Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GURU Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Agus Dwi Susanto mengatakan masker bedah masih bisa dipakai orang-orang saat kualitas udara berada pada kategori tidak sehat atau masuk zona kuning.
"Tetapi kalau sudah oranye, merah, misalnya kalau bisa lebih tinggi maskernya (tingkat penyaring), karena lebih pekat kadar PM 2.5-nya," kata Agus, dikutip Senin (4/9).
Apabila merujuk pada indeks standar pencemar udara (ISPU), kategori kualitas udara tidak sehat memiliki rentang nilai 1 - 50. Sementara bila tak mengandalkan alat melainkan pandangan mata, kualitas udara di lokasi dikatakan tidak sehat jika jarak pandang hanya sejauh 2,5 km.
Baca juga: Menkes Rekomendasikan Dua Masker Ini Hadapi Polusi Udara
Kualitas udara di suatu kawasan bisa dikatakan sangat tidak sehat bila jarak pandang seseorang hanya sekitar 1,5 - 2,4 km.
Menurut Agus, idealnya, saat menghadapi polusi udara, orang-orang perlu mengenakan masker dengan kemampuan filtrasi atau penyaring particulate matter (PM) 2.5, yakni indikator dalam polusi udara, seperti N95, KN95, dan KF94.
Hanya saja, sambung dia, masker jenis ini tidak diizinkan pada populasi sensitif, seperti perempuan hamil, anak-anak, orangtua dan mereka dengan penyakit tertentu karena membuat lebih pengap akibat masker sangat ketat.
Baca juga: Waspada Udara Kota Semarang Belum Baik
"Oleh karena itu, pada kelompok sensitif disarankan masker lain yang bisa mem-filtrasi PM 2.5. Kalau tidak terdapat itu maka minimal pakai masker bedah biasa karena bisa memfiltrasi PM 2.5 sekitar 50 persen," ujar Agus.
Dia menambahkan, orang-orang tetap harus menggunakan masker minimal masker bedah saat berada di luar ruangan atau sebisa mungkin mengenakan masker yang lebih tinggi level filtrasinya terutama saat polutan berada pada level lebih tinggi.
Hal senada diungkapkan pakar imunologi dari Universitas Indonesia Prof Bambang Supriyanto. Menurut dia, mengenakan masker bisa menjadi solusi mengurangi dampak buruk polusi udara pada kesehatan.
Selain masker, dia juga menyarankan masyarakat tidak merokok, menghindari bepergian ke daerah polusi tinggi, banyak minum air, tidak membakar sampah, tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan, dan mengonsumsi makanan sehat bergizi seimbang.
Berbicara dampak polusi, Bambang menyebutkan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atas karena merusak mukosa saluran nafas sehingga memudahkan virus dan bakteri masuk, ISPA bawah atau pneumonia, TBC, asma, dan pada jangka panjang bisa menurunkan fungsi paru.
"Untuk jangka panjang, fungsi paru bisa menurun sehingga tidak bisa maksimal menghirup oksigen, siap-siap penyakit kronis bisa timbul. Pada anak yang asma menjadi lebih berat. Pada bayi, akan kurus atau kecil berat lahir, bisa prematur,"pungkas dia. (Ant/Z-1)
Kualitas udara Jakarta tercatat berada pada urutan kedua sebagai kota paling berpolusi di Indonesia, setelah Tangerang Selatan, Banten dengan poin 191.
Kualitas udara Jakarta bukan hanya soal isu lingkungan, tapi juga soal kesehatan publik dan stabilitas ekonomi di wilayah urban.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara partikel halus (PM2.5) dapat menyebabkan fibrosis miokard.
Kondisi paling memprihatinkan ditemukan pada PT SBJ yang memiliki 12 tungku peleburan untuk kapasitas 8.816 ton per tahun, namun sama sekali tidak memiliki cerobong.
Peneliti dari University of Technology Sydney mengungkap debu bulan tidak seberbahaya polusi udara di jalanan.
Mengutip data WHO, 99% populasi dunia kini menghirup udara yang sudah melewati batas aman, dengan kualitas udara dalam ruangan bisa lima kali lebih buruk dari udara luar.
Kampanye ini menghadirkan instalasi visual mencolok berupa “gelembung transparan” yang ditempati oleh aktor, sebagai simbol perbedaan perlindungan antara segelintir orang.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.25 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 152 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Dampak polusi udara tidak hanya dirasakan secara fisik melalui gangguan kesehatan, tetapi juga secara ekonomi akibat penurunan produktivitas masyarakat.
Dengan peningkatan penggunaan mobil dan sepeda motor pribadi, serta penambahan frekuensi kereta api, bus, dan penerbangan, emisi gas rumah kaca dan jejak karbon transportasi akan meningkat.
Anak-anak adalah salah satu kelompok yang paling rentan terdampak polusi udara, mulai dari permasalahan tumbuh-kembang hingga performa akademik.
Bicara Udara berharap kepemimpinan baru Jakarta segera mengambil langkah konkret demi memastikan udara yang lebih bersih dan sehat bagi warga Jakarta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved