Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pertolongan Pertama Pekerja Perbukuan

Fathurozak
16/9/2021 06:05
Pertolongan Pertama Pekerja Perbukuan
Ilustrasi karya Muhammad Taufiq (Emte) yang ada di buku Melihat Api Bekerja karya M Aan Mansyur.(DOK. M AAN MANSYUR)

TAHUN 2020 menjadi tahun kedua bagi Reda Gaudiamo berprofesi secara penuh waktu sebagai penulis dan musisi. Pada tahun-tahun sebelumnya, ia bekerja di dua bidang itu sembari punya pekerjaan utama lainnya. Dua tahun berjalan menjadi penulis dan musisi penuh waktu terasa mengasyikkan bagi alumnus Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia tersebut.

Akan tetapi, ketika pandemi covid-19 mulai melanda pada Maret tahun lalu, situasi itu langsung berubah 180 derajat. Jadwal yang sudah tersusun rapi sepanjang tahun terpaksa harus batal. Reda pun menjalani setahun awal pandemi penuh dengan ketidakpastian.

Situasi itu bukan saja dialami Reda. Banyak penulis, pekerja perbukuan, yang kemudian situasinya tidak jauh pelik dari Reda. Hal ini, misalnya, terlihat dari beberapa formulir pengajuan bantuan yang masuk ke inisiatif Teman Bantu Teman, sebuah gerakan yang diinisiasi beberapa penulis dan penerbit buku. Mereka mendata tidak sedikit penulis, penerjemah, dan penyunting yang memiliki hubungan kerja dengan beberapa institusi harus kena pemutusan hubungan kerja. Belum lagi, beberapa penulis yang juga terpapar covid-19, menambah kerentanan mereka.

Atas dasar itulah, inisiatif Teman Bantu Teman lahir. Gerakan yang menjadi respons dari para penulis dan penerbit buku di beberapa wilayah Indonesia kepada sejawat mereka. Dimulai sejak pertengahan Juli hingga pekan lalu, setidaknya sudah terkumpul Rp109 juta. Dana kemudian disalurkan ke 144 penerima, dari total 251 formulir pengajuan yang masuk.

“Paling banyak memang tersalurkan di Pulau Jawa, karena memang penulis dan pekerja perbukuan paling banyak di Jawa. Tapi kami juga menerima formulir pengajuan yang datang dari berbagai tempat, seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi,” terang salah satu inisiator Teman Bantu Teman, M Aan Mansyur, Jumat (10/9).

Fariq Alfaruqi, penulis yang juga turut dalam gerakan Teman Bantu Teman, menambahkan bahwa ada verifikator yang bertugas menyeleksi formulir masuk. Dari formulir tersebut akan dilihat apakah kebutuhan hanya untuk individu, atau si pengakses bantuan juga memiliki tanggungan. Selain dari penulis dan pekerja perbukuan, permohonan bantuan ke gerakan ini juga datang dari pekerja media yang memang banyak terkena PHK. Para penyunting, penulis konten, dan pegiat literasi yang mengurusi rumah baca pun termasuk di antara yang mengakses bantuan Teman Bantu Teman.

 

 

Profesi rentan

Aan menuturkan, ia dan teman-temannya di gerakan ini mendapat banyak cerita tentang kondisi para sejawat mereka saat pandemi. Dari cerita-cerita itu menunjukkan perlunya melakukan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar gerakan berdonasi.

“Mulai berpikir, isu-isu soal bagaimana rentannya pekerja buku tidak boleh jadi semacam catatan kaki ketika bicara dunia perbukuan.”

Hal itu juga diamati penulis Eka Kurniawan. Dia melihat situasi dari mayoritas pekerja perbukuan sangat rentan, bahkan jauh sebelum pandemi. Dengan status yang tidak memiliki keterikatan pada satu lembaga atau perusahaan, pun statusnya menjadi semacam ‘pekerja lepas’, membawa pada situasi absennya jaring pengaman termasuk asuransi dan lainnya.

“Ketika pandemi ini datang, saya rasa seperti membuka saja apa yang sebelumnya sudah menjadi permasalahan. Kan kita sering melihat misalnya ada kawan sakit, kita bahu-membahu untuk membantu. Tidak ada jaring pengaman sama sekali. Ini harus menjadi pikiran kita semua,” kata Eka dalam kesempatan sama dengan Aan.

Di sisi lain, menurut Reda, untuk bersuara meminta pertolongan juga butuh keberanian. Ketika di kanal-kanal media sosial, tampaknya para sejawat terlihat seperti dalam situasi baik-baik saja, tetapi itu belum tentu kondisinya demikian. “Mengakui butuh bantuan saja tidak mudah. Kolaborasi dan mengakui butuh bantuan itu hal penting,” kata Reda.

Selama pandemi ini, Reda pun akhirnya membuka peluang baru. Ia misalnya mengajar kelas menulis anak-anak via konferensi video. Itu menjadi salah satu rutinitas barunya hingga kini. Tapi itu juga tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan sejawat lain.

“Melakukan apa yang kita tahu dan berkolaborasi dengan teman serta menerima bantuan dari teman, itu yang bisa membuat kita masih bisa berdiri di situasi sulit ini,” ujar Reda.

Bagi Aan, gerakan Teman Bantu Teman yang dimulai sebagai ekspresi cinta dari sejawat kepada yang mengalami kondisi krisis di tengah pandemi, perlu bertransformasi menjadi gerakan yang lebih radikal dan sebagai tindakan kolektif. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya