Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMBERITAAN dugaaan pembunuhan yang dilakukan M, 16 terhadap N, 48 yang mencoba memerkosanya menjadi perhatian Komnas Perempuan. Komnas Perempuan mengajak seluruh masyarakat untuk menghormati proses penegakan hukum yang tengah dilakukan jajaran kepolisian di Nusa Tenggara Timur, terutama di Timor Tengah Selatan.
"Komnas Perempuan mengapresiasi langkah kepolisian menggunakan rujukan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak sehingga hak-hak M sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) atas keadilan, kebenaran dan pemulihan juga dapat dikawal bersamaan dengan proses hukum itu" terang Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat dalam keterangan resmi, Rabu (23/6).
Baca juga:Percepat Vaksinasi dan Cegah Kerumunan Cara Ampuh Atasi Covid-19
Komnas Perempuan mencatat bahwa Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP) di ranah rumah tangga atau relasi pernsonal terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2019 terdapat 2.341 kasus, mengalami kenaikan 65% tahun dari 1.417 pada tahun 2018. Bentuk kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual dalam jenis inses (770 kasus) dan kekerasan seksual lainnya (571 kasus).
Kasus inses dan kekerasan seksual terhadap anak perempuan yang dominan menunjukkan bahwa perempuan sejak usia anak dalam situasi yang tidak aman dalam kehidupannya. Termasuk, bahkan orang terdekat, seperti anggota keluarga yang seharusnya memberikan perlindungan dan memastikan anak tumbuh dan berkembang secara baik.
Hal inilah yang dialami oleh Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) M yang justru menjadi korban kekerasan seksual salah satu anggota keluarganya.
"Anak korban kekerasan seksual akan mengalami trauma psikologis yang dalam, terlebih jika pelaku memiliki hubungan kekeluargaan yang menyebabkan korban akan memilih bungkam dan tidak segera mencari bantuan," jelas Rainy.
Baca juga: Karhutla Bisa Picu Peningkatan Kasus Covid-19 di Indonesia
Komnas Perempuan berpendapat bahwa kasus ABH M ini menjadi peluang bagi aparat penegak hukum selain melaksanakan ketentuan dalam SPPA, juga Peraturan Kejaksaan No. 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana dan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum, yang menjadi pedoman sikap dan perilaku di institusi terkait dalam menangani perempuan berhadapan dengan hukum, termasuk bagi ABH.
Mengingat Kepolisian belum memiliki peraturan internal terkait pedoman pemeriksaan PBH, maka pihak Kepolisian dapat menjadikan peraturan di Kejaksaan dan Pengadilan sebagai referensi dalam memeriksa perkara korban kekerasan seksual.
Terkait tuntutan masyarakat agar diterapkan Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur mengenai perbuatan “pembelaan darurat” (noodweer) sebagai alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum, Komnas Perempuan mengingatkan bahwa pembuktian Pasal 49 dilakukan di tahapan pemeriksaan persidangan.
Jika alasan penghapus pidana ini kemudian terbukti, maka hakim dapat mengeluarkan putusan yang melepaskan ABH dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), bukan putusan bebas alias vrijspraak. Jadi, hakimlah yang harus menguji dan memutuskan hal ini, sedangkan penyidik dan penuntut umum hanya mengumpulkan bahan-bahannya untuk diajukan kepada hakim.
Komnas Perempuan berpendapat proses ini harus dihormati sebagai bagian dari pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dimana setiap institusi penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan memiliki tugas dan fungsinya masing-masing yang terpadu dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, sekaligus memulihkannya sebagai korban kekerasan seksual. (H-3)
Anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kerusuhan Mei 1998, Nursyahbani Katjasungkana dan Komnas Perempuan menanggapi pernyataan Fadli Zon soal pemerkosaan massal.
Komnas Perempuan meminta DPR dan pemerintah segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998.
"Walaupun grupnya sudah ditutup, bukan berarti enggak bisa dikejar ya, pasti bisa dikejar siapa adminnya, siapa yang mengelolanya."
DALAM rangka Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 atau May Day 2025, Komnas Perempuan menyerukan kepada negara dan pelaku usaha untuk memperkuat upaya mewujudkan keadilan,
Komnas Perempuan juga mengapresiasi respon cepat aparat penegak hukum, dalam hal ini Polda Jawa Barat, yang telah menangkap dan menetapkan pelaku
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved