Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

COP26, Deadline Bagi Dunia Tetapkan Aksi Nyata Pengurangan Emisi

Atalya Puspa
02/11/2021 09:40
COP26, Deadline Bagi Dunia Tetapkan Aksi Nyata Pengurangan Emisi
Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris memberi sambutan saat pembukaan COP26 UN Climate Change Conference di Glasgow, Skotlandia.(Paul ELLIS / AFP)

GREENPEACE Indonesia menyebut bahwa agenda United Nations Climate Change Conference (COP26) merupakan agenda terpenting dalam pengendalian perubahan iklim di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dikatakan Peneliti Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari, bahwa COP26 merupakan tenggat waktu bagi seluruh negara untuk mempresentasikan rencana pengurangan emisi mereka yang sudah disepakati dalam Paris Agreement.

"Ini adalah agenda COP terpenting setelah pertemuan Paris Agreement. Karena semua negara harus memaparkan bagaimana rencana dan aksi untuk mencapai nol emisi pada 2030," kata Adila saat dihubungi, Selasa (2/11).

Untuk itu, kata dia, Greenpeace akan menyoroti mengenai rencana aksi yang dilakukan semua negara, termasuk Indonesai dalam menuju tahun 2030.

"Karena kalau kita gagal mencapai target di 2030 dalam mengurangi emisi, kita akan masuk ke dalam dampak-dampak yang lebih mengerikan lagi," ucap dia.

Sementara itu Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan, kehadiran Presiden Joko Widodo di Glasgow diharapkan telah mengantongi komitmen kuat dari Indonesia untuk berperan aktif dan ambisius dalam mencapai target 1,5 derajat Celcius.

"Laporan IPCC memberikan gambaran yang jelas bahwa perubahan iklim sudah mencapai titik krisis. Berbagai instrumen finansial termasuk pajak karbon tidak bisa menjadi solusi satu-satunya untuk mengurangi dampak krisis iklim. Nol deforestasi dan menutup pintu bagi energi kotor batu bara adalah solusi utama yang seharusnya dilakukan Indonesia," ungkap dia.

Seperti diketahui, COP26 yang merupakan agenda pembahasan krisis iklim tingkat internasional tengah berlangsung sejak Senin (1/1). Selain diadakan di Glasgow, agenda tersebut juga diselenggarakan di Indonesia.

Paviliun Indonesia berfungsi sebagai soft diplomacy bersamaan dengan hard diplomacy meja perundingan digelaran COP- 26 UNFCCC, Glasgow.

Soft Diplomacy di Paviliun Indonesia akan menyuarakan tindakan, strategi, dan inovasi Indonesia kepada dunia internasional berupa aksi-aksi iklim Indonesia dalam mencegah peningkatan suhu global dibawah 1,5 derajat Celcius.

"Paviliun Indonesia menyajikan tonggak sejarah bagi Indonesia dengan menampilkan kebijakan dan tindakan dalam menangani perubahan iklim, menunjukkan komitmen Indonesia dalam negosiasi global, dan menyajikan banyak pelajaran dari lapangan," tutur Wakil Menteri LHK Alue Dohong.

Melalui Paviliun Indonesia akan disebarkan informasi yang konstruktif dan integratif tentang program pengendalian perubahan iklim oleh pemerintah Indonesia bekerjasama dengan para pihak, termasuk menjabarkannya dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat global.

Penyelenggaraan Paviliun Indonesia ini disebutnya juga dalam rangka membuka peluang bagi para pihak dalam lingkup global untuk menggali ide, peluang, dan jejaring dalam rangka penguatan upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

Isu perubahan iklim disebut Wamen asal Kalimantan Tengah tersebut telah mempengaruhi setiap negara di setiap benua. Efeknya telah mempengaruhi aspek perekonomian dan kesehatan dari masyarakat di seluruh dunia. \

Perubahan pola cuaca hingga terjadinya cuaca ekstrem yang memicu bencana alam dan wabah penyakit, telah nyata terlihat akhir-akhir ini.

"Tanpa tindakan, peningkatan suhu permukaan rata-rata dunia akan melampaui 3 derajat celcius abad ini. Orang-orang termiskin dan paling rentan yang paling terpengaruh," jelasnya.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Presiden Joko Widodo ketika berbicara dalam KTT G20 sesi II dengan topik perubahan iklim, energi dan lingkungan hidup di La Nuvola, Roma, Italia, Minggu, 31 Oktober 2021.

Pada kesempatan tersebut Presiden Jokowi menyatakan jika penanganan perubahan iklim harus diletakkan dalam kerangka besar pembangunan berkelanjutan.

Penanganan perubahan iklim harus bergerak maju seiring dengan penanganan berbagai tantangan global lainnya seperti pengentasan kemiskinan dan pencapaian target SDGs.

Indonesia juga menekankan agar upaya penanganan perubahan iklim harus ditunjukkan melalui contoh nyata.

Indonesia telah membuktikan komitmen nyatanya dalam pengendalian perubahan iklim. Sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia,

Indonesia telah menunjukkan kepada dunia bisa menekan angka deforestasi ke titik terendah dalam 20 tahun terakhir.

Indonesia juga telah melakukan rehabilitasi 3 juta hektare lahan kritis pada 2010-2019. Untuk itu dalam gelaran COP 26 ini Indonesia meningkatkan ambisi iklimnya dengan targetkan Net Sink Carbon untuk sektor lahan dan hutan selambat-lambatnya tahun 2030 (FOLU Net Sink 2030) dan “Net Zero” di tahun 2060 atau lebih cepat.

"Indonesia memiliki pendirian yang kuat atas tujuan jangka panjang yang harus dicapai demi bangsa kami. Kami akan mendorong setiap bangsa untuk bekerja sama menyelamatkan bumi kita. Kami telah membagikan upaya kami dari apa yang kami janjikan, dan kami minta masyarakat global untuk melakukannya juga," kata Alue.

"Kepada semua peserta internasional, saya dengan senang hati menawarkan kepada anda semua untuk memberikan masukan tentang apa yang telah kami capai. Indonesia siap untuk mengambil tindakan lebih jauh dan lebih berani untuk bumi kita," pungkas Wamen Alue. (Ata/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya