Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEBUAH studi yang dilakukan oleh Peneliti Monash University Danusha Jayawardana, menunjukkan pernikahan usia dini berdampak negatif terhadap kondisi fisik, psikologis dan emosional perempuan. Kondisi itu juga memicu fenomena ‘missing woman’ atau hilangnya posisi tawar perempuan di Indonesia.
Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa praktik pernikahan usia dini, terutama bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun, berdampak negatif pada kesejahteraan mental perempuan.
Studi ini melibatkan 5.679 perempuan sebagai sampel, dimana 30% di antaranya menikah pada usia 18 tahun. Sedangkan, status kesehatan mental mereka dinilai menggunakan Skala Depresi Pusat Studi Epidemiologi (CES-D-10) yang menunjukkan bahwa penundaan satu tahun dalam rencana pernikahan, atau setelah 18 tahun, mampu mengurangi risiko perempuan mengalami depresi.
Baca juga : Ini Dampak Kenapa Pernikahan Dini Tidak Dianjurkan
Studi itu juga menyoroti terkait kurangnya perhatian terhadap dampak dari praktik pernikahan usia dini, yakni dengan mempertimbangkan konsekuensi ekonomi yang substansial dan risiko munculnya gangguan mental.
Baca juga : UNICEF: Fenomena Pernikahan Dini Baru Bisa Hilang 300 Tahun Lagi
Apalagi bagi perempuan yang terpisah dari keluarga dan teman-temannya akibat pernikahan usia dini berpotensi terisolasi secara sosial. Sayangnya, berbagai dampak pernikahan usia dini tersebut masih kerap diabaikan dan terus mengancam kesejahteraan perempuan.
“Temuan fakta pada studi ini semakin memperjelas fenomena 'missing woman' atau hilangnya posisi tawar perempuan di Indonesia. Pernikahan usia dini seringkali menjadi akibat dari ketidaksetaraan gender, yang secara tidak proporsional merugikan perempuan, dan berpotensi mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan berisiko, seperti menyakiti diri sendiri,” kata Danusha, Rabu (21/6).
“Dukungan psikologis yang memadai, layanan konseling, dan edukasi menjadi sarana penting untuk memastikan kesejahteraan mental perempuan dan anak-anak mereka dalam praktik pernikahan usia dini,” tambahnya.
Selain itu, studi yang sama juga menjustifikasi perubahan kebijakan Indonesia yang menaikkan batas minimal usia perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Amandemen tersebut dinilai berpeluang baik pada kesetaraan gender dan meningkatkan keberpihakan terhadap perempuan. Apalagi ketidaksetaraan gender sering menjadi katalis dari manifestasi pernikahan usia dini, yang dapat memicu ancaman psikologis dan fisik pada perempuan.
“Kami harap, melalui temuan studi ini, pembuat kebijakan dapat melihat lebih lanjut mengenai konsekuensi buruk dari pernikahan usia dini dan dengan mengeksplorasi langkah-langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh praktisi dan pihak berwenang terkait," pungkasnya. (Z-8)
Pernikahan dini juga merampas hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
UPAYA pencegahan pernikahan usia dini harus konsisten ditingkatkan dengan pelaksanaan sejumlah kebijakan yang ada dan langkah yang sistematis.
Upaya pencegahan pernikahan dini harus terus ditingkatkan melalui perluasan pemahaman masyarakat terkait risiko dan dampak negatif dari pernikahan dini.
Melihat kasus tersebut dan banyak kasus pelanggaran hak bagi anak dan perempuan, Kementerian PPPA akan meluncurkan Ruang Bersama Indonesia (RBI) yang nantinya akan dimiliki di desa-desa.
Mereka belum siap untuk berumah tangga dan belum memahami mengurus anak.
Pernikahan dini bisa menimbulkan risiko kesehatan reproduksi pada perempuan, konflik pernikahan yang berujung pada perceraian, serta masalah psikologis yang dapat mempengaruhi pola asuh.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
KASUS perkawinan anak masih marak terjadi di Indonesia. Teranyar, viral soal berita perkawinan anak berusia 16 dan 15 tahun di Nusa Tenggara Barat (NTB).
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan ormas-ormas mempunyai cara tersendiri untuk mengatasi pernikahan anak di usia dini.
Aktor dan pelawak Tora Sudiro mengungkapkan kepanikannya saat menikahkan putri pertamanya, Azzahra Nabila Sudiro, pada Minggu (25/8).
Di Sulawesi Selatan, jumlah dispensasi perkawinan anak yang disetujui mencapai ribuan orang dalam setahun saja.
Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah terbukti ampuh untuk menurunkan angka stunting di Jawa Tengah dan nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved