Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengungkapkan penanganan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) harus secara komprehensif dan juga secara penyebab harus ditelusuri. Termasuk menjawab kenapa ada kandungan EG/DEG yang berlebihan dalam obat sirup sehingga menyebabkan GGAPA.
“Pengawasan pun harus dilakukan agar kedepan kasus serupa tidak terjadi lagi,” ucap Edy Wuryanto saat dihubungi pada Selasa (28/2).
Menurut Edy, GGAPA tidak bisa dianggap KLB, karena GGAPA bukan termasuk penyakit menular. Untuk itu pembiayaan tidak bisa diberikan dari uang negara.
“Pada 26 Januari lalu, Kemenkes dan Komisi IX telah melakukan rapat. Dalam rapat tersebut terdapat kesimpulan Kemenkes didesak agar segera melaksanakan kesimpulan rapat kerja yang digelar 2 November 2022. Terutama terkait memberi santunan kepada keluarga korban GGAPA sesuai peraturan yang berlaku,” terangnya.
“Selain itu juga menjamin seluruh pembiayaan pengobatan dan perawatan paliatif anak korban GGAPA melalui program JKN sebagai peserta PBI. Saya minta Kemenkes untuk komitmen terkait hal ini,” sambung Edy.
Baca juga: Rujukan Berjenjang pada Pasien Gagal Ginjal di JKN Perlu Dihapuskan
Edy menerangkan bahwa pada Pasal 21 Ayat 1 UU SJSN menyatakan penjaminan JKN itu untuk preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
“Korban GGAPA ini tentu bisa dijamin oleh JKN tapi dengan indikasi medis. Yang menjadi pekerjaan rumah selanjutnya, anak tersebut harus terdaftar dan aktif sebagai peserta JKN,” ungkapnya.
Kepedulian negara terhadap kasus ini seharusnya tidak sebatas mengungkap kasus dan menetapkan tersangka.
“Mereka yang sudah menjadi korban pun harus mendapatkan pengobatan yang layak dan dijamin tanpa biaya. Sebab sebelumnya anak tersebut mengkonsumsi obat karena ingin sembuh, tapi malah sakit yang berlangsung panjang. Semoga kasus seperti ini tidak terjadi lagi di kemudian hari,” pungkas Edy. (OL-17)
Hingga saat ini, layanan tes HIV tersedia di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten.
Dari 356 ribu ODHIV tersebut, sekitar 67 persen atau 239.819 orang sedang dalam pengobatan dan sekitar 55 persen atau 132.575 virusnya tersupresi.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan di periode 2024, ada lebih dari 4.500 kasus IMS pada rentang kelompok muda.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana melanjutkan wacana standardisasi kemasan rokok untuk seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran.
PENYAKIT hipertensi, diabetes melitus, hingga masalah gigi menjadi penyakit yang banyak ditemukan dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG).
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur melakukan penyelidikan epidemiolog menyusul temuan 2 kasus covid-19 di provinsi tersebut.
Trubus menilai bahwa pemerintah lebih memperdulikan nilai ekonomis dan mengabaikan nilai humanis
Kuasa Hukum dari Korban kasus GGAPA, Reza Zia Ulhaq menilai nominal ganti rugi pada keluarga korban Gugatan Class Action Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) masih jauh dari harapan.
Putusan gugatan gagal ginjal akut pada anak masih jauh dari harapan
Kasus gagal ginjal kronik yang membutuhkan cuci darah di RSHS jumlahnya mencapai 10-20 anak per bulan
HAMPIR dua tahun kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) mencuat ke publik, pemerintah minta maaf dan memberikan bantuan kepada korban.
Kementerian Kesehatan Uzbekistan mengatakan 18 anak meninggal setelah mengonsumsi obat sirup, Doc-1 Max, yang diproduksi oleh produsen obat India Marion Biotech.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved