Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR hukum tata negara dan pengajar STH Jentera Bivitri Susanti menilai pembahasan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dengan metode omnibus law akan berbahaya dalam demokrasi karena dinilai terlalu instan.
"Teknik omnibus ini berbahaya dalam konteks proses pembentukkan perundang-undangan demokratis. Alasannya adalah metode ini akan melakukan perubahan dengan cara instan karena itu dia digunakan oleh penguasa dengan menggunakan dengan cara instan," kata Bivitri dalam konferensi pers secara daring, Selasa (13/6).
Kemudian, lanjut Bivitri, metode ini bisa menyembunyikan hal-hal yang harusnya bisa jadi perhatian banyak orang namun luput karena memuat banyak sekali topik. Itu juga yang terjadi pada UU Cipta Kerja, harus ada keterkaitan yang nyata tidak bisa digabung semuanya.
Baca juga: RUU Kesehatan Diminta Jangan Buru-buru Disahkan, Ini Catatan dari Masyarakat Sipil
"Kemudian perihal isi politik hukum RUU Kesehatan ini menempatkan kesehatan sebagai industri bukan kesehatan sebagai hak asasi manusia sehingga tergambar dalam muatannya. Sehingga kendalinya pun dikendalikan di bawah Kementerian Kesehatan," sebutnya.
Menurutnya pembahasan RUU cenderung tertutup dan tanpa partisipasi publik yang bermakna. Bahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa dari 478 pasal dalam RUU Kesehatan, total DIM batang tubuh sebanyak 3020: sebanyak 1037 tetap, 399 perubahan redaksional, dan 1584 perubahan substansi. Akan tetapi DIM yang dibahas sejak Agustus 2022 baru diketahui publik sekitar Maret 2023. Hingga saat ini, publik juga belum disuguhkan draft terbaru RUU Kesehatan.
Baca juga: Pengelolaan Jaminan Sosial Nasional Dikembalikan ke UU SJSN
Di kesempatan yang sama The Institute for Ecosoc Rights Sri Palupi juga menilai RUU Kesehatan cenderung mengarah pada liberalisasi kesehatan dan mengarah pada komersialisasi layanan kesehatan dan menjadikan layanan kesehatan menjadi komoditi.
"Komersialisasi ini dampaknya luar biasa seperti akses warga terhadap layanan kesehatan kemudian kesenjangan terutama di wilayah 3T," ucapnya.
Baca juga: RUU Kesehatan Diminta Jangan Buru-buru Disahkan, Ini Catatan dari Masyarakat Sipil
Adapun indikasi liberalisasi layanan kesehatan yang dimaksud kemudahan investasi di bidang layanan kesehatan, pendidikan dokter, farmasi yang jelas-jelas mengabaikan kepentingan publik. Kemudian dominasi organisasi profesi disebut sebagai sumber masalah dan kampanye dari RUU Kesehatan selama ini.
"Tapi ironisnya dominasi profesi diambil alih oleh Kementerian Kesehatan, sehingga yang terjadi bukan menyelesaikan masalah tetapi memindahkan masalah," ujar Sri.
"RUU ini juga disebut sebagai percepatan produksi dokter lokal tetapi di RUU ini juga membuka kemudahan masuknya dokter asing dengan pengandaian dokter asing mau kerja di wilayah 3T. Maka yang terjadi layanan kesehatan yang masih menjadi sumber masalah justru terjadi memperburuk adanya ketimpangan pelayanan kesehatan," tambahnya. (Iam/Z-7)
WAKIL Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengajak seluruh masyarakat, terutama warga Bali untuk sama-sama memperjuangkan UU Kebudayaan.
Omnibus Law: Kupas tuntas kebijakan ekonomi terbaru, dampak, dan peluangnya. Panduan lengkap untuk memahami perubahan signifikan ini!
DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura berpendapat rancangan undang-undang Kepemiluan rawan diakali ketika menggunakan model omnibus law.
Kajian itu pun, kata dia, akan membahas agar produk undang-undang tak menyalahi aturan yang ada.
Bima memastikan bahwa Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah akan berkomunikasi dengan Komisi II DPR RI mengenai putusan MK tersebut.
Saat ini anggota DPR RI masih menjalani masa reses. Setelah reses berakhir, Rifqi memastikan pihaknya bakal melakukan rapat dengan pimpinan DPR RI.
Di Indonesia, Survei Kesehatan 2023 mencatat sekitar 6,7 juta penduduk terinfeksi hepatitis B dan 2,5 juta terinfeksi hepatitis C.
Sebanyak 13 provinsi belum mencapai target cakupan imunisasi bayi lengkap 90% dalam tiga tahun terakhir dan tren anak yang belum mendapatkan imunisasi dasar meningkat signifikan.
BEBAN penyakit pneumonia di Indonesia masih tergolong tinggi, khususnya pada kelompok usia dewasa dan lansia, serta individu dengan penyakit penyerta.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, mengatakan bahwa kandungan gula garam dan lemak pada (GGL) pada makanan yang dikonsumsi ditengarai menjadi salah satu penyebab obesitas pada anak.
Rasio dokter di Indonesia hanya sekitar 0,60 hingga 0,72 dokter per 1.000 penduduk. Angka itu jauh di bawah standar WHO yaitu 1 dokter per 1.000 penduduk.
Sebanyak 103 lokasi Koperasi Desa Merah Putih akan menjadi proyek percontohan untuk kehadiran klinik dan apotek desa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved