Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

BKKBN: Semua Kalangan Kolaborasi untuk Turunkan Stunting di NTT

Palce Amalo
03/3/2022 16:45
BKKBN: Semua Kalangan Kolaborasi untuk Turunkan Stunting di NTT
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo(dok.bkkbn)

PERSOALAN stunting tidak saja menjadi urusan pemerintah atau pemangku kepentingan, tetapi persoalan bangsa yang harus dituntaskan bersama dan membutuhkan kolaborasi semua kalangan.

Sudah menjadi komitmen kebangsaan, pembangunan keluarga adalah fondasi utama tercapainya kemajuan bangsa. Apalagi periode 2025-2035 merupakan fase puncak periode bonus demografi yang harus dikapitalisasi. Selain itu, komitmen Presiden Jokowi pada 2024, angka stunting nasional harus berada di 14 persen.

Nusa Tenggara Timur yang menjadi salah satudari 12 provinsi prioritas  yang memiliki prevalensi stunting tertinggi menjadi fokus utama dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).

BKKBN menggencarkan program percepatan penurunan stunting bersama kolaborasi Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Bappenas.

Nusa Tenggara Timur masih memiliki pekerjaan rumah  besar untuk persoalan angka stunting yang tinggi. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 masih bercokolnya 15 kabupaten berkategori  'merah'. Penyematan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor
Tengah Utara memiliki prevalensi di atas  46 persen

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus 'kuning' dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

"Saya yakin dengan fokus kepada konvergensi tingkat des asangat menentukan penerimaan paket manfaat kepada keluarga beresiko stunting. Oleh karena itu pembentukan Tim PercepatanPenurunan Stunting atau TPPS dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga kelurahan atau
desa harus disegerakan. Keberadaan TPPS di semua tingkatan pemerintahan sangat membantu pencapaian target penurunan angka stunting," ungkap Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, lewat keterangan tertulis, Kamis (3/3).

Menurut Kepala BKKBN yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional ini, kecenderungan rata-rata penurunan stunting di Indonesia sejak tahun 2015-2019 berkisar 0,3 persen.

Sementara target penurunan stunting dari tahun 2020-2024 harus berkisar diangka 2,5 persen. Angka stunting 14 persen yang menjadi target nasional di 2024 diyakini akan tercapai termasuk kontribusi dari Nusa Tenggara Timur.

Untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah, BKKBN yang diberitugas Presiden Jokowi sebagai pengendalian pencegahan stunting di tanah air akan menggelar sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Kupang, besok, Jumat (4/3)

"Momentum Indonesia Emas 2045 harus kita persiapkan dari sekarang agar keluarga sehat, produktif dan berkualiatas bisa kita raih," ujarnya. (OL-13)

Baca Juga: Sandiaga Uno Gerak Cepat Beri 10 Kloset Duduk di Desa Wisata Muara Jambi



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya