Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Patriarki Salah Satu Penghalang Korban Kekerasan terhadap Perempuan untuk Melapor

M Iqbal Al Machmudi
19/8/2025 22:43
Patriarki Salah Satu Penghalang Korban Kekerasan terhadap Perempuan untuk Melapor
KETUA Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor (kiri).(Dok. Antara/Tv Parlemen)

KETUA Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menyebut salah satu faktor terhalangnya pelaporan kekerasan terhadap perempuan maupun anak karena masih terawatnya sistem patriarki di masyarakat.

"Tantangan pelaporan kekerasan terhadap perempuan karena masih adanya budaya patriarki karena masih banyak juga korbannya yang enggan yang melapor karena budaya yang masih menganggap bahwa kekerasan dapat dinormalisasi," kata Maria dalam laporan sinergi data kekerasan terhadap perempuan 2024, Selasa (19/8).

Normalisasi yang sempurna dan kebiasaan pemaaf pada budaya patriarki masih menjadi penghalang bila terjadi kekerasan terhadap perempuan maupun anak. Maka harus ada upaya rekonstruksi terhadap pandangan serupa terutama di masyarakat adat maupun di kelompok masyarakat yang kental dalam perspektif agama yang masih menganggap perspektif patriarki.

"Kami juga mendapat informasi dari lembaga keagamaan terjadi kekerasan tetapi dalam atas nama agama maupun hormat dengan guru maka mereka tidak berani melapor bahkan pendampingnya pun tidak berani terhadap pelaku itu. Kasus ini terjadi di beberapa tempat dan berbagai agama. Maka butuh perjuangan dan dukungan masyarakat," ungkapnya.

Dari sisi geografis Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta tercatat sebagai tiga provinsi dengan laporan tertinggi kekerasan. Di sisi lain ini mencerminkan pelaporan yang lebih baik dan sekaligus menegaskan bahwa kerentanan perempuan-perempuan di wilayah urban dan padat.

Sebaliknya pada wilayah terdepan, terluar, dan terpencil (3T) memiliki tantangan yang berbeda, seperti keterbatasan, infrastruktur, jauhnya jarak layanan, serta minimnya pendampingan membuat banyak kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak banyak yang tidak dilaporkan.

Bahkan korban dalam kondisi yang sangat rentan oleh karena itu percepatan kejangkauan terhadap perempuan di wilayah 3T untuk menjadi sangat penting sekali.

Meski begitu dengan adanya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual membuat korban-korban semakin yakin bahwa akses keadilan bisa terbuka dengan tugas kita sebagai orang terdekat untuk mengawal benar-benar terbuka.

"Bisa terlihat adanya dukungan bahwa mereka mendapat pendampingan yang baik selama dalam proses baik secara formal maupun komunitas," tuturnya.

Di kesempatan yang sama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifatul Choiri Fauzi mengatakan mengatakan alasan lain masih minimnya pelaporan bisa terjadi karena stigma, cara pandang, maupun budaya.

"Banyak faktor yang mempengaruhi mulai dari stigma, cara pandang, budaya, yang buat korban enggan untuk melapor," ungkapnya.

Sementara itu upaya menurunkan kekerasan tidak bisa dilakukan di langkah parsial dibutuhkan rencana, menyeluruh dan berkesinambungan mulai dari pencegahan, pemulihan korban kekerasan hingga penegakkan hukum yang tegas terhadap pelaku.

"Dengan cara ini bisa dipastikan bahwa setiap perempuan terlindungi dan korban mendapatkan keadilan," pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya