengan diagnosa dimensia dan alzheimer yang mengakses layanan kesehatan dengan menggunakan BPJS Kesehatan yang semula 5.583 peserta menjadi 10.414 peserta di tahun 2022. Jumlah itu meningkat sebanyak 87%.
Penambahan jumlah peserta ini juga diikuti dengan peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya. Persentase kenaikan mencapai 111% menjadi 32.632 kasus pada 2022.
Total pembiayaan pasien dimensia dan alzheimer juga naik hingga 94% dari Rp7,8 miliar pada 2019 menjadi Rp15,2 miliar di tahun 2022.
Cucu menegaskan bahwa pengidap alzheimer dan dimensia akan sepenuhnya ditanggung BPJS Kesehatan. Sesua dengan standar tarif InaCBG’s, setiap perserta berhak mendapatkan pelayanan adminsitrasi, konsultasi, pemeriksaan penunjang, pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
“Peningkatan mutu layanan kesehatan khususnya layanan dimensia dan alzheimer membutuhkan komitmen dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan seperti organaisi profesi, akademinsi, pemerintah pusat dan daerah dan lembaga terkait lainnya,” pungkas Cucu. (Z-10)
DOKTER spesialis Kejiwaan Tiur Sihombing mengungkapkan mencegah demensia alzheimer bisa dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas tidur.
Menciptakan pola tidur melalui sleep hygiene bagi lansia dinilai dapat memberikan istirahat yang cukup dan menjaga fungsi otak.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Studi di jurnal JAMA menunjukkan vaksin herpes zoster dapat menurunkan risiko demensia pada lansia.
Pikun dini atau demensia, yang sebelumnya hanya dikaitkan dengan usia lanjut, kini semakin banyak ditemukan pada generasi milenial dan Gen Z
Hipertensi yang tidak terkelola dengan baik terbukti meningkatkan risiko terjadinya demensia.
Pikun sering terjadi saat bertambahnya usia, kondisi ini ditandai dengan mengalami kehilangan daya ingat terhadap peristiwa yang terjadi.
Buah beri mengandung antosianin yang memiliki beragam manfaat baik untuk kesehatan. Salah satunya antosianin bisa mencegah pikun
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan sehat tertentu bisa dapat meningkatkan daya ingat seseorang dan membantu mencegah pikun.
Salah satu penyakit usia tua yaitu pikun atau lupa ingatan. Bagaimana Islam memandang tentang pikun? Berikut uraiannya.
Pikun, yang sering dianggap sebagai masalah usia lanjut, kini juga mulai dialami oleh generasi muda. Untuk menjaga otak tetap sehat dan mencegah pikun, yuks ikuti 5 kebiasaan ini.
BEBERAPA kebiasaan sehari-hari yang tampaknya sepele bisa berdampak negatif pada fungsi otak kita dan mempercepat risiko pikun. Ini lima di antaranya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved