Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
TIGA dosa besar di pendidikan sebagaimana di kemukakan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim masih terus terjadi pasca Pembelajaran Tatap Muka (PTM) digelar 100% di seluruh Indonesia.
Perundungan dan kekerasan seksual dalam dunia pendidikan hingga saat ini masih menjadi persoalan tersendiri yang tak kunjung tuntas.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sejumlah kasus kekerasan berupa perundungan dan kekerasan fisik memasuki semester pertama tahun 2022. Kasus tersebut dilakukan baik oleh pendidik maupun sesama peserta didik yang sudah diadukan dan juga tidak ke KPAI.
"Sejak Januari-Juni 2021 ada 5 Kasus perundungan berupa kekerasan yang dilakukan pendidik kepada peserta didik, yaitu terjadi di Kota Surabaya dan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Buton (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Kota Samarinda (Kalimantan Timur).
Dari 5 kasus tersebut 3 kasus terjadi dijenjang SMP dan 2 kasus di jenjang SD. Adapun pelaku adalah 4 guru, yaitu 2 guru olahraga dan 2 guru kelas, sedangkan 1 kasus adalah kekerasan 5 anak (kakak Senior) terhadap 2 adik kelasnya," ungkap Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Senin (13/6).
Sejumlah alasan guru mendisiplinkan dengan kekerasan yaitu peserta didik ribut saat di kelas, siswa tidak mengembalikan buku cetak yang dipinjamkan sekolah, dan siswa tidak bisa menjawab pertanyaan guru.
Selain itu, ada juga siswi yang tidak ikut pembelajaran daring selama setahun dan tidak punya seragam sekolah karena sudah kekecilan, kemudian diminta keluar kelas dan sempat dibully kawan-kawan di kelasnya.
"Selain itu, kasus kekerasan psikis dimana anak-anak mengalami ketakutan atau rasa malu karena orangtua belum mampu melunasi tagihan sekolah, sehingga anak-anaknya mengalami perlakuan diskriminasi dan pembullyan terjadi di beberapa daerah, seperti Kabupaten Bantul (DIY), Banyuwangi (Jawa Timur) dan Bekasi (Jawa Barat)," imbuhnya.
Kekerasan Fisik dan Psikis
Pada Januari 2022, seorang guru olahraga di salah satu SMPN di Kota Surabaya melakukan kekerasan terhadap salah satu siswanya di depan kelas saat pembelajaran, disaksikan oleh teman sekelasnya. Salah satu siswa di kelas tersebut tampaknya merekam kejadian tersebut dan videonya tersebar.
Video kekerasan guru tersebut pun kemudian viral di media sosial dan jadi bahan pembicaraan publik. Orangtua korban menyatakan anaknya mengalami tekanan, ada perubahan perilaku anaknya setelah mengalami kekerasan di sekolah.
Masih di Januari, seorang guru SD di Buton, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke polisi karena diduga menghukum belasan siswanya dengan menyuruh mereka makan sampah plastik. Sejumlah orang tua murid salah satu SDN di Buton mendatangi kantor Polres Buton untuk melaporkan guru berinisial MS. Guru ini diduga menghukum 16 siswanya makan sampah plastik.
"Peristiwa ini terjadi saat MS yang tengah mengajar, mendengar keributan dari kelas sebelah tempat MS mengajar. MS pun meminta para murid untuk menunggu gurunya dengan tenang. Namun karena anak-anak kembali ribut, MS menghukum 16 siswa dengan memakan sampah plastik. Sejumlah siswa yang dihukum mengalami trauma dan enggan masuk ke sekolah karena takut," terang Retno.
Baca juga: Waspada Subvarian Omikron, Pemerintah Pantau Pintu Masuk Negara
Kemudian, pada Februari 2022, beredar video seorang siswa SMPN di Kabupaten Kupang NTT viral di media sosial. Siswa yang diketahui bernama IF (15) ini, dihukum benturkan kepala ke tembok kelas oleh gurunya.
"Imanuel Frama merupakan siswa kelas IX, SMPN Satu Atap Nunkurus. IF disuruh benturkan kepala 100 kali ke tembok oleh guru mata pelajaran pendidikan jasmani, berinisial KL," kata dia.
Selain itu, IF juga disuruh bersihkan WC dan saling cubit telinga dengan teman lain yang juga dihukum. Alasan guru menghukum karena siswanya tidak mengumpul kembali buku cetak. Kasus ini dilaporkan keluarga korban ke Kepolisian dan diproses hukum.
Kasus lainnya, Polres Pasuruan memeriksa 13 orang saksi terkait kasus dugaan penganiayaan 2 pelajar salah satu SMP swasta berasrama, pada Maret 2022. Lima saksi di antaranya para pelajar terduga pelaku penganiayaan. Pemeriksaan terhadap 13 orang saksi tersebut dilakukan setelah petugas menerima laporan adanya dugaan penganiayaan terhadap dua pelajar kelas 9 SMP Swasta, yakni DLH dan FG yang terjadi di asrama sekolah.
Ironisnya Kepala Asrama Sekolah AB mengaku pihak sekolah awalnya tidak mengetahui adanya kasus dugaan penganiayaan tersebut. Anak korban diduga kuat mengalami penganiayaan oleh seniornya hingga mengalami luka cukup parah di punggungnya. Terdapat luka memar bekas pukulan dan sulutan rokok.
Di Mei 2022, Ms (10), seorang siswi SDN di Samarinda, Kalimantan Timur, diduga diusir oleh gurunya dari ruang kelas saat ujian sedang berlangsung. Ia diusir karena tidak ikut kegiatan belajar mengajar saat online karena tidak memiliki telepon genggam dan seragam sekolah. MS merupakan piatu, ibunya sudah meninggal dunia, sementara ayahnya di penjara, Ms tinggal dengan tantenya.
Nunggak Iuran
Tak bisa ikut Ujian Sekolah karena tunggakan bayaran sekolah dialami oleh sejumlah peserta didik, misalnya kasus di Kabupaten Bantul, Banyuwangi dan Bekasi.
Sejumlah siswa SMP swasta di Bantul tidak bisa mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) gara-gara belum membayar tunggakan uang masuk sekolah. Tunggakan sudah dicicil, namun belum lunas.
Salah satu orangtua korban kemudian melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY. ORI saat ini tengah menyelidiki persoalan tersebut karena menduga ada unsur pelanggaran dari sekolah terkait dengan pelayanan publik bidang pendidikan. Tunggakan diumumkan di grup whatsApp dan ujian terpisah dengan anak lain yang sudah lunas, hal ini telah menimbulkan rasa malu dan trauma pada anak-anak korban.
Sementara itu, dua siswa di salah satu SDN di Mojopanggung, Kabupaten Banyuwangi (Jawa Timur), berinsial A dan H keduanya mengaku tidak mendapatkan nomor ujian lantaran belum bisa melunasi uang Paguyuban di kelasnya sebesar Rp 650.000,- untuk 2 anaknya. Saat ditanyakan kepada bendahara sekolah, orangtua mengaku tetap ditagih kewajibannya untuk membayar uang paguyuban tersebut.
Tidak bisa mengikuti ujian akhir sekolah juga di alami siswa di Kabupaten Bekasi karena uang tunggakan sekolah berasrama yang mencapai Rp 29 juta, akhirnya peserta didik tersebut diberikan kesempatan mengikuti ujian susulan setelah dilakukan mediasi di KPAI.
Terkait kasus-kasus tersebut, KPAI mendorong pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan setempat untuk tegas memberikan kebijakan afirmasi kepada anak-anak yang selama ini kurang beruntung dalam pendidikan. Misalnya anak dari keluarga miskin, anak-anak difabel, korban kekerasan dan lainnya, sehingga kasus larangan mengikuti ujian kenaikan kelas maupun ujian sekolah tidak akan terulang kembali.
KPAI juga mendorong Kemendikbud-Ristek dan dinas-dinas pendidikan kabupaten/kota/provinsi untuk bersama-sama melakukan mensosialisasi ke sekolah-sekolah terkait Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.
"KPAI mendorong ada sosialisasi dan edukasi bagi para pendidik untuk memahami psikologi perkembangan anak, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Kovensi Hak Anak (KHA)," tutupnya.(OL-4)
Membangun rutinitas yang konsisten mulai dari bangun tidur hingga kemandirian anak untuk mengurus dirinya sendiri sudah harus menjadi perhatian orangtua sebelum anak masuk sekolah.
Aspek perkembangan kognitif serta perkembangan motorik kasar dan halus menjadi penilaian yang bisa diperhatikan untuk anak siap sekolah.
Dedi mengajak masyarakat Jawa Barat bersama-sama mengembangkan pendidikan menuju pendidikan yang memiliki karakter.
Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) saat ini masih memiliki masalah dari sisi daya tampung.
Ribuan calon siswa SMA/SMK yang tereliminasi tahap pendaftaran dimulai Sabtu (14/6) in karena tidak melakukan verifikasi akun hingga hingga batas akhir yang ditentukan pada Jumat (13/6).
Collaborative for Academic Social Emotional Learning (CASEL) mulai mendapat perhatian serius di Indonesia.
POLISI masih menelusuri keberadaan orangtua anak berusia 7 tahun berinisial MK, yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di Pasar Kebayoran Lama beberapa waktu lalu.
Berikut fakta-fakta kondisi terkini MK, anak perempuan 7 Tahun yang diduga dianiaya dan dibuang ayahnya di Pasar Kebayoran Lama, Jaksel
KPAI berkoordinasi dengan Tim Subdit Anak Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri terkait anak yang ditelantarkan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dari gerak-geriknya, sang satpam melihat pria itu menaruh anaknya di lantai beralaskan kardus.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengevakuasi seorang anak yang diduga disiksa oleh orangtuanya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Rabu (11/6).
Bupati Kebumen Lilis Nuryani mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berani melapor jika terjadi kekerasan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved