Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

P2G: Sejak September 2021, 20 Daerah Pernah Hentikan PTM Terbatas

Faustinus Nua
09/11/2021 20:45
P2G: Sejak September 2021, 20 Daerah Pernah Hentikan PTM Terbatas
Siswa Sekolah Dasar Katolik (SDK) Maria Assumpta Kupang, Nusa Tenggara Timur antusias mengikuti PTM terbatas, Senin (8/11/2021)(MI/PALCE AMALO)

SETELAH pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mulai diberlakukan serentak nasional per 30 Agustus 2021, banyak sekolah yang kembali menghentikan PTM Terbatas karena sekolah menjadi klaster. Ditemukan warga sekolah yakni siswa dan guru yang positif covid-19 setelah dilakukan tes swab secara acak.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) melakuan evaluasi terhadap pelaksanaan PTM terbatas serentak. Meski kasus covid-19 mulai melandai, ternyata ada 20 daerah yang sekolahnya pernah menghentikan PTM Terbatas lantaran adanya klaster covid-19.

"Dalam catatan P2G, sejak awal September sampai awal November 2021, terdapat 20 daerah yang sekolahnya terpaksa menghentikan PTM karena ada siswa/ guru positif covid-19," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim dalam keterangan resmi, Selasa (9/11).

Sebanyak 20 daerah yang disebutkan itu adalah Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Tasikmalaya, dan Indramayu.

Baca juga: Penanganan Covid-19 di Indonesia Naik ke Peringkat 41, Tertinggi di ASEAN

Menurut laporan dari jaringan P2G daerah, masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh guru dan yang lebih banyak lagi oleh siswa khususnya sepulang sekolah. Bentuk pelanggaran prokes yang banyak terjadi adalah tidak pakai masker, berkerumun tidak jaga jarak, nongkrong tanpa masker, termasuk di dalam angkutan umum tak jaga jarak.

"P2G menilai pelanggaran prokes disebabkan lemahnya pengawasan dari aparat Pemda atau Satgas ketika siswa pulang sekolah. Begitu pula minimnya teladan dari orang dewasa (masyarakat) akan kepatuhan prokes. Siswa pakai seragam sekolah tapi tak bermasker lantas dibiarkan saja oleh masyarakat, tidak ditegur," imbuhnya

Lebih lanjut, Satriwan mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat merasa covid-19 di Indonesia sudah lenyap. Seiring intensitas vaksinasi, masyarakat sudah diizinkan melakukan kegiatan beramai-ramai, pasar sudah normal kembali, tempat ibadah juga demikian, pesta perkawinan sudah dihelat normal. "Jadi persepsi yang terbangun, kita sudah bisa hidup normal kembali. Sehingga komitmen disiplin prokes kembali melemah," tambahnya.

Laporan pelanggaran prokes siswa termasuk guru, rata-rata terjadi di semua daerah, seperti di Aceh Utara, Aceh Timur, Batam, Tebing Tinggi, Medan, Padang, Padang Panjang, Bukittingi, Bengkulu, Pandeglang, Jakarta, Bogor, Bekasi, Garut, Klaten, Blitar, Situbondo, Ende, Bima, Berau, Enrekang, Penajam Passer Utara, Kepulauan Sangihe, Sorong, Tual, dan lainnya.

P2G pun meminta Pemda harus memberikan sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar prokes, demi meminimalisir sebaran covid-19 dan risiko klaster sekolah. Bagi siswa atau guru kedapatan melanggar 3M, maka sanksi bagi mereka dapat berupa pembelajaran dikembalikan PJJ.

Selain itu, P2G meminta Satgas dan aparat Pemda meningkatkan pengawasan prokes kepada siswa sepulang sekolah, khususnya di jam-jam pulang sekolah dan hari-hari jadwal PTM T. Termasuk razia di titik tertentu tempat para siswa biasa nongkrong.

Satriwan menekankan, terpenting juga adalah evaluasi PTM Terbatas secara komprehensif, detail, dan berkala dari Pemda dan Kemdikbud-Ristek, Kemenag, dan Kemdagri.

"Jangan hanya bersifat reaksioner sekolah ditutup, seperti yang terjadi selama ini, evaluasi baru dilakukan kalau ada siswa atau guru positif covid-19," tandasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya