TERKAIT kasus perundungan yang terjadi di Komisi Penyiaran Nasional (KPI), Komisi Nasional perlindungan hak Asasi Manusia menyatakan bahwasanya instansi tersebut gagal dalam menerapkan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman dari tindakan pelecehan seksual.
Disampaikan oleh komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsari, dirinya melanjutkan tidak adanya regulasi internal dan pedoman khusus untuk merespon kasus pelecehan seksual.
“Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja serta belum ada pedoman panduan dalam merespon serta menangani kasus pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja,” katanya dalam konferensi pers hasil pemantauan dan penyelidikan peristiwa pelecehan seksual di KPI, di Gedung Komnas HAM, Menteng Jakarta Pusat, Senin (29/11).
Lebih lanjut, kebiasaan dalam relasi antar pegawai di lingkungana KPI yang memuat kata- kata kasar dan seksis di lingkungan KPI, menjadikan dasar kesimpulan gagalnya KPI dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif.
“Kuat dugaan terjadi adanya peristiwa perundungan terhadap MS dalam bentuk candaan atau humor yang bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu,” jelasnya.
Baca juga: Tingkatkan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Tsunami melalui Sapa Desa Tangguh Bencana
Selain itu, peristiwa perundungan juga terjadi pada pegawai KPI lainnya namun hal ini dianggap sebagai bagian dari humor, candaan, lelucon yang menunjukkan kedekatan pertemanan rekan kerja.
Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM RI) RI telah menerima pengaduan perwakilan dari Sdr. MS, Pegawai Visual Data Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat) yang didampingi kuasa hukumnya atas nama Sdr. Mehbob pada 6 September 2021.
MS melaporkan adanya dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami dan terjadi di kantor Komisi Penyiaran Indonesia. MS telah melaporkan kasus ini ke atasannya namun tidak pernah ditindaklanjuti.
MS mengalami stress dan tertekan karena pengaduannya tidak pernah ditindaklanjuti oleh atasan maupun pihak Kepolisian, hingga akhirnya pada tanggal 1 September 2021, Sdr. MS mengeluarkan rilis ke media dan menjadi perhatian publik.
“Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Komnas HAM telah melakukan serangkaian proses pemantauan dan penyelidikan sebagaimana mandat Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam kurun waktu 7 September 2021 – 1 November 2021,” pungkas Beka.
Disisi lain, Psikolog Zoya Amirin mengatakan, seseorang dengan penyakit PTSD atau post traumatic stress disoreder seperti yang dialami MS, bisa terpicu dikarenakan lingkungan yang tidak kondusif, seperti di KPI.
“Kemampuan dirinya masih bisa bekerja sebagai dosen dikarenakan situasi kerja yang nyaman dan tidak memicu PTSD-nya , dia masih bisa berfungsi dengan baik sebagai dosen, tetapi agak sulit bekerja di situasi yang tidak baik seperti di KPI,” jelasnya. (OL-4)