Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kampus Diminta Data Akun Medsos Mahasiswa

Syarief Oebaidillah
27/7/2019 07:30
Kampus Diminta Data Akun Medsos Mahasiswa
Menristekdikti Mohamad Nasir.(ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meminta setiap kampus untuk mendata akun media sosial ­mahasiswa baru, dosen, hingga pegawai. Pendataan itu untuk mencegah penyebaran radikalisme.

“Saya ingin pendataan dosen, pegawai, juga mahasiswa, siapa yang terpapar radikalisme. Jangan ­sampai terjadi radikalisme yang marak terjadi sekarang,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Nasir menegaskan tak akan membatasi kebebasan berpendapat seluruh kalangan kampus. Mereka akan tetap bebas menyampaikan kritik, saran, atau segala bentuk pendapat.

“Media sosial sesuai aturan hukum, tapi dalam kampus saya ingin tangkal radikalisme. Kalau ikut demo, silakan. Yang enggak boleh itu, ‘Mari kita gerakkan khilafah di Indonesia’. Ini akar radikalisme, ini satu contoh saja,” katanya.

Menurut Nasir, pendataan nomor telepon dan akun media sosial bisa mempermudah pihak universitas atau pihak berwajib untuk melacak ideologi seseorang.

Menristek-Dikti menegaskan tidak ada kepentingan apa pun selain ingin menangkal radikalisme saja.

“Kami ingin data dulu. Tidak ada kepentingan apa pun. Saya tidak ingin lacak semua mahasiswa. Kalau ada kegiatan ekstrem di kampus, lihat nomor telepon dan media sosial. Dari media sosial itu yang kita lacak, ‘Oh ternyata dia terkena jaring-an Al-Qaeda.’ Ini sebagai pendataan kami,” kata Nasir.

Kemenristek-Dikti akan bekerja sama dengan lembaga lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menganalisis akun-akun media sosial mahasiswa.

“Kami ingin data dulu, mungkin nanti kerja sama dengan BNPT dan lain-lain. Yang diinginkan, jangan mereka menyebarkan radikalisme, into-leransi di kampus,” ucap Nasir.

Lacak ideologi
Pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menilai pendataan akun media sosial di lingkungan kampus merupakan hal yang wajar. Pasalnya, radikal-isme dan intoleransi masih akut di kalangan kampus.

“Kalau hanya me-monitoring, wajar saja. Apalagi kampus punya prinsip menjalankan fungsi tridharma yang salah satunya memiliki budi pekerti,” imbuhnya saat dihubungi, tadi malam.

Ridlwan menilai langkah Kemenristek-Dikti tersebut tidak berlebihan mengingat kampus berhak menegur mahasiswanya agar terhindar dari paham radikal.

“Mereka (pihak universitas) harus membedakan antara membatasi ruang berkreasi dan menegakkan norma sosial, misalnya mengumbar kebencian, SARA, dan sebagainya,” katanya.

Ia kemudian mencontohkan, dalam lingkup mahasiswa, mengeluh tidak suka pelajaran masih dianggap wajar. Namun, jika sudah menyangkut keturunan, agama, dan sebagainya, perlu adanya treatment dan penanganan lebih lanjut.

Sementara itu, pemerhati pendidikan tinggi Eddy Suandi Hamid menilai, untuk menangkal radikalisme tidak perlu mendata akun media sosial kalangan kampus.

“Ini harus diatasi dengan edukasi yang baik di kampus, utamanya para dosen agar bisa memahamkan tentang toleransi dan hidup bersama di tengah keberagaman. Tentu dengan metode yang dialogis, bukan ­dogmatis,” ­tegasnya. (Wan/X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya