Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TELADAN Kartini termanifestasikan dalam gerakan perempuan dari zaman ke zaman. Dibuktikan dengan banyaknya gerakan perempuan dari elemen masyarakat yang mendorong untuk hadirnya kebijakan yang melindungi perempuan dari tindakan kekerasan seksual melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Hampir 10 tahun UU ini diwarnai berbagai penolakan dan tantangan dari berbagai pihak. Hal ini disampaikan Pendamping Korban Kekerasan Seksual, Ina Irawati, bahwa ada beberapa anggota parlemen menganggap UU ini melawan nilai-nilai agama, bernuansa liberal, dan kekhawatiran akan merusak nilai-nilai sakral perkawinan di Indonesia. Padahal inti dari UU ini, kata Ina, bertujuan untuk melindungi dan pro-korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan.
“Kita menyadari tidak semuanya suka terhadap UU TPKS. Masih banyak pihak-pihak yang menolak. Bahkan dalam rekomendasi-rekomendasinya berusaha ingin menghambat supaya UU ini nanti saja disahkan kalau RKUHP sudah selesai. Ayo kita lihat UU nya, betapa UU ini punya terobosan yang baik,” ujar Ina dalam diskusi “Surat Kepada Kartini: UU TPKS Sebagai Tonggak Peradaban Baru Mendobrak Patriarki” di Cikini, Jakarta, Rabu (20/4).
Baca juga: Masyarakat Cenderung Cari Berita dari Internet Ketimbang Televisi
Apa yang diperjuangkan gerakan perempuan agar lahirnya UU TPKS, kata Ina adalah bentuk lain dari upaya yang dulu pernah diperjuangkan Kartini untuk kaumnya. Sebab semangatnya sama, yakni mendorong terciptanya kesetaraan, mengangkat posisi subordinasi perempuan dalam keluarga.
Dan yang terpenting dari pemikiran Kartini adalah upayanya untuk mengeluarkan perempuan dari belenggu kekerasan, baik itu perempuan yang hidup dalam status ekonomi menengah ke atas maupun perempuan yang hidup dalam kemiskinan. Hal itu selaras dengan tujuan hadirnya UU TPKS.
"Kalau dulu mungkin Kartini perjuangannya melawan feodalisme, praktik poligami. Tapi sekarang, masalahnya lebih kompleks. Dan kehadiran UU TPKS ini semoga bisa menyelesaikan permasalahan itu," imbuhnya.
Selain itu, UU TPKS kata Ina, merupakan produk hukum yang cukup progresif dan memuat keadilan agar berpihak kepada korban kekerasan seksual. Poin-poin progresif yang dimaksud yaitu memberikan perlindungan kepada korban dari segala bentuk pelecehan dan kekerasan seksual, termasuk eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik atau yang sebelumnya disebut kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Mengingat gelombang penolakan masih tetap kencang, Ina bersama Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) dan Forum Pengada Layanan (FPL) berkomitmen untuk tetap mengawal implementasi UU TPKS agar keadilan betul-betul dirasakan korban kekerasan seksual.
Dian Novita, dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) yang juga tergabung dalam JMS dan FPL mengungkapkan pihaknya terus memantau pemerintah khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera memproses penyusunan peraturan pelaksanaan UU TPKS, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden.
“Kami berkomitmen untuk terus mengawal langkah-langkah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memastikan sosialisasi atau pendidikan publik mengenai UU TPKS. Kami juga akan terus memastikan bagaimana penegak hukum sampai di pelosok negri memiliki pengetahuan dan keterampilan bagaimana mengimplementasikan UU TPKS,” tutur Dian. (H-3)
Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR dan pemerintah ke depannya memastikan aturan pengaturan perkosaan dan pemaksaan aborsi yang komprehensif dalam RKUHP.
Menurut Komnas Perempuan, bab khusus di dalam RUU TPKS penting untuk memperkuat hak korban. Apalagi, kasus kekerasan seksual di Tanah Air masih tinggi.
JARINGAN Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) secara khusus menyampaikan masukan atas RUU Tindakan Pidana Kekerasan Seksual kepada Baleg DPR RI.
Trauma dan stigma malu yang dialami korban seringkali membuat korban kekerasan seksual mengurungkan niatnya untuk mencari keadilan.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi penyempurnaan draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Yang menjadikannya lebih gawat, kata Andy, penanganan untuk kasus kekerasan seksual secara khusus masih terbatas dan sangat rapuh.
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
Kebiri kimia dilakukan lewat suntikan, menggunakan obat yang akan menurunkan kadar hormon testosteron yang nantinya akan berdampak pada berkurangnya libido atau dorongan seksual.
MA diminta menjatuhkan putusan kasasi pada terdakwa pemerkosa dua anak di Cibinong yang divonis bebas
Mahasiswa mendesak Ketua PN Cibinong mengevaluasi semua hakim dan memecat hakim yang membebaskan terdakwa pemerkosa.
"Saya sudah laporkan ke Pengadilan Tinggi dan Badan Pengawas. Sudah ada tim yang turun," kata dia.
Pada Selasa (30/4), Ketua PN Cibinong, Kabupaten Bogor Lendriati Janis resmi diberhentikan dan digantikan Irfanudin.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved