Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Edukasi Penghapusan Kekerasan pada Perempuan Harus Menyasar Laki-laki

Devi Harahap
16/8/2024 16:11
Edukasi Penghapusan Kekerasan pada Perempuan Harus Menyasar Laki-laki
Ilustrasi kesetaraan gender.(Dok. Freepik)

LAKI-laki berperan sangat penting dalam penghapusan kekerasan gender dan upaya mewujudkan keadilan bagi kaum perempuan. Namun, praktik di masyarakat menunjukkan masih banyak laki-laki yang belum terlibat dan berperan dan bahkan masih lekat menjadi pelaku kekerasan karena pengaruh budaya patriarki yang kuat.

Aktivis Perempuan dan Anak serta Direktur Institut Sarinah, Eva K Sundari, mengatakan isu keterlibatan laki-laki dalam memajukan kesetaraan gender di Indonesia harus didorong melalui kebijakan ataupun program secara nyata lewat edukasi formal dan informal.

“Karena laki-laki itu secara umum kerap menjadi pelaku kekerasan, maka penting sekali untuk menyadarkan dan memberi edukasi bahwa perempuan bukan properti dan perempuan patut dihormati. Selain itu, sistem kita harus ditransformasi menjadi pro kepada perempuan dan anak salah satunya melalui instrumen hukum dan kurikulum pendidikan,” katanya kepada Media Indonesia pada Jumat (16/7).

Baca juga : Ancaman Kemunduran Demokrasi bagi Perempuan

Menurut Eva, pendekatan pelibatan laki-laki harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang akan memastikan pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam rangka menciptakan kesetaraan gender yang hakiki, karena jika tidak diterapkan secara tepat, justru akan mengakibatkan resiko dan memperlemah upaya pemberdayaan perempuan itu sendiri.

“Harus mengedukasi terkait isu anti diskriminasi dan penghormatan kepada perempuan untuk mencegah kekerasan, sedangkan untuk penanganannya harus diberikan sistem hukum yang tegas untuk melindungi para korban,” jelas Eva.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menjelaskan bahwa laki-laki berpotensi menjadi pelaku kekerasan karena pelanggengan budaya patriarki dalam struktur sosial masyarakat, sehingga harus ada perubahan sudut pandang laki-laki terkait relasi perempuan dan laki-laki baik di ranah domestik ataupun publik.

Baca juga : Kekerasan Berbasis Gender Pemilu Terjadi di Ranah Domestik

“Laki-laki dalam struktur sosial masyarakat memiliki kuasa dan kontrol terhadap perempuan. Kontruksi ini menjadikan laki-laki boleh mengatur, mendisiplinkan, menentukan, atau menghukum perempuan termasuk dengan cara kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun ekonomi,” tuturnya.

Aminah mengungkapkan gerakan yang mengajak laki-laki untuk terlibat dalam upaya penghentian kekerasan terhadap perempuan atau yang disebut laki-laki baru telah ada di Indonesia. Menurutnya, untuk menjadi lelaki baru, maka laki-laki haruslah mengenali hak-hak khusus atau privilege kekuasaan yang mereka miliki.

“Ini tahapan awal untuk menyadarkan laki-laki bahwa mereka memiliki kenyamanan kekuasaan. Seperti kenyamanan biologis, tidak seperti perempuan yang mengalami mens, hamil, melahirkan, menyusui dan hubungan seksual yang tidak selalu menyenangkan,” imbuhnya.

Baca juga : Feminisme Pancasila: Benteng Penolak Erosi Demokrasi

Selain itu, Aminah juga menjelaskan bahwa berbagai kenyamanan sosial yang dirasakan laki-laki dalam berbagai kesempatan seperti status sebagai kepala keluarga, lebih mudah menguasai ruang-ruang pengambilan kebijakan dan memonopoli hak-hak ekonomi, sosial dan politik, membuat sebagian besar laki-laki menjadi dominan hingga meminggirkan hak-hak perempuan.

Sementara itu, Co-Founder Aliansi Laki-Laki Baru, Nur Hasyim dalam keterangannya menjelaskan ada empat rute atau tahapan yang harus dilalui untuk melahirkan laki-laki baru atau Feminis untuk mendukung penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

“Harus membuka selubung privilese dan kuasa laki-laki, mentransformasikan konsep maskulinitas patriarki, menerapkan cara baru menjadi laki laki yang mencerminkan kesetaraan dan keadilan, hingga menjadikan perempuan sebagai rekan di berbagai hal,” jelasnya.

Baca juga : Polisi Perlu Bergerak Cepat Tindak Aduan KDRT

Setelah memahami bagaimana patriarki merugikan laki-laki, lanjut Nur, selanjutnya adalah laki-laki berpikir tentang cara lain menjadi laki-laki, yaitu menjadi lebih manusiawi dan memanusiakan orang lain. Laki-laki berlatih baik cara bersikap, maupun berperilaku yang mencerminkan penghormatan dan penghargaan kepada sesama, komunikasi yang terbuka, memupuk empati, saling berbagi dan tidak melakukan kekerasan.

“Laki-laki yang merupakan pelaku kekerasan jangan sudutkan sebagai musuh secara membabi-buta, tapi juga memposisikan mereka sebagai partner untuk merubah budaya dan sudut pandang, karena baik laki-laki dan perempuan adalah sama-sama korban budaya patriarki,” tulisnya.

Melahirkan laki-laki baru juga harus dilakukan sejak dini di dalam pengasuhan keluarga. Menurutnya, kampanye #HeforShe yang merupakan bentuk dukungan kesetaraan laki-laki dan perempuan dapat dikenalkan oleh orang tua dengan menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan di dalam rumah tangga.

“Tidak cukup jika hanya di sekolah, tapi harus diterapkan di keluarga karena anak-anak akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga sehingga peran aktif dari orang tua melalui pendidikan di rumah juga penting. Jangan sampai bapak melakukan pemukulan kepada istri atau ibunya,” jelas Eva.

(Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya