Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
MEMBENTUK keluarga di usia muda tentunya menjadi impian bagi sebagai orang. Namun bukan berarti pernikahan dilakukan diusia dini.
Ya, kerap kita mendengar kata pernikahan dini. Pemerintah telah melarang pernikahan dini dilakukan karena memiliki banyak dampak negatifnya. Apalagi bila dalam kondisi paksaan. Sayangnya di Indonesia dan beberapa negara lainnya pernikahan dini masih kerap terjadi.
Menikah diusia muda mungkin menjadi impian setiap pasangan. Namun diperlukan banyak pertimbangan sebelum melangkah ke jenjang perkawinan.
Baca juga: Hari Keluarga Internasional, Tips Bangun Keluarga Harmonis
Nah, kali ini kita akan membahas apa alasan serta dampak dari pernikahan dini itu tidak dianjurkan. Namun sebelum membahas inti poin tersebut ketahui dulu yuk arti pernikahan di usia dini.
Baca juga: Hari Keluarga Internasional: Sejarah, Tema, dan Cara Memperingati
Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan anak di bawah umur 19 tahun. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, kententuan yang diubah pada pasal 7 ayat 1 menyatakan perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan perempuan sudah mencapai usia 19 tahun .
Fenomena pernikahan anak di bawah umur di Indonesia saat ini sebanyak 30,52% pemuda laki-laki mencatatkan usia menikah pertama saat berusia 25-30 tahun. Sedangkan, 37,27% pemuda perempuan memiliki usia menikah pertamanya pada 19-21 tahun. Lalu, 26,48% pemuda perempuan menikah pertama kali ketika berusia 16-18 tahun.
Jika dilihat dari angka itu, perlu disadari akan ada berbagai aspek yakni, fisik, psikis, dan finansial. Anak-anak masih sangat rentan dan penuh dengan risiko. Kini peraturan baru tersebut sudah berjalan dan diterapkan sekira 3 tahun. Lalu, apakah hal itu efektif meminimalisir perkawinan anak di bawah umur? Tentu tidaklah mudah untuk menjawabnya.
Lantas apa saja dampak yang akan dialami oleh mereka yang melakukan pernikahan di usia dini?
Studi menyebutkan, suami istri yang menikah ketika usianya belum 18 tahun berisiko mengidap masalah kesehatan mental hingga 41%. Ini termasuk gangguan kecemasan, depresi, trauma psikologis seperti PTSD, dan gangguan disosiatif, misalnya kepribadian ganda.
Selain itu, Organisasi Dana Anak Perserikatan Bangsa (UNICEF) juga menyebutkan, remaja sebenarnya belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mengambil keputusan dengan bijak. Sebab, mereka masih membutuhkan arahan dari orangtua.
Ini berarti, saat konflik rumah tangga terjadi, pasangan kerap kali mengutamakan kekerasan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal inilah yang selanjutnya menjadi pemicu munculnya berbagai macam masalah kesehatan mental.
Tidak hanya itu, masalah mental juga bisa muncul karena perempuan yang mengalami keguguran. Ini karena tubuh yang masih belum optimal untuk hamil dan melahirkan pada usia belia, sehingga keguguran pun sangat rentan terjadi.
Tak sedikit masyarakat Indonesia yang hidup pada lingkungan yang terbilang komunal. Artinya, kerabat, keluarga, tetangga, dan masyarakat lain bisa membawa beban tertentu untuk pasangan suami istri yang masih remaja atau belum cukup umur untuk menikah.
Contoh sederhana adanya efek tekanan sosial pada pernikahan dini adalah suami yang sudah harus bertanggung jawab menjadi kepala keluarga dan harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Sementara itu, istri memiliki beban dan tanggung jawab terhadap semua urusan rumah tangga, termasuk mendidik anak.
Padahal, jika kamu perhatikan pada sisi psikologis, pasangan yang menikah pada usia sangat muda belum siap sepenuhnya untuk mengemban tanggung jawab itu. Sayangnya, jika mereka tidak berhasil memenuhi semua bentuk tugas tersebut, orang-orang kerap mengucilkan dan menganggap mereka buruk.
Dampak lainnya adalah pasangan yang mengalami kecanduan, entah itu merokok, menggunakan narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, hingga judi. Alasannya sangat sederhana, yaitu mengurangi stres dan beban pikiran yang memang seharusnya belum menjadi tanggungan mereka.
Selain itu, remaja memang masih belum mengetahui dengan baik bagaimana cara yang tepat dan sehat untuk mencari solusi atau mengekspresikan emosi ketika sedang mengalami stres akibat permasalahan rumah tangga.
Aktivitas seksual, termasuk berhubungan intim yang berlangsung pada pasangan yang masih belum berusia 18 tahun akan lebih tinggi risikonya untuk mengalami berbagai masalah infeksi menular seksual. Ini termasuk HIV atau sifilis.
Tentu, hal tersebut terjadi bukan tanpa alasan. Ini karena edukasi seks aman dan sehat pada anak yang terbilang masih sangat minim. Selain itu, sosialisasi kepada orangtua dan masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan intim yang masih rendah.
Studi menyebutkan, perempuan yang melakukan pernikahan dini memiliki risiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang lebih tinggi. Sebab, usia yang masih sangat belia untuk membina hubungan rumah tangga kerap kali membuat pasangan masih belum dapat berpikir logis dan dewasa.
Selain itu, keadaan emosi anak juga belum stabil yang membuat mereka sangat mudah terbawa emosi, ego, dan amarah. Akhirnya, masalah yang muncul bukan mendapat solusi dan penyelesaian melalui diskusi dan komunikasi, melainkan lebih sering menggunakan kekerasan, baik verbal maupun fisik.
Bahkan, risiko pihak perempuan dalam mengalami kekerasan seksual pada hubungan rumah tangga juga sama tingginya saat melakukan pernikahan dini. Terutama untuk pasangan yang tinggal jauh dari orang tua dan jarak usia yang terpaut lebih jauh.
Selain kesehatan, melakukan pernikahan dini juga disebut dapat mengambil paksa masa remaja perempuan. Sebab, masa muda mereka harusnya diisi dengan belajar dan mengembangkan kemampuan diri supaya bisa mendapatkan masa depan yang cerah dan kondisi finansial yang pastinya lebih baik.
Sayangnya, menikah pada usia belia mewajibkan perempuan muda harus mengurus rumah tangga dan membesarkan anak. Inilah alasannya, sebagian besar perempuan yang menjalani pernikahan pada usia yang begitu muda berhenti atau putus sekolah. Hal yang sama juga terjadi pada pria yang sudah harus memberi nafkah untuk keluarga.
Menikah bukan menjadi perkara yang sederhana dan mudah. Setiap pasangan perlu matang secara fisik, emosi, dan mental. Inilah alasannya mengapa pernikahan dini seharusnya tidak dilakukan. Selain itu, pasangan juga harus memiliki kesiapan mental dan finansial guna menghindari konflik rumah tangga. (Z-3)
HIJRIAH Food Festival 2025 digelar dalam menyambut Tahun Baru Islam 1447 Hijriah.
UPAYA membangun pola asuh keluarga yang baik harus menjadi perhatian serius semua pihak untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing di masa depan.
Bunda Homecare adalah layanan kunjungan medis langsung ke rumah pasien yang menyediakan vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan.
Sosok PMO biasanya berasal dari keluarga serumah, tetangga atau kerabat terdekat dari pasien tuberkulosis.
UPAYA memperkuat peran keluarga untuk mewujudkan pemberdayaan harus menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah demi melahirkan bangsa yang kuat dan berdaya saing di masa datang.
TRAILER resmi film horor terbaru dari Leo Pictures, berjudul Jalan Pulang telah resmi dirilis di kanal Youtube Leo Pictures. Dibintangi Luna Maya, Shareefa Daanish
Jangan sampai lantaran asyik bermain gawai membuat kita lupa dengan keluarga.
Ingin membangun keluarga harmonis, berikut tipsnya. Yang paling penting komitmen anggota keluarga untuk menciptakan keluarga harmonis.
Setiap tanggal 15 Mei diperingati sebagai hari keluarga internasional. Berikut sejarah, tema, dan cara memperingati bersama keluarga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved