Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diminta oleh BPJS Watch untuk mengurus dan menjamin pengobatan anak-anak yang sakit akibat kasus kekerasan seksual dan penganiayaan dan bukan lagi diberikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan bahwa LPSK sangat menyetujui ketentuan tersebut.
"Memang seharusnya BPJS Kesehatan yang menanggungnya ya, tapi sejak ada Perpres 82 Tahun 2018 Pasal 52 Ayat 1 Huruf R membuat beberapa pengecualian termasuk kepada korban tindak pidana. Dan pada keterangannya ketika itu disampaikan korban tindak pidana yang menanggung adalah LPSK," kata Edwin saat dihubungi pada Jumat (6/1).
Baca juga : Laporan Kekerasan Seksual Paling Banyak Berasal dari Kampus, Satgas TPKS Perlu Dioptimalkan
Menurutnya, LPSK bukanlah lembaga yang tepat karena LPSK sendiri bukan lembaga penjamin, melainkan hanya lembaga yang memberikan bantuan rehabilitasi kepada korban.
"Itu sangat tidak tepat karena LPSK bukan lembaga penjamin, dan juga kami hanya bisa memberikan bantuan rehabilitasi medis apabila orang itu memohonkan kepada LPSK di sisi lain juga bahwa kasus itu atau permohonan itu dikabulkan oleh LPSK," ujarnya.
Konteks rehabilitasi di LPSK yaitu dalam konteks untuk pengungkapan suatu perkara tindak pidana, di sisi lain memang ada beberapa ketentuan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang termasuk bagaimana proses rehabilitasi medis itu termasuk yang menjadi korban kekerasan seksual.
Baca juga : ABG 15 Tahun Korban Pemerkosaan di Parigi Moutong Minta Perlindungan LPSK
"Di sisi lain kemampuan anggaran LPSK sejauh ini masih sangat terbatas untuk meng-cover seluruh korban tindak pidana, seperti tadi saya sampaikan LPSK bukan lembaga penjamin, beda halnya dengan BPJS Kesehatan yang dibentuk untuk lembaga penjamin kesehatan, ada baiknya Pasal 52 Huruf R ditinjau ulang untuk dapat memastikan bahwa negara hadir dalam semua korban tindak pidana, jangan ada pengecualian," imbuh Edwin.
Apabila terpidana tidak mampu membayar restitusi, jaksa bakal menyampaikan pemberitahuan kepada LPSK.
Hal itu penting dilakukan sebagai upaya menjamin pemenuhan hak restitusi bagi para korban tindak pidana.
LEMBAGA Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyiapkan perlindungan bagi jurnalis media Tempo yang mendapatkan teror pengiriman kepala babi dan bangkai tikus.
Dipaparkan bahwa kerentanan anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual sebesar 32% sedangkan kerentanan anak perempuan 51%.
Hingga kini, baru 4 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan pemerintah.
Sinergitas pelayanan antar lembaga, dan kebutuhan penanganan yang lebih responsif terhadap korban.
Kapolres Victor mengutarakan pihaknya mengungkap kasus periode April hingga Juni 2025 dengan total delapan Laporan Polisi dengan sejumlah 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Peraturan pemerintah tentang Dana Bantuan Korban (DBK) Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum mampu mengatur secara jelas sumber pendanaan DBK dari anggaran negara.
Sepuluh anak korban pencabulan oleh guru ngaji bernama Ahmad Fadhillah di Tebet, Jakarta Selatan, seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Mereka berusia 9 hingga 12 tahun.
SEORANG mahasiswi berusia 19 tahun korban kekerasan seksual di Karawang, Jawa Barat, dipaksa menikah dengan pelaku yang juga adalah pamannya sendiri.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong dilakukan pencegahan terhadap terjadinya tindak kekerasan kepada anak secara berulang atau reviktimasi.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved