Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
MEDIA sosial selama ini sudah menjadi ruang untuk bersosialisasi dan berinteraksi. Namun sayangnya, ruang ini justru berubah menjadi lingkungan yang seakan tanpa norma dan etika. Ajang eksistensi diri yang berlebihan dari aktivitas pendek berupa gerakan jari. Bahkan viral pun dianggap tujuan utama walaupun tampak tak bermoral.
Aktivis Media Sosial Enda Nasution turut menanggapi krisis kesantunan warganet (netizen) di medsos yang kini menjadi fenomena tersendiri di tengah kemajuan teknologi informasi. Menurut dia, percepatan literasi digital menjadi salah satu solusi efektif guna meringankan penyakit kronis netizen yang tak kunjung reda.
"Harus ada program-program yang lebih sistematis dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang literasi digital tentang bijak bermedsos dan tentang dampak dari penggunaan medsos yang kebablasan," ujar Enda dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (22/9).
Dia melanjutkan, krisis kesantunan sejatinya sudah bukan hal baru bagi dunia medsos dalam negeri, sehingga dia menganggap justru fenomena ini akan terus melekat dan menjadi bagian dari dinamika medsos.
"Ini memang sesuatu yang tidak akan hilang dari kehidupan kita selamanya. Hal ini sama seperti kehidupan nyata, akan selalu ada peristiwa-peristiwa atau insiden-insiden yang memperlihatkan adanya kekerasan verbal atau kekerasan fisik," tuturnya.
Namun demikian, pria yang juga merupakan Koordinator Gerakan #BijakBersosmed ini mengatakan, hal tersebut tidak boleh membuat seluruh pihak menutup mata bahwa fenomena tersebut memang berbahaya dan perlu diawasi.
"Tetapi tidak menutup mata juga bahwa memang ada insiden-insiden ekstrem lain yang terjadi di media sosial yang barang tentu telah membuat kita khawatir dan harus awas terhadap perkembangan yang terjadi di medsos," katanya.
Enda juga mengungkapkan, fenomena hoaks dan ujaran kebencian sejatinya juga memiliki faktor pemicu. Terlebih ketika di 2014-2016 frekuensinya cukup tinggi, yang sampai saat ini juga belum kunjung hilang.
Baca juga: Bawaslu: Kalau Mau Kampanye di Kampus, Revisi UU Pemilu
"Namun demikian, bisa kita analisa bahwa memang penyebaran hoaks ini, juga dipicu oleh kejadian di dunia nyata terutama ketika ada konsentrasi politik, insiden bencana alam, hingga peristiwa nasional," ungkapnya.
Menjelang tahun politik 2024 mendatang, Enda juga mengatakan bahwasanya medsos akan kembali dimanfaatkan menjadi arena peperangan opini. Pasalnya, jangkauan medsos dan kemudahan aksesnya dipilih karena efisiensinya dalam penyebaran informasi.
"Efeknya yang luas dan murah dan sudah terlihat dari sekarang bagaimana para politisi, capres, partai politik mulai membangun kanal-kanal komunikasinya di media sosial," ujar pria kelahiran Bandung, 29 Juli 1975 ini.
Namun demikian, ia menekankan harus ada kesadaran bahwa kontestasi politik bukan berarti permusuhan dan jangan sampai menimbulkan perpecahan. Sehingga efek kontestasi politik tidak berujung pada perpecahan bangsa, tapi justru kita harus bisa menghargai mereka yang menang maupun mereka yang kalah. Dan setelah kontestasi berakhir maka yang menang adalah semua masyarakat sebagai bangsa Indonesia.
"Sehingga semua pengguna media sosial bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukannya. Ada aturan agama, ada aturan dari pemilik platform yang biasa kita sebut ketentuan layanan dan juga ada aturan hukum yang berlaku," ujar pria yang mendapatkan julukan sebagai Bapak Blogger Indonesia ini.
Selain itu, lanjut Enda, di atas itu semua ada etika dan sanksi sosial atas perilaku yang dilakukan oleh pengguna medsos. Sanksi seperti blocking, unfriend, unfollow atau mute. Yang mana itu semua adalah sanksi sosial yang bisa berlaku pada siapa pun yang melanggar etika sosial di medsos.
"Sehingga edukasi berupa informasi dan pengetahuan tentang bijak bersosial media serta literasi digital menjadi krusial, bukan hanya penegakan hukum saja," pungkas pria yang juga Ketua Tim Jabar Saber Hoaks. (RO/OL-16)
Di tengah dinamika kebangsaan yang kerap diwarnai ketegangan antara identitas agama dan tenun pluralitas, sebuah pertanyaan fundamental layak kita ajukan kembali.
Sistem organisasi advokat di Indonesia sudah multibar sehingga perlu mekanisme etik dan sanksi yang terkoordinasi.
ANGGOTA Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiyah mengaku prihatin atas insiden hilangnya ponsel Iphone milik salah satu penumpang dalam penerbangan Garuda Indonesia.
Ada tantangan dalam membangun komunikasi korporat yang beretika di tengah perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Maka dibutuhkan ‘revolusi budaya integritas’. Sejatinya, integritas pendidikan kita lahir dari sebuah kesadaran dan kebijaksanaan kritis dalam mendidik, membangun, dan mengorganisasi.
PENGURUS Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah (PDITT) dr. Iqbal Mochtar mengatakan bahwa fenomena kekerasan seksual
Tanpa pemahaman dan kontrol diri yang baik, kebiasaan membagikan informasi dan konten di media sosial bisa mengganggu dan merugikan orang lain.
Oversharing di media sosial berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan validasi dari orang lain.
AKTRIS Tissa Biani kini tengah menyambut perilisan film terbaru yang dibintanginya, Norma Antara Mertua dan Menantu saat Lebaran.
Melansir dari situs Times of India, terdapat 5 alasan yang membuat sejumlah orang jarang posting foto dengan pasangan di medsos, ini daftarnya.
Tantangan sebenarnya adalah apakah bisa platform media sosial betul-betul mendeteksi secara akurat, bahwa akun tersebut merupakan akun media sosial dari anak-anak.
Bila aturan tersebut perlu diperkuat, maka PP yang sudah disahkan bisa dijadikan Undang-Undang (UU)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved