Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Yang Penting, Tekan Kasus Pelecehan Seksual Bersama-Sama

Suryani Wandari Putri Pertiwi
05/1/2021 16:42
Yang Penting, Tekan Kasus Pelecehan Seksual Bersama-Sama
Ilustrasi(Medcom.id)

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Regulasi yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut ditandatangani dan ditetapkan Jokowi pada 7 Desember 2020.

Namun, Psikolog Lia Sutisna Latif dari Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia menilai hal hukuman kebiri tersebut perlu dipertimbangkan ulang. "Menurut saya, hukuman jenis ini perlu dipertimbangkan kembali dan dikaji ulang kembali," kata Lia kepada Media Indonesia, Selasa (5/1).

Menurutnya, pemerintah bukan hanya fokus pada hukuman, tapi juga cara meminimalisasi kasus kekerasan seksual. Ini pun lebih berpihak pada perlindungan korban kekerasan seksual.

"Justru yang difokuskan juga yakni meminimalisasi kasus sexual abuse/harrasement, baik secara fisik maupun virtual, seperti meminta calon korban menunjukkan atau menyentuh alat vitalnya dan mempertontonkannya," kata Lia.

Menurut Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar, payung hukum perlindungan bagi anak yang menjadi korban telah diatur.

"Hak-hak korban kekerasan seksual telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain, antara lain UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Nahar.

Tak hanya itu pemerintah pun telah mengeluarkan PP Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yg Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Perpres Nomor 75 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hak Anak Korban dan Saksi.

Namun, peraturan tersebut dinilai beberapa pihak masih belum sepenuhnya memberi perlindungan. Pasalnya, merujuk data Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan yang rilis awal 2020, sepanjang 2019 terjadi 2.341 kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan atau meningkat 65% dibanding tahun sebelumnya. Kasus paling banyak terjadi yakni inses dan ditambahkan dengan kasus kekerasan seksual.

Untuk itu, Kementerian PPPA meminta semua orang untuk bisa bergotong royong menekan angka kekerasan seksual. "Dalam Pasal 20 UU Nomor 35 Tahun 2014 menegaskan bahwa negara, pemerintah, pemda, masyarakat, keluarga, dan orangtua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, dan berbagai upaya telah dilaksanakan," kata Nahar.

"Kami berharap juga RUU PKS menjadi prioritas untuk dibahas dan diselesaikan dalam melengkapi peraturan perundang-undangan lain yang berperspektif korban," pungkas Nahar. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya