Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
TINGGINYA kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan korban lebih satu orang menuntut ketegasan Aparat Penegak Hukum untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelakunya.
Hukum telah menjamin tindakan sanksi maksimal terhadap pelaku kekerasan seksual anak yang tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Berdasarkan pasal 81 ayat 5 UU tersebut, disebutkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak dapat diterapkan hukuman maksimal pidana mati, seumur hidup, dan penjara antara 10 sampai dengan 20 tahun penjara, jika korbannya lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.
Selanjutnya, dalam pasal 81 ayat 7, pelaku dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
“Peraturan ini adalah bentuk nyata dari komitmen Pemerintah tentang tidak adanya toleransi terhadap segala bentuk kekerasan terhadap anak. Harapannya peraturan ini tidak hanya menjadi pelengkap regulasi, namun diimplementasikan secara nyata oleh semua pihak, khususnya Aparat Penegak Hukum agar memberikan efek jera pada pelaku,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga, dalam keterangan resmi, Selasa (28/12).
Bintang menganggap perlu upaya lebih luas sosialisasi dan implementasi UU 17 Tahun 2016 mengingat belakangan ini kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan jumlah korban lebih dari satu orang banyak terjadi di masyarakat.
Baca juga : Mayoritas Kekerasan Seksual Dilakukan Guru, Kasus Terbanyak di 'Boarding School'
Beberapa kasus yang mencuat di masyarakat diantaranya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru mengaji terhadap 25 santri di Jombang, kasus 13 santriwati yang mengalami kekerasan seksual oleh Pemilik Pesantren di Kota Bandung, kasus pelecehan seksual oleh calon pendeta kepada 21 anak di Kota Batam, pencabulan 6 orang anak oleh ustaz di sebuah pesantren di Kabupaten Bintan, hingga kasus terakhir, yakni pencabulan terhadap 10 orang anak berusia 10-15 tahun yang dilakukan oleh guru ngaji di Depok, Jawa Barat.
“Kami mendorong Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk terus bersinergi dengan kami, bersama-sama memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak karena itu sesuai dengan kewenangan Kementerian PPPA dalam Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2019, jangan ragu untuk menerapkan UU No 17 tahun 2016. Kami akan selalu membantu pemerintah daerah dalam menyelenggarakan perlindungan anak, memastikan mereka benar-benar bisa hidup aman di Indonesia,” tegas Bintang.
Kasus kekerasan yang banyak terjadi tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga yang dilakukan pelakunya adalah anak.
Kasus terakhir dengan pelaku anak yaitu kasus pencabulan yang dilakukan seorang pelajar SMP yang mencabuli 9 anak di wilayah Jakarta Barat, kasus pornografi di Buleleng yang melibatkan 1 orang korban dan 6 orang pelaku yang semunya berusia anak, kasus penganiayaan dan kekerasan seksual di Malang yang melibatkan 1 korban dan 8 pelaku berusia anak.
Dalam kasus-kasus itu, Bintang mengingatkan untuk menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan sebaik-baiknya.
“Kemen-PPPA terus memantau dan memastikan penyelenggaraan perlindungan anak di Daerah melalui koordinasi dengan Dinas yang Menyelenggarakan Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jika Pemerintah Daerah menemukan kendala, Kemen PPPA siap untuk menurunkan tim untuk membantu,” pungkas Bintang. (OL-7)
UPAYA yang terukur untuk mewujudkan gerakan mengatasi kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak harus segera direalisasikan.
KORBAN kekerasan dan kekerasan seksual hingga saat ini masih belum memperoleh jaminan pasti dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berusia 24 tahun yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh Achraf Hakimi di kediaman pribadi sang pemain di Paris.
Pendanaan pemulihan melalui peraturan ini hanya dapat diberikan setelah mekanisme restitusi dijalani, tetapi tidak ada batasan waktu yang tegas.
Dengan PP 29/2025 maka pengobatan korban kekerasan dan kekerasan seksual yang tidak tercover oleh program jaminan kesehatan nasional (JKN), bisa mendapatkan dana bantuan.
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Pemerintah Louisiana gugat Roblox dengan tuduhan memfasilitasi penyebaran materi pelecehan seksual anak.
Met Police mengungkapkan 146 orang melapor dalam penyelidikan terhadap mantan bos Harrods, Mohammed Al Fayed.
PENYANYI Nadin Amizah kembali mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat tampil dalam sebuah acara konser di Bekasi, Jawa Barat.
SEORANG guru ngaji di Tebet, Jakarta Selatan ditangkap oleh kepolisian terkait kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved