Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PLASTIK kini sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Penggunaan kemasan plastik padat, baik sebagai tempat penyimpanan makanan, botol minuman, botol susu, dan lain-lain juga semakin meningkat. Plastik tidak hanya digunakan untuk industri primer, namun juga sekunder dan tersier.
Saat ini, di masyarakat internasional dan dalam negeri telah banyak informasi terkait keamanan Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang berpotensi berdampak pada kesehatan.
BPA (Bisphenol A) adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membuat sejenis plastik polikarbonat, sering digunakan untuk FCM (Food Contact Materials) seperti kemasan air galon atau sebagai resin epoksi dalam lapisan pelindung kaleng untuk pangan atau minuman.
Baca juga: Warga Masih Sulit Beralih dari Plastik Sekali Pakai untuk Distribusi Hewan Kurban
Sekretaris Jendral (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ulul Albab mengatakan, “Selama ini, masyarakat hanya menyoroti pengaruh jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi terhadap kesehatan, namun mengabaikan pengaruh kemasan makanan atau minuman tersebut serta kandungan dalam kemasan tersebut terhadap kesehatan.”
Data dari Kementerian Perindustrian menyebutkan, sekitar 78% industri menggunakan plastik untuk makanan dan minuman kemasan. Sementara sekitar 16,5% sisanya digunakan untuk kemasan minuman berkarbonasi.
Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Tidak Menular PB IDI Agustina Puspitasari menyampaikan, secara global, BPA banyak digunakan pada produk-produk seperti botol air yang dapat digunakan kembali, plastik polikarbonat, plastik pengemas, pelapis kaleng makanan, pipa air. Namun, migrasi partikel BPA ke dalam makanan atau minuman yang bersinggungan langsung pada kemasan primernya menimbulkan keprihatinan mengingat dampak risiko kesehatan yang ditimbulkannya.
Agustina menjelaskan, berdasar hasil penelitian menunjukkan paparan BPA mempengaruhi fisiologi yang dikendalikan oleh endokrin, kelenjar prostat dan perkembangan otak pada janin, bayi dan anak-anak. Hal itu juga mempengaruhi kesehatan dan perilaku anak.
Penelitian lain juga menunjukan kemungkinan hubungan antara BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular.
Pada 1950, BPA mulai digunakan dalam resin epoksi dan bahan dasar pembuatan plastik polikarbonat. Namun, pada 1970, program nasional toksisitas di Amerika Serikat (AS) menemukan BPA bersifat toksik bagi organ reproduksi.
Setelah melewati banyak uji penelitian, pada 2008, Badan Pengawas Makanan dan Obat di AS (FDA) menetapkan batas konsentrasi asupan, sementara negara Kanada mengeluarkan larangan terbatas penggunaan BPA dan mengklasifikasikannya sebagai zat beracun.
Pada 2011, Komisi Regulasi Uni Eropa mengeluarkan SML (Specific Migration Limit) dan melarang menggunakan BPA pada produk botol bayi dan anak-anak.
Bahkan sejumlah negara menerapkan pengaturan spesifik BPA pada kemasan pangan. Seperti Prancis yang melarang penggunaan BPA pada seluruh kemasan kontak pangan.
Negara bagian California di AS mewajibkan produsen untuk mencantumkan label “kemasan ini mengandung BPA yang berpotensi menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan sistem reproduksi.
Sementara Denmark, Austria, Swedia, Malaysia: pelarangan penggunaan BPA pada kemasan kontak pangan untuk konsumen usia rentan 0-3 tahun.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur, Badan POM berinisiatif melakukan pengaturan pelabelan AMDK pada kemasan plastik dengan melakukan revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menegaskan isu BPA dalam produk pangan olahan ini bukan masalah kasus lokal atau nasional, tetapi merupakan perhatian global yang harus disikapi dengan cerdas dan bijaksana untuk kepentingan perlindungan kesehatan konsumen.
PB IDI mendukung upaya Badan POM RI dalam kajian regulasi pelabelan BPA pada Kemasan Plastik demi keamanan dan perlindungan Kesehatan masyarakat.
Ulul Albab juga mengingatkan semua pihak untuk menerapkan Visi ekonomi plastik baru sesuai dengan rekomendasi UNEP yakni mengeliminasi plastik yang tidak kita butuhkan, berinovasi untuk memastikan plastik yang kita butuhkan dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dapat dikomposkan kembali, serta sirkulasikan semua barang plastik yang kita gunakan untuk menjaganya tetap ekonomis dan ramah lingkungan
Berikut adalah rekomendasi IDI pada pemerintah, industri, dan masyarakat terkait BPA pada kemasan plastik:
Penerapan intervensi pada pemaknaan kesehatan atau Health Belief Model dapat membantu efektivitas program kesehatan.
Membangun komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup merokok di antara penduduk Indonesia.
Beberapa penyakit kuno seperti Rabies, Trakoma, Kusta, TBC, dan Malaria masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
Menggunakan talenan yang sama untuk sayur dan daging bisa menyebabkan kontaminasi silang berbahaya seperti Salmonella. Simak tips mencegahnya berikut.
Kebiasaan merokok biasanya diawali hanya dengan satu batang rokok tapi akan ada banyak resiko yang mengikuti setelahnya.
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dilakukan yaitu pengembangan sistem klaim digital dan pengembangan sistem pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan.
Momentum ibadah kurban menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
PERINGATAN Hari Raya Idul Adha 1446 H/2025 di Temanggung, Jawa Tengah, tahun ini dipastikan bebas sampah plastik
Sampah plastik bukan sekadar masalah lingkungan. Ini adalah masalah sistemik yang butuh solusi lintas sektor.
JURU Kampanye Isu Plastik dan Perkotaan Greenpeace Indonesia Ibar Akbar mengatakan upaya dalam mengurangi sampah plastik oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) perlu didukung
Moorlife juga terus memperkuat posisinya lewat inovasi dengan memanfaatkan peluang di pasar dengan meluncurkan produk terbarunya yaitu Moorlife NexG.
Plastik mengandung beberapa zat-zat kimia berbahaya, seperti Bispehenol-A (BPA) dan PVC (Polyvinyl chloride). Zat ini tidak larut, sukar terurai, dan dapat berpindah saat terkena panas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved