Headline
Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.
Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.
PENGENALAN pajak karbon dalam Undang Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP) menjadikan Indonesia sebagai yang terdepan di negara berkembang dalam mengupayakan ekonomi hijau berkelanjutan. Itu kemudian dinyatakan sebagai wujud komitmen Indonesia melawan perubahan iklim.
Demikian disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu melalui keterangan pers, Rabu (13/10). "Ini bukti konsistensi komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan," tuturnya.
Guna emperkuat instrumen kebijakan pengendalian dampak perubahan iklim, pemerintah menetapkan kebijakan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) yang di dalamnya termasuk implementasi pajak karbon. Dengan memperkenalkan pajak karbon dalam UU HPP, Indonesia telah menjadi salah satu dari sedikit negara, bahkan yang terbesar di negara berkembang, yang akan mengimplementasikannya lebih dahulu.
Baca juga: Ini Upaya IDI Mengantisipasi Gelombang Ketiga Covid-19
"Implementasi pajak karbon ini menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon ini, diantaranya Inggris, Jepang dan Singapura," terang Febrio.
Pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan. Dalam konteks pembangunan, penerimaan negara dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.
Kendati demikian, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Hal itu sejalan dengan berbagai upaya pemerintah dalam rangka mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca dalam jangka menengah dan panjang.
"Pemerintah akan melakukan transisi yang tepat agar pengenaan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi covid-19," kata Febrio.
Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi. Dus, sistem pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia bukan hanya adil, namun juga terjangkau dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
Pada tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) mulai 1 April 2022. Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara.
Pemerintah, kata Ferbrio, memahami pentingnya transisi hijau tersebut, sehingga dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang telah dibelinya di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya.
Baca juga: Dosis Ketiga Vaksin Cegah Risiko Rawat Inap
Penerapan pajak karbon dan pengembangan pasar karbon merupakan lompatan penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Momentum tersebut menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia untuk mendapatkan manfaat penggerak pertama (first-mover advantage).
"Indonesia menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut, dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan. Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon, di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur," pungkas Febrio.
Upaya mendorong ekonomi hijau dilakukan salah satunya karena Indonesia merupakan negara yang rawan pada ancaman perubahan iklim. Karenanya Indonesia meratifikasi Paris Agreement. Di dalamnya terdapat komitmen NDC yang menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas.
Di dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK yang berbahaya bagi lingkungan, dengan penurunan sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca tersebut berada pada sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia. Dengan semakin kuatnya tren global terhadap isu perubahan iklim, Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission) di tahun 2060 atau lebih awal.
Dalam rangka mencapai target tersebut, agenda reformasi dalam kebijakan fiskal untuk mempercepat investasi hijau telah dimulai secara intensif. Pemerintah telah memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan. Dalam 5 tahun terakhir, belanja negara untuk penanganan perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1% dari APBN.
Dari sisi pembiayaan APBN, pemerintah juga telah menerbitkan green sukuk sejak 2018 yang di antaranya digunakan membiayai transportasi berkelanjutan, mitigasi bencana, pengelolaan limbah, akses energi sumber terbarukan, dan efisiensi energi. Di 2021, pemerintah baru saja menerbitkan Global Green Sukuk pertama dengan tenor 30 tahun senilai US$750 juta dan SDGs Global Bond senilai €500 juta.
Hal tersebut menunjukkan tingginya kepercayaan investor hijau atas upaya pemerintah dalam menangani isu perubahan iklim. Pemerintah juga tengah menyusun Kerangka Kerja Fiskal Perubahan Iklim (Climate Change Fiscal Framework/CCFF) untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan, termasuk pencapaian NDC dengan melibatkan masyarakat dan swasta. (H-3)
Salah satunya dengan tidak lagi menggunakan detergent hingga mengajarkan anak-anak untuk tidak menggunakan pembalut sekali pakai.
Grab Indonesia menyatakan berhasil mencegah emisi karbon hingga 30.000 ton CO2e dari pengoperasian lebih dari 11.000 kendaraan listrik (GrabElectric) di Indonesia.
Transisi energi tidak hanya tentang pengurangan emisi tetapi juga untuk penciptaan lapangan kerja dan peluang investasi.
ESP sangat efektif untuk meningkatkan produksi pada sumur dengan cadangan yang masih besar tapi bertekanan rendah atau dengan angka produksi yang menurun.
Proyek green hydrogen to power tersebut sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Hidrogen dan Amonia yang baru diluncurkan Indonesia.
MP TREE di desain untuk menjadi green street furniture, yang tidak hanya berfungsi sebagai pemurni udara tetapi juga fungsi publik, fungsi estetika, dan fungsi edukasi tentang lingkungan.
Polri melalui gugus tugas ketahanan pangan juga telah aktif menggerakkan masyarakat dan kelompok tani untuk menanam jagung, serta mendukung distribusi hasil panen.
Melalui momentum Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April, BNI meluncurkan inisiatif baru lewat Program BNI UMKM Ramah Lingkungan.
Satgas tersebut diharapkan dapat mengiringi Indonesia mencapai target pengurangan emisi sebesar 31,89% secara mandiri dan hingga 43% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
DEPUTI Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edi Prio Pambudi menuturkan pemerintah terus aktif menggaet investasi ekonomi hijau.
Stella menjelaskan bahwa pemerintah akan mengadaptasi kurikulum, mengajarkan vokasi, dan penyelarasan program perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan industri.
Upaya mendorong ekonomi hijau terus dilakukan PT Bank Negara Indonesia (BNI) demi mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved