Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Jadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN Gandeng Pemda

Ferdian Ananda Majni
24/3/2022 10:59
Jadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN Gandeng Pemda
Presiden Jokowi berserta rombongan tiba di Desa Kesetnana Kecamatan Mollo Selatan, Soe, Nusa Tenggara Timur, Kamis (24/3).(Youtube BKKBN/Tangkapan layar)

BADAN Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Perpres Nomor 72/2021 membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak. 

Demikian pula halnya Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa berjuang sendiri untuk mengatasi pengentasan stunting.

“Sebagai salah satu unsur pentaheliks dalam wujud kovergensi percepatan penurunan stunting, mitra kerja memiliki peran dan kontribusi bersama pemerintah. Timor Tengah dan NTT sengaja menjadi titik tumpu kunjungan Presiden Joko Widodo mengingat NTT merupakan provinsi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 37,8% di tahun 2021, tertinggi dari angka rata-rata prevalensi stunting semua pronsi di tanah air yang mencapai 24,4%,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Menurut Hasto Wardoyo, persoalan tingginya stunting di di NTT bukan hanya persoalan kesehatan dan kekurangan gizi tetapi juga karena kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan serta pola asuh yang salah turut menyumbang tingginya angka prevalensi stunting.

"Langkah kongkret yang diperlukan untuk mempercepat penurunan angka stunting adalah pelibatan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi sesuai sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki mitra kerja," pungkasnya. 

Preisden Joko Widodo (Jokowi) meninjau program percepatan tiba di Desa Kesetnana Kecamatan Mollo Selatan, Soe, Nusa Tenggara Timur, Kamis (24/3).

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke wilayah di Desa Kesetnana Kecamatan Mollo Selatan, Soe, Nusa Tenggara Timur karena termasuk desa yang beresiko stunting. Selain warga kesulitan mendapatkan akses air bersih, faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan menjadi potensi keawaman terhadap kesehatan. Hampir sebagian besar warga Desa Kesetnana tidak memiliki jamban yang layak.

Desa Kesetnana menjadi gambaran umum dari 278 desa yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi. Bahkan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3%, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur bahkan di Indonesia sekalipun.

Dipilihnya Timor Tengah Selatan dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo kali ini memperlihatkan perhatian penuh untuk penanganan persoalan angka stunting yang tinggi. Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori merah. Pengkategorian status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30%.

Adapun 15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara juga memiliki prevalensi di atas 46%.

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20% hingga 30%, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20%. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10%. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya