Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
INDONESIA memiliki letak geografis yang berada pada 6o Lintang Utara (LU) hingga 11O Lintang Selatan (LS) dan membelah garis khatulistiwa (0o). Kondisi geografis tersebut memungkinkan matahari untuk pada suatu titik tepat berada tegak lurus di atas kita, hal tersebut menyebabkan fenomena hari tanpa bayangan.
Fenomena hari tanpa bayangan atau yang dikenal dengan kulminasi tersebut akan berlangsung pada tengah hari mulai 7 September hingga 21 Oktober 2022. Fenomena ini dapat diamati dari berbagai wilayah di Indonesia dalam waktu yang berbeda tergantung dari letak geografis masing-masing daerah.
Periset Pusat Riset Antariksa BRIN, Andi Pangerang menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan karena nilai deklinasi matahari pada periode tersebut akan sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan matahari akan berada tepat di atas kepala.
Baca juga: SDM Lokal Khawatir Tidak Mampu Bersaing Setelah Pembangunan IKN
“Karena nilai deklinasi matahari sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia, maka matahari akan berada tepat di atas kepala kita saat tengah hari. Ketika matahari berada di atas Indonesia, tidak ada bayangan yang terbentuk oleh benda tegak tidak berongga saat tengah hari, sehingga fenomena ini dapat disebut sebagai Hari Tanpa Bayangan Matahari,” jelas Andi.
Hari tanpa bayangan sendiri terjadi dua kali setahun untuk daerah yang terletak di antara Garis Balik Utara (Tropi of Cancer; 23,4O LU) dan Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn; 23,4O LS) atau di sekitar garis khatulistiwa. Sementara, untuk daerah yang terletak di Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan akan mengalami hari tanpa bayangan hanya sekali setahun, yakni Ketika Solstis Juni (21/22 Juni) maupun Solstis Desember (21/22 Desember). Sedangkan di luar wilayah tersebut, matahari tidak akan berada di atas kepala (zenit) ketika tengah hari sepanjang tahun.
Di Indonesia sendiri nilai deklinasi matahari bervariasi antara +6O hingga -11O (6O LU hingga 11OLS) sejak pekan kedua bulan September hingga pekan ketiga bulan Oktober. “Deklinasi merupakan sudut apit antara lintasan semu Matahari dengan proyeksi ekuator Bumi pada bola langit atau disebut juga dengan ekuator langit,” terang Andi.
Baca juga: Pakar Jelaskan Beberapa Hal yang Perlu Diketahui tentang Legionella
Andi memberikan tips untuk bisa menyaksikan fenomena hari tanpa bayangan matahari. “Yang pertama siapkan benda tegak seperti tongkat atau spidol atau benda lain yang dapat ditegakkan. Lalu letakkan di permukaan yang rata dan amati bayangan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jangan lupa untuk mendokumentasikannya dengan foto atau rekaman video saat proses tidak adanya bayangan matahari,” paparnya.
Andi juga menambahkan, apabila cuaca berawan, fenomena ini dapat disaksikan paling cepat lima menit sebelum atau paling lambat lima menit setelah waktu yang ditentukan. Hal ini dikarenakan di luar rentang waktu lima menit tersebut bayangan akan muncul kembali.
“Kota Pontianak akan mengalami fenomena ini saat terjadinya ekuinoks pada 23 September pukul 11.35.10 WIB. Untuk di Pulau Jawa, beberapa kota besar akan mengalaminya antara tanggal 9 Oktober-13 Oktober. Seperti di Jakarta yang akan terjadi pada 9 Oktober pada 11.39.59 WIB, Semarang pada 11 Oktober 11.25.08 WIB, Surabaya pada 12 Oktober 11.15.34 WIB, dan Yogyakarta pada 13 Oktober 11.24.51 WIB. Lebih lengkapnya kawan BRIN dapat melihat tabel waktu,” ujar Andi.
Saat sinar matahari datang tegak lurus dengan permukaan Bumi intensitas sinar atau radiasi akan maksimum. Akan tetapi intensitas ini tidak serta merta mempengaruhi kenaikan suhu di permukaan Bumi saat siang hari di wilayah yang mengalami hari tanpa bayangan.
Hal ini dikarenakan kenaikan suhu tidak hanya dipengaruhi oleh sudut penyinaran, melainkan juga oleh tutupan awan, kelembaban, dan jumlah bibit awan hujan. Semakin kecil tiga faktor tersebut, maka suhu permukaan Bumi akan semakin tinggi saat tengah hari.
“Jarak Bumi-Matahari juga sedikit berperan dalam kenaikan dan penurunan suhu rata-rata global permukaan Bumi, meskipun hanya kurang lebih 2,4OC,” lanjut Andi. (H-3)
WAHANA antariksa Gaia milik Badan Antariksa Eropa, yang selama ini telah bertugas memetakan galaksi Bima Sakti, kini telah menyelesaikan fase pengamatan bintangnya.
Pendirian Asosiasi Antariksa Indonesia dilandasi visi besar untuk mendukung kemajuan industri antariksa nasional sehingga Indonesia menjadi salah satu pemain utama di dunia.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengumumkan misi wahana pendarat bulan, Blue Ghost, berhasil diluncurkan dari Launch Complex 39A di Kennedy Space Center, Florida, 15 Januari 2025 lalu.
Jules Verne, penulis asal Prancis, menjadi pelopor dalam memprediksi perkembangan teknologi masa depan.
Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun penuh dengan misi antariksa ambisius dari berbagai negara yang akan membuka babak baru dalam pengetahuan dan inovasi.
Dua teleskop radio baru dari Tiongkok dengan antena besar berdiameter 40 meter resmi beroperasi pada, Jumat (27/12).
Teleskop Surya Daniel K. Inouye berhasil mengambil gambar paling tajam dari permukaan matahari, mengungkap striasi halus akibat medan magnet skala kecil.
Ilmuwan berhasil menangkap citra korona Matahari dengan resolusi tertinggi berkat sistem optik adaptif terbaru pada Teleskop Surya Goode.
Mengapa luar angkasa tampak gelap meskipun Matahari bersinar terang dan miliaran bintang menghuni jagat raya? Pertanyaan ini menjadi topik menarik yang sering dicari di Google.
Filamen matahari sepanjang 1 juta km meletus dramatis picu CME besar 12 Mei. Untungnya, letusan ini tidak mengarah ke Bumi, tapi tetap jadi sorotan ilmiah.
Penelitian terbaru NASA menunjukkan permukaan Bulan dapat menghasilkan dan mengisi ulang molekul air melalui bantuan angin matahari, yang membawa ion hidrogen bermuatan positif.
Meskipun Matahari jelas menjadi pusat dari Tata Surya, pemahaman terbaru tentang gerak planet menunjukkan hal yang menarik: ternyata, Bumi tidak benar-benar mengelilingi Matahari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved