Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PERLINDUNGAN kepada perempuan dan anak dari kekerasan seksual terus dilakukan namun banyak juga korban yang enggan melaporkan kasus yang menimpanya kepada pihak berwenang. Padahal pelaporan menjadi kunci utama untuk mengadili pelaku.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mengatakan banyak korban yang tidak melapor dikarenakan kekerasan seksual erat berkaitan dengan bagaimana perempuan dinilai dalam masyarakat dengan keperawanannya.
"Perempuan yang tidak perawan akan dinilai sebagai perempuan yang tidak baik, tidak bermoral dan tidak layak untuk dijadikan istri," kata Siti saat dihubungi, Minggu (17/10).
Baca juga: Kemendikbud Umumkan 10 Pemenang Lomba Cipta Lagu Tradisi NTT
Hal ini ada dalam cara berpikir perempuan dan masyarakat, sehingga ketika perempuan mengalami kekerasan seksual akan mengalami ketakutan dan tekanan karena dipersalahkan sedemikian rupa. Karena itu banyak korban bungkam.
Selain dalam konteks budaya, keengganan melaporkan kasus perkosaan ke dalam sistem peradilan pidana tidak terlepas dari sistem hukum Indonesia yang belum berpihak kepada korban. Khususnya hukum acara pidana yang masih berorientasi kepada perlindungan terhadap tersangka/terdakwa dibandingkan perlindungan terhadap korban.
"Demikian pula dengan sistem pembuktian yang memiliki tingkat kesulitan karena dipersamakan dengan tindak pidana umum. Seperti keterangan minimal dua orang saksi, keterangan saksi anak dan penyandang disabilitas yang tidak sama kekuatan pembuktiannya," ujar Siti.
Dan juga umumnya ada jeda waktu antara peristiwa dan pelaporan menyebabkan bukti-bukti telah hilang atau berkurang kualitasnya menyebabkan pembuktian kasus-kasus perkosaan memerlukan upaya-upaya khusus dan optimal.
Selain itu, jumlah aparat penegak hukum yang masih kurang dan belum semuanya memiliki perspektif korban, yang masih menempatkan korban sebagai pihak yang bersalah atas terjadinya perkosaan, harus membuktikan dirinya sebagai korban dan mencari saksi-saksi untuk memperkuat, hal ini kemudian korban merasa tidak nyaman.
Di sisi lain, secara umum penanganan kasus kekerasan seksual belum terintegrasi dengan layanan pemulihan korban baik dari kesehatan, psikologis, rehabilitasi sosial dan/atau pemberdayaan ekonomi. Sehingga korban mengalami kesulitan untuk mengakses layanan-layanan pemulihan yang ada.
"Budaya mempersalahkan korban, peraturan perundang-undangan, jumlah dan pelayanan aparat penegak hukum serta tidak adanya jaminan pemulihan hak korban yang menyebabkan korban bungkam," ungkapnya.
Karena itu menjadi penting secara hukum ada jaminan hak-hak korban, peningkatan jumlah dan kualitas APH dan lembaga layanan yang mendampingi korban dan perubahan budaya dari yang mempersalahkan korban ke budaya mendukung keadilan dan pemulihan korban. Sehingga ketika korban memilih melapor, ia tidak sendiri dan yakin ia akan mendapatkan keadilan dan pemulihan.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Christina Aryani juga menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sangat dibutuhkan untuk melindungi dan membantu pemulihan para korban. Hal ini mengaca pada kasus dugaan kekerasan seksual 3 anak oleh ayahnya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
"RUU TPKS saat ini dalam proses pembahasan di Badan Legislasi, kejadian ini semakin menguatkan kami untuk merumuskan RUU yang sedapat mungkin sanggup memberikan perlindungan dan pemulihan pada korban dan mencegah terjadinya kejadian serupa di masa mendatang," ujar Christina.
"Kejadian ini menjadi bukti bahwa kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja, di mana saja dan kapan saja," tambahnya. (H-3)
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai pencegahan terhadap saksi termasuk tindakan upaya paksa. Bahkan, tidak semestinya diberlakukan kepada seseorang yang belum menjadi tersangka.
Surat usulan pemakzulan terhadap Gibran telah dikirimkan Forum Purnawirawan TNI kepada MPR/DPR RI sejak bulan lalu.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Ketua Komisi II DPR itu mengatakan saat ini DPR juga belum menentukan sikap resmi. Soal putusan MK masih jadi topik diskusi antarfraksi.
KOMISI VI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke salah satu sub Holding Perkebunan PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo.
duta besar (dubes) luar negeri Indonesia tidak boleh mengalami kekosongan sebab posisi dubes memiliki peran yang strategis bukan hanya sebagai simbol resmi representasi Indonesia
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
Komnas Perempuan mengecam dan menyayangkan mediasi damai dalam kasus kekerasan seksual terhadap N.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved