Kompensasi Korban Terorisme, LPSK: Sudah Bayar Rp113 M, Masih Banyak yang belum Lapor

Arnoldus Dhae
18/7/2025 06:57
Kompensasi Korban Terorisme, LPSK: Sudah Bayar Rp113 M, Masih Banyak yang belum Lapor
Ilustrasi(Dok LPSK)

SEJAK program kompensasi korban terorisme masa lalu dijalankan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat telah menyalurkan dana sebesar Rp113 miliar kepada 785 orang yang terdampak berbagai aksi teror di Indonesia. Namun, angka tersebut belum mencerminkan keseluruhan korban yang seharusnya mendapat hak yang sama. 

Wakil Ketua LPSK, Mahyudin, mengakui masih banyak korban yang belum terdata ataupun melapor. "Ada 785 korban yang sudah kami bayarkan dengan total sekitar Rp113 miliar. Itu data sebelumnya, sebelum saya masuk," kata Mahyudin saat ditemui seusai acara Sosialisasi Penanganan Korban Terorisme Masa Lalu di Prime Plaza Hotel, Sanur, Denpasar, Kamis (17/7/2025). 

Menurut Mahyudin, besaran kompensasi yang diterima korban ditentukan berdasarkan tingkat luka, mulai dari Rp75 juta untuk luka ringan hingga Rp250 juta bagi korban meninggal dunia. Penilaian dilakukan oleh tim dokter forensik dari Perhimpunan Dokter Forensik Medikolegal Indonesia (PDFMI). "Derajat luka jadi dasar pemberian kompensasi, jadi tidak bisa sembarangan. Harus ada asesmen forensik medis," jelas Mahyudin.

Meski penyaluran kompensasi terus berjalan, LPSK masih menerima pengajuan baru. Saat ini, ada 22 korban yang mengajukan kompensasi melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan sedang diproses lebih lanjut.

Namun, Mahyudin belum bisa merinci asal-usul kasus para pemohon tersebut. Apakah mereka korban Bom Bali, serangan di Jakarta, atau konflik terorisme yang pernah terjadi di wilayah seperti Palu, Sulawesi Tengah. "Saya belum bisa pastikan detailnya. Bisa saja dari berbagai kejadian," ujarnya.

Untuk memperluas jangkauan, LPSK kini gencar melakukan sosialisasi langsung ke daerah-daerah, agar masyarakat, terutama para keluarga korban dapat mengetahui hak-haknya dan berani melapor. "Masih banyak korban yang bahkan belum tahu bahwa mereka punya hak mendapatkan kompensasi. Sosialisasi ini penting agar tidak ada yang tertinggal," tegas Mahyudin.

Khusus untuk Bali, LPSK telah menangani sejumlah korban, namun belum semua data terverifikasi. Tragedi Bom Bali I dan II, yang juga melibatkan banyak warga negara asing (WNA), membuat proses pendataan lebih kompleks. "Untuk WNA belum fokus kesana, kami masih fokus dengan penanganan korban WNI dulu," ucap Mahyudin.

Ia menambahkan, hanya korban yang memiliki asesmen resmi yang berhak mendapatkan kompensasi. Hal ini dilakukan agar dana bantuan benar-benar tepat sasaran dan dapat menunjang pemulihan korban secara menyeluruh.

Sementara itu, Ketua LPSK, Brigjen Pol (Purn) Dr. Achmadi menegaskan bahwa pemberian kompensasi bukan sekadar bantuan finansial, tetapi juga bentuk pengakuan dan kehadiran negara terhadap korban ketidakadilan. "Negara hadir, bukan hanya untuk memberi uang, tapi juga memberi pengakuan bahwa mereka adalah korban yang harus dilindungi dan dipulihkan," kata Achmadi. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya