Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ada 190 Laporan Kekerasan terhadap Perempuan yang Dilakukan TNI pada 2020--2024

Devi Harahap
20/3/2025 17:40
Ada 190 Laporan Kekerasan terhadap Perempuan yang Dilakukan TNI pada 2020--2024
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.(Dok. Antara)

KOMNAS Perempuan mencatat dalam rentang 2020-2024, sekurangnya terdapat 190 pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dalam relasi personal maupun di wilayah publik yang dilakukan oleh prajurit TNI yang merupakan tindak pidana umum yang diatur dalam Undang-Undang.

“Ketika hendak diproses secara hukum, semuanya masih melalui peradilan militer meskipun kasusnya merupakan tindak pidana umum,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya yang diterima Media Indonesia pada Kamis (20/3).

Dalam kasus-kasus yang diproses itu, Komnas Perempuan menerima keluhan dari pihak korban mengenai adanya berbagai hambatan bersifat substantif, struktural maupun kultural dalam penanganan kasus kekerasan perempuan.

“(Hambatan) bagi perempuan korban dan pendamping untuk mengakses informasi, penanganan kasus dan proses yang lebih berorientasi pada pemulihan korban,” tutur Andy.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat 10 kasus kekerasan di ranah negara pada 2020-2024 terkait kondisi konflik sumber daya alam, agraria dan tata ruang yang mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan dengan terlapor adalah prajurit TNI.

“Perempuan adat menjadi pihak yang menghadapi kerentanan khusus dan dampak yang khas dari kekerasan yang terjadi di dalam konteks ini,” tegas Andy.

Menanggapi pengesahan UU TNI, Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk menguatkan aturan dalam UU tersebut untuk mengedepankan mekanisme sipil yang transparan, akuntabel dan berbasis HAM daripada pendekatan militer dalam penanganan konflik di domestik, termasuk dan terutama dalam konteks konflik sumber daya alam, agraria dan tata ruang.

“Hasil pemantauan dan pengamatan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan di situasi konflik tersebut kerap berakar pada tidak dipenuhinya hak masyarakat pada persetujuan awal sukarela dengan informasi yang lengkap (free, prior, informed consent) dalam perencanaan pembangunan dan pengerahan aparat keamanan dan pertahanan yang berlebihan,” jelas Andy.

Andy menilai, pendekatan dengan mekanisme sipil dimaksudkan untuk mencegah eskalasi kekerasan di wilayah konflik, termasuk untuk mencegah eskalasi kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan untuk menjamin perlindungan hak-hak perempuan yang terdampak.

“Di dalam pemerintahan sipil yang ditandai dengan perluasan posisi sipil yang dapat dijabat oleh prajurit aktif dan dampaknya pada profesionalisme TNI, risiko memperbesar bottle neck atau sumbat karier perwira, dan kecenderungan lebih berpusat pada kepentingan institusi TNI,” ujarnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya